Menjaga Kemurnian Alquran Tugas Segenap Umat

Sebanyak 251 naskah Alquran kuno masih tersimpan. Upaya pemeliharaan juga melalui penghafalan dan penulisan kembali Alquran.


Pada masa kenabian, setiap tahun, Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW. Dia lantas memeriksa bacaan Alquran dengan cara meminta Rasulullah mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan sebelumnya.

Hal yang sama kemudian juga dilakukan oleh Rasulullah dengan mengontrol bacaan para sahabat. Demikianlah upaya yang dilakukan untuk menjaga serta memelihara kemurnian ayat-ayat Alquran, yang merupakan firman Allah SWT.

Dari hal tersebut, dapat dicermati, bahwa menjaga kemurnian Alquran amatlah ditekankan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Ini mengingat kemuliaan Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia maupun akhirat.

Maka itulah, dari masa ke masa, upaya tersebut harus senantiasa terpelihara, baik dari kesalahan penulisan, terlebih dari kemungkinan 'sabotase' oleh musuh-musuh umat Islam, berupa pengubahan huruf, makna ataupun penafsiran secara sengaja.

Keinginan untuk meneguhkan tekad dalam memelihara kemurnian Alquran, mengemuka pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran yang diselenggarakan Departemen Agama (Depag) RI di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, 23-25 Maret lalu. Tercatat sebanyak 97 ulama dan pakar ilmu Alquran mengikuti kegiatan ini.

Para peserta sepakat, bahwa kemurnian Alquran harus dijaga, baik tulisan Arab-nya maupun penafsirannya. Seperti dikatakan Kepala Litbang dan Diklat Departemen Agama Prof Dr H Atho Mudzhar, pemerintah (umara) dan umat Islam Indonesia telah menaruh perhatian besar terhadap upaya ini.

Hal itu dikonkretkan dengan pembentukan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, tim penerjemah Alquran serta penulisan tafsirnya. Tak ketinggalan adanya lembaga pendidikan dan pengajaran Alquran serta penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).

Lebih lanjut diungkapkan, dari penelitian, kini terdapat sekitar 251 naskah Alquran kuno yang tersimpan, baik di museum-museum daerah maupun perorangan. Ini membuktikan bahwa Alquran akan tetap terpelihara, baik melalui hafalan para penghafal Alquran maupun penulisan kembali yang dilakukan secara terus menerus.

Sebenarnya, usaha menjaga berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan Alquran, sudah intensif diupayakan sejak tahun 1957. Kala itu, dibentuklah suatu lembaga semacam kepanitiaan untuk me-nashih setiap mushaf Alquran yang akan dicetak dan diedarkan ke masyarakat.

Lembaga ini bernama Lajnah Pentashihah Mushaf Alquran. Lantaran tugasnya semakin berat, sejak tahun 2007 lajnah lantas dinaikkan posisinya sebagai institusi sendiri dalam organisasi di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama.

Pada kesempatan sama, Menteri Agama Dr Muhammad Maftuh Basyuni menilai mukernas sangat penting dalam menjaring masukan dan saran dari para alim ulama dan pakar dalam menjaga kemurnian Alquran sekaligus pemasyarakatan Alquran. ''Khususnya dalam penyempurnaan tafsir Alquran yang dilakukan Depag,'' tegas dia.

Menag menekankan, selain menjadi kewajiban umat Islam di seluruh dunia untuk memelihara ayat Alquran, tugas berat juga diamanatkan kepada lembaga-lembaga dengan kompetensi yang di dalamnya ditetapkan para ahli di bidangnya baik dari segi tahfiz, rasm, tanda baca, tanda waqaf, qiraat, tajwid, terjamah, tafsir, dan ulumul Quran.

Mengawal pemahaman

Lebih lanjut Menag mengingatkan, titik krusial dalam teks keagamaan adalah pada penafsirannya, terutama yang terkait dengan pola hubungan antara lafal dan makna. Tidak jarang ditemukan pemahaman keagamaan yang begitu ketat dan literal, bahkan terkadang menyulitkan, namun tidak sedikit juga ditemukan pemahaman yang begitu longgar bahkan liberal.

''Oleh karena itu, tugas berat para ulama adalah mengawal pemahaman teks-teks keagamaan tersebut agar tetap benar dan baik, terhindar dari segala bentuk penyelewengan,'' tandas Maftuh.

Terlalu berpegang pada lahir teks dan mengesampingkan maslahat atau maksud di balik teks, jelas Maftuh, bakal berakibat pada kesan syariat Islam tidak sejalan dengan perkembangan zaman dan jumud (kaku) dalam menyikapi persoalan.

''Sebaliknya, terlampau jauh menyelami makna batin akan berakibat pada upaya menggugurkan berbagai ketentuan syariat. Keduanya merupakan kesalahan dan penyelewengan yang tidak dapat ditolerir,'' paparnya.

Di tengah masyarakat global yang plural seperti saat ini, menurut Menag, diperlukan sebuah metode yang menengahi keduanya. Yakni tetap mempertimbangkan perkembangan zaman dan maslahat manusia tanpa menggugurkan makna lahir teks.

Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Nangroe Aceh Darussalam --sederajat MUI (Majelis Ulama Indonesia) Prof Dr Muslim Ibrahim MA sependapat bahwa tugas ulama dan seluruh umat Islam untuk menjaga kemurnian ayat-ayat suci Alquran, baik dari segi penulisan, terjemah, pemahaman dan sebagainya.

''Kemurnian Alquran harus kita jaga, baik tulisan Arabnya maupun penafsirannya,'' tegas dia. dam/taq

http://www.republika.co.id/berita/41877/Menjaga_Kemurnian_Alquran_Tugas_Segenap_Umat

No comments:

Post a Comment