Berharap Al Kautsar Dari Allah
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)“. (Al-Kautsar: 1-3)
Surah Al-Kautsar merupakan surah yang terpendek dalam Al-Qur’an yang hanya terdiri dari tiga ayat bersama dua surah lainnya, yaitu surah An-Nashr dan surah Al-Ashr. Namun susunan kalimat surah ini jelas lebih pendek dari keduanya. Karena pendeknya, para ulama menyimpulkan bahwa surah ini merupakan tantangan minimal kepada orang Arab untuk membuat semisal Al-Qur’an. Dan ternyata mereka tidak mampu dan memang tidak akan mampu selama-lamanya meskipun saling bergandeng bahu antara manusia dan jin, karena agungnya mu’jizat Al-Qur’an walaupun pada surah yang paling pendek, sehingga I’jazul Qur’an -kemukjizatan Al Qur’an- berlaku pada surah yang panjang dan yang terpendek sekalipun.
Berdasarkan khithab (sasaran)nya, surah ini menurut Sayyid Quthb murni ditujukan khusus kepada Rasulullah, seperti juga surah Asy-Syarh dan surah Ad-Duha. Inti dari ketiga surah ini memang untuk menghibur dan menjanjikan kebaikan yang banyak kepada Rasulullah saw serta mengarahkan beliau agar senantiasa bersyukur atas segalanya. Pada masa yang sama, surah ini sekaligus mengancam para musuhnya dengan pemutusan dari rahmat Allah swt.
Masih menurut Sayyid Quthb surah ini memberi gambaran aktual tentang kehidupan seorang da’i (Rasulullah) pada permulaan dakwah di Mekah yang mendapat tantangan dan hinaan sehingga Allah berkehendak untuk memberinya khabar gembira dan mengokohkan misi dakwahnya dengan jaminan kebaikan dalam bentuk ‘Al-Kautsar’ yang tiada terhingga. Gambaran aktual ini bisa difahami dari sebab turun surah Al-Kautsar seperti yang dikemukakan oleh As-Suyuthi bahwa ketika putra Nabi Muhammad meninggal, orang-orang musyrik di antaranya Abu Jahal, Al-Walid bin Mughirah dan Al-Wa’il bin Al-’Ash mencemooh nabi dengan mengatakan, “Telah terputus keturunan Muhammad”. Ada lagi yg mengatakan: “Biarkan saja dia. Dia akan mati tanpa pelanjut dan berakhir urusannya”. Nabi cukup sedih mendengar ucapan mereka, maka turunlah surah ini untuk membantah sekaligus menghibur Rasulullah bahwa beliau tidak seperti yang mereka duga.
Demikian hakikatnya, seorang da’i akan senantiasa dipelihara oleh Allah dan mendapat janji dan jaminan kebaikan di dunia dan di akhirat. Hal ini tentu sebanding dengan pengorbanan dan perjuangannya yang tidak pernah mengenal lelah dan batas waktu serta usia. Hanya dengan berdakwah -dalam arti yang luas- seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw pada sejarah surah ini, seseorang akan meraih kebaikan yang banyak (Al-Kautsar).
Secara bahasa, Al-Kautsar merupakan kata bentukan dari Al-Katsrah yang berarti banyak tak terbatas. Namun terdapat beberapa pengertian tentang makna Al-Kautsar yang kesemuanya berkisar pada kebaikan yang banyak (Al-Khair Al-Katsir). Ikrimah misalnya memahami Al-Kautsar sebagai karunia kenabian (nubuwwah). Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa ia adalah Al-Qur’an. Abu Bakar bin Iyash memahami makna Al-Kautsar dengan banyaknya sahabat dan umat pengikutnya dan lain sebagainya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Sa’id bin Jubair pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang maksud Al-Kautsar berdasarkan pandangan mayoritas sahabat yang menyebut bahwa artinya adalah sungai di dalam syurga yang bernama kautsar yang dikhususkan untuk Rasulullah saw. Maka Ibnu Abbas menjawab bahwa telaga kautsar merupakan bagian dari kebaikan yang banyak (Al-Khair Al-Katsir).
Terkait dengan penjelasan diatas, Imam Muslim menukil kronologis turunnya surah ini beserta maksud dari Al-Kautsar. Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw tiba-tiba terdiam sebentar seolah-olah pingsan kemudian bangkit dan menengadahkan wajahnya ke langit sambil tersenyum. Melihat hal itu, para sahabat bertanya, “Apakah yang membuat engkau tersenyum wahai Rasulullah?”. Rasulullah saw bersabda, “Telah turun kepadaku sebentar tadi sebuah surah.
Lantas Rasulullah membaca surah Al-Kautsar dengan lengkap dan bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan Al-Kautsar?”. Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasulullah bersabda, “Ia adalah sebuah sungai di syurga yang dijanjikan Allah untukku. Di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak. Ia juga adalah telaga tempat umatku akan meminum daripadanya pada hari kiamat”.
Secara korelatif, keserasian surah ini dengan surah sebelumnya sangatlah jelas. Dalam surah Al-Ma’un digambarkan empat sifat Munafik yang ketara, yaitu: sangat bakhil dengan harta, ringan meninggalkan sholat, bersikap riya’ dan selalu menghindar dan menghalangi orang lain memberi bantuan kepada yang membutuhkan. Sedangkan dalam surah Al-Kautsar diperintahkan lawan dari sikap tersebut, yaitu mendirikan shalat dengan baik sebagai tanda syukur (Fasholli), senantiasa ikhlas dalam berbuat (Lirabbik) dan siap serta ringan memberi santunan kepada orang (wanhar).
Al-Biqa’i menuturkan bahwa Surah Al-Ma’un yang dinamakan juga dengan surah Ad-Din banyak menyebutkan tentang perilaku yang buruk dan akhlak yang tidak terpuji yang harus dihindari, sehingga sangat sesuai jika surah setelahnya berbicara tentang karunia nikmat yang besar yang disediakan bagi mereka yang mampu mensinergikan antara shalat (Fasholli) dan memberi bantuan kepada orang lain (wanhar) dengan tidak berbuat riya’ dalam menjalankan keduanya.
Sehingga dapat dirumuskan bahwa setelah Rasulullah menerima nikmat yang banyak yang melimpah ruah, Allah mengarahkannya untuk senantiasa mensyukuri nikmat tersebut dengan memenuhi haknya, yaitu: pertama, Keikhlasan dalam beribadah dan mengabdi kepada Allah, terutama sholat. Dan kedua, Membangun hubungan baik dengan siapapun melalui jalan memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Sungguh sinergi dan kesepaduan antara ibadah shalat yang mewakili ibadah mahdah yang paling utama dan perintah menjaga hubungan baik dengan sesama yang pada hakikatnya merupakan nilai dan natijah -hasil atau buah- dari ibadah mahdah merupakan dua hal yang selalu disebutkan secara berdampingan oleh Al-Qur’an seperti dalam surah Al-Ma’un dan dalam surah Al-Kautsar ini. Justru ketidakmampuan seseorang mengimplementasikan kedua hak tersebut dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi penghalang dari meraih kebaikan yang banyak (Al-Kautsar).
Dalam konteks yang lain, karena surah ini khusus ditujukan sasarannya untuk Rasulullah, maka memelihara dan mengamalkan sunnah Rasulullah merupakan pintu untuk meraih kebaikan yang banyak, sedangkan sebaliknya menurut Al-Maraghi kebencian terhadap sunnah dan ajaran Rasulullah yang diisyaratkan dengan ungkapan ‘inna syani’aka’, demikian juga kebencian terhadap pribadinya bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kelompok yang disebut sebagai ‘abtar’ yang terputus dari segala kebaikan dan rahmat Allah swt.
Demikian agung posisi Rasulullah di mata Allah yang harus terus dijaga dan dipelihara sebagai bagian dari implementasi dari firman Allah swt, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Ali Imran: 31).
Hanya dengan semangat ‘ittiba’ dan ‘ta’assi’ -meneladani- beliau, dakwah ini akan senantiasa mendapat keberkahan dan kebaikan yang besar dari Allah swt. Amin. Allahu A’lam
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
http://www.dakwatuna.com/2008/berharap-al-kautsar-dari-allah/
Surah Al-Kautsar merupakan surah yang terpendek dalam Al-Qur’an yang hanya terdiri dari tiga ayat bersama dua surah lainnya, yaitu surah An-Nashr dan surah Al-Ashr. Namun susunan kalimat surah ini jelas lebih pendek dari keduanya. Karena pendeknya, para ulama menyimpulkan bahwa surah ini merupakan tantangan minimal kepada orang Arab untuk membuat semisal Al-Qur’an. Dan ternyata mereka tidak mampu dan memang tidak akan mampu selama-lamanya meskipun saling bergandeng bahu antara manusia dan jin, karena agungnya mu’jizat Al-Qur’an walaupun pada surah yang paling pendek, sehingga I’jazul Qur’an -kemukjizatan Al Qur’an- berlaku pada surah yang panjang dan yang terpendek sekalipun.
Berdasarkan khithab (sasaran)nya, surah ini menurut Sayyid Quthb murni ditujukan khusus kepada Rasulullah, seperti juga surah Asy-Syarh dan surah Ad-Duha. Inti dari ketiga surah ini memang untuk menghibur dan menjanjikan kebaikan yang banyak kepada Rasulullah saw serta mengarahkan beliau agar senantiasa bersyukur atas segalanya. Pada masa yang sama, surah ini sekaligus mengancam para musuhnya dengan pemutusan dari rahmat Allah swt.
Masih menurut Sayyid Quthb surah ini memberi gambaran aktual tentang kehidupan seorang da’i (Rasulullah) pada permulaan dakwah di Mekah yang mendapat tantangan dan hinaan sehingga Allah berkehendak untuk memberinya khabar gembira dan mengokohkan misi dakwahnya dengan jaminan kebaikan dalam bentuk ‘Al-Kautsar’ yang tiada terhingga. Gambaran aktual ini bisa difahami dari sebab turun surah Al-Kautsar seperti yang dikemukakan oleh As-Suyuthi bahwa ketika putra Nabi Muhammad meninggal, orang-orang musyrik di antaranya Abu Jahal, Al-Walid bin Mughirah dan Al-Wa’il bin Al-’Ash mencemooh nabi dengan mengatakan, “Telah terputus keturunan Muhammad”. Ada lagi yg mengatakan: “Biarkan saja dia. Dia akan mati tanpa pelanjut dan berakhir urusannya”. Nabi cukup sedih mendengar ucapan mereka, maka turunlah surah ini untuk membantah sekaligus menghibur Rasulullah bahwa beliau tidak seperti yang mereka duga.
Demikian hakikatnya, seorang da’i akan senantiasa dipelihara oleh Allah dan mendapat janji dan jaminan kebaikan di dunia dan di akhirat. Hal ini tentu sebanding dengan pengorbanan dan perjuangannya yang tidak pernah mengenal lelah dan batas waktu serta usia. Hanya dengan berdakwah -dalam arti yang luas- seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw pada sejarah surah ini, seseorang akan meraih kebaikan yang banyak (Al-Kautsar).
Secara bahasa, Al-Kautsar merupakan kata bentukan dari Al-Katsrah yang berarti banyak tak terbatas. Namun terdapat beberapa pengertian tentang makna Al-Kautsar yang kesemuanya berkisar pada kebaikan yang banyak (Al-Khair Al-Katsir). Ikrimah misalnya memahami Al-Kautsar sebagai karunia kenabian (nubuwwah). Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa ia adalah Al-Qur’an. Abu Bakar bin Iyash memahami makna Al-Kautsar dengan banyaknya sahabat dan umat pengikutnya dan lain sebagainya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Sa’id bin Jubair pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang maksud Al-Kautsar berdasarkan pandangan mayoritas sahabat yang menyebut bahwa artinya adalah sungai di dalam syurga yang bernama kautsar yang dikhususkan untuk Rasulullah saw. Maka Ibnu Abbas menjawab bahwa telaga kautsar merupakan bagian dari kebaikan yang banyak (Al-Khair Al-Katsir).
Terkait dengan penjelasan diatas, Imam Muslim menukil kronologis turunnya surah ini beserta maksud dari Al-Kautsar. Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw tiba-tiba terdiam sebentar seolah-olah pingsan kemudian bangkit dan menengadahkan wajahnya ke langit sambil tersenyum. Melihat hal itu, para sahabat bertanya, “Apakah yang membuat engkau tersenyum wahai Rasulullah?”. Rasulullah saw bersabda, “Telah turun kepadaku sebentar tadi sebuah surah.
Lantas Rasulullah membaca surah Al-Kautsar dengan lengkap dan bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan Al-Kautsar?”. Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasulullah bersabda, “Ia adalah sebuah sungai di syurga yang dijanjikan Allah untukku. Di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak. Ia juga adalah telaga tempat umatku akan meminum daripadanya pada hari kiamat”.
Secara korelatif, keserasian surah ini dengan surah sebelumnya sangatlah jelas. Dalam surah Al-Ma’un digambarkan empat sifat Munafik yang ketara, yaitu: sangat bakhil dengan harta, ringan meninggalkan sholat, bersikap riya’ dan selalu menghindar dan menghalangi orang lain memberi bantuan kepada yang membutuhkan. Sedangkan dalam surah Al-Kautsar diperintahkan lawan dari sikap tersebut, yaitu mendirikan shalat dengan baik sebagai tanda syukur (Fasholli), senantiasa ikhlas dalam berbuat (Lirabbik) dan siap serta ringan memberi santunan kepada orang (wanhar).
Al-Biqa’i menuturkan bahwa Surah Al-Ma’un yang dinamakan juga dengan surah Ad-Din banyak menyebutkan tentang perilaku yang buruk dan akhlak yang tidak terpuji yang harus dihindari, sehingga sangat sesuai jika surah setelahnya berbicara tentang karunia nikmat yang besar yang disediakan bagi mereka yang mampu mensinergikan antara shalat (Fasholli) dan memberi bantuan kepada orang lain (wanhar) dengan tidak berbuat riya’ dalam menjalankan keduanya.
Sehingga dapat dirumuskan bahwa setelah Rasulullah menerima nikmat yang banyak yang melimpah ruah, Allah mengarahkannya untuk senantiasa mensyukuri nikmat tersebut dengan memenuhi haknya, yaitu: pertama, Keikhlasan dalam beribadah dan mengabdi kepada Allah, terutama sholat. Dan kedua, Membangun hubungan baik dengan siapapun melalui jalan memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Sungguh sinergi dan kesepaduan antara ibadah shalat yang mewakili ibadah mahdah yang paling utama dan perintah menjaga hubungan baik dengan sesama yang pada hakikatnya merupakan nilai dan natijah -hasil atau buah- dari ibadah mahdah merupakan dua hal yang selalu disebutkan secara berdampingan oleh Al-Qur’an seperti dalam surah Al-Ma’un dan dalam surah Al-Kautsar ini. Justru ketidakmampuan seseorang mengimplementasikan kedua hak tersebut dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi penghalang dari meraih kebaikan yang banyak (Al-Kautsar).
Dalam konteks yang lain, karena surah ini khusus ditujukan sasarannya untuk Rasulullah, maka memelihara dan mengamalkan sunnah Rasulullah merupakan pintu untuk meraih kebaikan yang banyak, sedangkan sebaliknya menurut Al-Maraghi kebencian terhadap sunnah dan ajaran Rasulullah yang diisyaratkan dengan ungkapan ‘inna syani’aka’, demikian juga kebencian terhadap pribadinya bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kelompok yang disebut sebagai ‘abtar’ yang terputus dari segala kebaikan dan rahmat Allah swt.
Demikian agung posisi Rasulullah di mata Allah yang harus terus dijaga dan dipelihara sebagai bagian dari implementasi dari firman Allah swt, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Ali Imran: 31).
Hanya dengan semangat ‘ittiba’ dan ‘ta’assi’ -meneladani- beliau, dakwah ini akan senantiasa mendapat keberkahan dan kebaikan yang besar dari Allah swt. Amin. Allahu A’lam
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
http://www.dakwatuna.com/2008/berharap-al-kautsar-dari-allah/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment