5 Hadits Tentang Tetangga
Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin, sesuai kemampuan seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasehat terbaik, mendoakannya semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan–, jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan kesalahan.
Wasiat Rasulullah saw. tentang tetangga
عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” ما زال جبريل يوصيني بالجار ن حتى ظننت أنه سيورثه ” رواه البخاري . ومسلم . وأبو داود . وابن ماجه . الترمذي
Dari Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersada, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Kata الوصاءة dengan wawu dibaca fathah, bersama dengan shad tanpa titik dan dibaca panjang, lalu hamzah sesudahnya, adalah bentuk lain dari kata الوصية (wasiat), demikian juga dengan الوصاية mengganti ya’ pada posisi hamzah.
Kalimat يوصيني بالجار “berwasiat kepadaku tentang tetangga” tanpa dibedakan kafir atau muslim, ahli ibadah atau ahli maksiat, setia atau memusuhi, kenal baik atau masing asing, menguntungkan atau merugikan, keluarga dekat atau orang lain, dekat rumah atau jauh.
حتى ظننت أنه سيورثه Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku –berdasarkan perintah Allah–, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga lainnya, dengan menjadikannya bersama-sama dalam harta, sesuai dengan bagian yang ditentukan dalam pembagian waris.
Al Bukhari meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir r.a., dari Rasulullah saw. dengan kalimat: ” ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه يجعل له ميراثاً ” Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.
At-Thabrani meriwayatkan dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersabda:
” الجيران ثلاثة : جار له حق ، وهو المشرك : له حق الجوار ، وجار له حقان ، وهو المسلم : له حق الجوار وحق الإسلام ، وجار له ثلاثة حقوق : جار مسلم له رحم ، له حق الجوار ، والإسلام ، والرحم
“Tetangga itu ada tiga macam: tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Dan tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki hubungan kerabat; ia memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturrahim.”
Aisyah r.a. meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.
At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad dhaif (lemah) dari Ka’ab bin Malik r.a., dari Nabi Muhammad saw: ” ألا إن أربعين دار جار ” “Ingatlah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga.”
Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin, sesuai kemampuan seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasehat terbaik, mendoakannya semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan–, jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan kesalahan.
Hadits ini dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu tetangga adalah di antara dosa besar.
Dosa orang yang tetangganya tidak aman dari ganggunannya
عَنْ أبي شُرَيْحٍ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ أنَّ النَّبِيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ قالَ : ” وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . قِيلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قالَ : الَّذِي لا يَأمَنُ
جَارُهُ بَوَائِقُهُ ” .رواه البخاري
Dari Abu Syuraih r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya, “Siapa itu, Ya Rasulallah?” Jawab Nabi, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Bukhari)
Kata بوائقه bentuk jamak dari kata بائقة -ba’ dan qaf- berarti: bencana, pencurian, kejahatan, hal-hal yang membahayakan, hal-hal yang menjadi pelampiasan kebenciannya.
عن أبي شريح dengan syin dibaca dhammah, ra’ dibaca fathah, diakhiri dengan ha’ tanpa titik, yang dimaksud adalah Khuwailid A- Khuza’iy as-Shahabiy.
والله لا يؤمن diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau hilang iman sama sekali bagi yang menganggapnya halal, atau ia tidak mendapatkan balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga sejak awal. Pengulangan ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.
قِيْلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ Dalam Fathul Bari, Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa dialah yang bertanya. Rasulullah saw menjawab: الَّذِي لا يَأمَن جَارُهُ بَوَائِقُهُ
Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak tetangga. Sehingga Rasulullah saw. harus bersumpah tiga kali, menafikan iman orang yang mengganggu tetangganya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Larangan meremehkan hadiah dari tetangga
عن أبي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قالَ : كَانَ النَّبِيُّ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ يَقُوْلُ :
” يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ ” . رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Haurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Wahai para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing.” (Bukhari dan Muslim)
حقر أي استصغار berarti meremehkan, seperti kata: احتقار والاستحقار
يا نساء المسلمات mermakna “wahai wanita-wanita muslimah”, bentuk إضافة الموصوف إلى صفته idhafah (penyandaran) maushuf (yang diterangkan) kepada sifat.
Atau bermakna lain: يا فاضلات المسلمات “wahai para pemuka muslimah”, seperti ungkapan Arab يا رجال القوم : أي يا أفضلهم wahai para pemimpin kaum, artinya para pemuka mereka.
لا تحقرن dengan qaf dibaca kasrah, artinya jangan meremehkan, menganggap kecil.
” جارة ” هديةً ” لجارتها ” tetangga memberikan hadiah pada tetangga lainnya. Atau meremehkan hadiah dari tetangganya -lam- bermakna -min- sehingga kemungkinan makna larangan itu pada pemberi atau penerima, sedangkan” ولو ” كانت الهديةmeskipun hadiah itu berupa kaki kambing ” فرسن شاة ” fa’ dibaca kasrah, ra’ dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas telapak/tumit.
Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya, meskipun hadiah itu pada umumnya kurang berguna, atau tidak berkenan dan tidak bernilai di hati. Karena itulah tetangga dapat memberikan dan menerima hadiah yang ada meskipun kecil nilainya. Hal ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Dengan ini pula kebiasaan memberikan hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga karena dengan sesuatu yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin maupun kaya, dapat membuahkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula tidak diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara mereka. Penyebutan larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat bereaksi dalam cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan perhatian, agar dapat menghindarkan diri dari larangan itu, menghilangkan kebenciaan antara mereka dan mempertahankan rasa cinta antar mereka.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk mempertahankan rasa cinta antara mereka.
Jika beriman, jangan sakiti tetangga
عن أبي هريرة ـ رضي الله عنه ـ قال : قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فلا يؤذ جاره ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليكرم ضيفه ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “ رواه البخاري ومسلم ، وابن ماجه
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر” أي إيمانا كاملاً barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, artinya iman yang sempurna.
Penyebutan hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena keduanya merupakan permulaan dan penghabisan. Maksudnya, beriman dengan Penciptanya dan hari mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.
فلا يؤذ جاره berarti “maka jangan menyakiti tetangganya.” Tidak menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, mencegah hal-hal yang membahayakannya.
فليكرم ضيفه berarti “hendaklah memuliakan tamunya” dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan hidangan yang tersedia dan terjangkau.
فليقل خيراً أو ليصمت hendaklah berkata baik atau diam dari ucapan buruk. Sebab, perkataan itu hanya dapat digolongkan menjadi dua golongan, baik atau buruk.
Hadits ini berisi tiga hal penting yang menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau perkataan. Dua pertama dari perbuatan itu adalah berisi takhalliy (pengosongan diri) dari sifat tercela, dan tahalliy (berhias diri) dengan akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq qauliyah (ucapan).
Kesimpulannya, kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada sesama makhluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan apa yang membahayakan; antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.
Hak tetangga yang lebih dekat pintunya
عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ قالت : يا رسول الله ، إن لي جارين ، فإلى أيهما
أُهدي ؟ قال : ” إلى أقربهما منك باباً “ رواه البخاري
Dari Aisyah r.a. berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga. Kepada tetangga yang manakah aku berikan hadiah?” Jawab Nabi, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat denganmu.” (Bukhari)
Hadits ini masuk dalam باب حق الجوار في قرب الأبواب Bab hak tetangga yang lebih dekat pintunya. Maksudnya, barangsiapa yang pintunya lebih dekat, maka ia yang lebih berhak. Karena ia yang melihat apa yang keluar masuk dari rumah tetangganya; berupa hadiah atau yang lainnya, sehingga kemungkinan ada harapan dan keinginan, berbeda dengan yang jauh pintunya.
Pada أهدى hamzah dibaca dhammah dari kata Al Ihda’.
Rasulullah saw. menjawab, إلى أقربهما منك باباً kepada yang lebih dekat pintunya. Karena ia melihat keadaan tetangga dan keperluannya. Tetangga yang lebih dekat yang lebih cepat menyahut jika dipanggil, ketika tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika terlena.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti kedekatan pintunya. Yang lebih dekat pintunya yang lebih dipriorotaskan dari sebelahnya, demikian seterusnya.
http://www.dakwatuna.com/2008/5-hadits-tentang-tetangga/
Wasiat Rasulullah saw. tentang tetangga
عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” ما زال جبريل يوصيني بالجار ن حتى ظننت أنه سيورثه ” رواه البخاري . ومسلم . وأبو داود . وابن ماجه . الترمذي
Dari Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersada, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Kata الوصاءة dengan wawu dibaca fathah, bersama dengan shad tanpa titik dan dibaca panjang, lalu hamzah sesudahnya, adalah bentuk lain dari kata الوصية (wasiat), demikian juga dengan الوصاية mengganti ya’ pada posisi hamzah.
Kalimat يوصيني بالجار “berwasiat kepadaku tentang tetangga” tanpa dibedakan kafir atau muslim, ahli ibadah atau ahli maksiat, setia atau memusuhi, kenal baik atau masing asing, menguntungkan atau merugikan, keluarga dekat atau orang lain, dekat rumah atau jauh.
حتى ظننت أنه سيورثه Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku –berdasarkan perintah Allah–, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga lainnya, dengan menjadikannya bersama-sama dalam harta, sesuai dengan bagian yang ditentukan dalam pembagian waris.
Al Bukhari meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir r.a., dari Rasulullah saw. dengan kalimat: ” ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه يجعل له ميراثاً ” Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.
At-Thabrani meriwayatkan dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersabda:
” الجيران ثلاثة : جار له حق ، وهو المشرك : له حق الجوار ، وجار له حقان ، وهو المسلم : له حق الجوار وحق الإسلام ، وجار له ثلاثة حقوق : جار مسلم له رحم ، له حق الجوار ، والإسلام ، والرحم
“Tetangga itu ada tiga macam: tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Dan tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki hubungan kerabat; ia memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturrahim.”
Aisyah r.a. meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.
At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad dhaif (lemah) dari Ka’ab bin Malik r.a., dari Nabi Muhammad saw: ” ألا إن أربعين دار جار ” “Ingatlah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga.”
Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin, sesuai kemampuan seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasehat terbaik, mendoakannya semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan–, jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan kesalahan.
Hadits ini dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu tetangga adalah di antara dosa besar.
Dosa orang yang tetangganya tidak aman dari ganggunannya
عَنْ أبي شُرَيْحٍ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ أنَّ النَّبِيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ قالَ : ” وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . وَاللهِ لا يُؤْمِنُ . قِيلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قالَ : الَّذِي لا يَأمَنُ
جَارُهُ بَوَائِقُهُ ” .رواه البخاري
Dari Abu Syuraih r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya, “Siapa itu, Ya Rasulallah?” Jawab Nabi, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Bukhari)
Kata بوائقه bentuk jamak dari kata بائقة -ba’ dan qaf- berarti: bencana, pencurian, kejahatan, hal-hal yang membahayakan, hal-hal yang menjadi pelampiasan kebenciannya.
عن أبي شريح dengan syin dibaca dhammah, ra’ dibaca fathah, diakhiri dengan ha’ tanpa titik, yang dimaksud adalah Khuwailid A- Khuza’iy as-Shahabiy.
والله لا يؤمن diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau hilang iman sama sekali bagi yang menganggapnya halal, atau ia tidak mendapatkan balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga sejak awal. Pengulangan ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.
قِيْلَ : مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ Dalam Fathul Bari, Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa dialah yang bertanya. Rasulullah saw menjawab: الَّذِي لا يَأمَن جَارُهُ بَوَائِقُهُ
Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak tetangga. Sehingga Rasulullah saw. harus bersumpah tiga kali, menafikan iman orang yang mengganggu tetangganya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Larangan meremehkan hadiah dari tetangga
عن أبي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قالَ : كَانَ النَّبِيُّ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ يَقُوْلُ :
” يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ ” . رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Haurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Wahai para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing.” (Bukhari dan Muslim)
حقر أي استصغار berarti meremehkan, seperti kata: احتقار والاستحقار
يا نساء المسلمات mermakna “wahai wanita-wanita muslimah”, bentuk إضافة الموصوف إلى صفته idhafah (penyandaran) maushuf (yang diterangkan) kepada sifat.
Atau bermakna lain: يا فاضلات المسلمات “wahai para pemuka muslimah”, seperti ungkapan Arab يا رجال القوم : أي يا أفضلهم wahai para pemimpin kaum, artinya para pemuka mereka.
لا تحقرن dengan qaf dibaca kasrah, artinya jangan meremehkan, menganggap kecil.
” جارة ” هديةً ” لجارتها ” tetangga memberikan hadiah pada tetangga lainnya. Atau meremehkan hadiah dari tetangganya -lam- bermakna -min- sehingga kemungkinan makna larangan itu pada pemberi atau penerima, sedangkan” ولو ” كانت الهديةmeskipun hadiah itu berupa kaki kambing ” فرسن شاة ” fa’ dibaca kasrah, ra’ dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas telapak/tumit.
Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya, meskipun hadiah itu pada umumnya kurang berguna, atau tidak berkenan dan tidak bernilai di hati. Karena itulah tetangga dapat memberikan dan menerima hadiah yang ada meskipun kecil nilainya. Hal ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Dengan ini pula kebiasaan memberikan hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga karena dengan sesuatu yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin maupun kaya, dapat membuahkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula tidak diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara mereka. Penyebutan larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat bereaksi dalam cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan perhatian, agar dapat menghindarkan diri dari larangan itu, menghilangkan kebenciaan antara mereka dan mempertahankan rasa cinta antar mereka.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk mempertahankan rasa cinta antara mereka.
Jika beriman, jangan sakiti tetangga
عن أبي هريرة ـ رضي الله عنه ـ قال : قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فلا يؤذ جاره ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليكرم ضيفه ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “ رواه البخاري ومسلم ، وابن ماجه
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)
ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر” أي إيمانا كاملاً barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, artinya iman yang sempurna.
Penyebutan hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena keduanya merupakan permulaan dan penghabisan. Maksudnya, beriman dengan Penciptanya dan hari mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.
فلا يؤذ جاره berarti “maka jangan menyakiti tetangganya.” Tidak menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, mencegah hal-hal yang membahayakannya.
فليكرم ضيفه berarti “hendaklah memuliakan tamunya” dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan hidangan yang tersedia dan terjangkau.
فليقل خيراً أو ليصمت hendaklah berkata baik atau diam dari ucapan buruk. Sebab, perkataan itu hanya dapat digolongkan menjadi dua golongan, baik atau buruk.
Hadits ini berisi tiga hal penting yang menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau perkataan. Dua pertama dari perbuatan itu adalah berisi takhalliy (pengosongan diri) dari sifat tercela, dan tahalliy (berhias diri) dengan akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq qauliyah (ucapan).
Kesimpulannya, kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada sesama makhluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan apa yang membahayakan; antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.
Hak tetangga yang lebih dekat pintunya
عن عائشة ـ رضي الله عنها ـ قالت : يا رسول الله ، إن لي جارين ، فإلى أيهما
أُهدي ؟ قال : ” إلى أقربهما منك باباً “ رواه البخاري
Dari Aisyah r.a. berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga. Kepada tetangga yang manakah aku berikan hadiah?” Jawab Nabi, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat denganmu.” (Bukhari)
Hadits ini masuk dalam باب حق الجوار في قرب الأبواب Bab hak tetangga yang lebih dekat pintunya. Maksudnya, barangsiapa yang pintunya lebih dekat, maka ia yang lebih berhak. Karena ia yang melihat apa yang keluar masuk dari rumah tetangganya; berupa hadiah atau yang lainnya, sehingga kemungkinan ada harapan dan keinginan, berbeda dengan yang jauh pintunya.
Pada أهدى hamzah dibaca dhammah dari kata Al Ihda’.
Rasulullah saw. menjawab, إلى أقربهما منك باباً kepada yang lebih dekat pintunya. Karena ia melihat keadaan tetangga dan keperluannya. Tetangga yang lebih dekat yang lebih cepat menyahut jika dipanggil, ketika tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika terlena.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti kedekatan pintunya. Yang lebih dekat pintunya yang lebih dipriorotaskan dari sebelahnya, demikian seterusnya.
http://www.dakwatuna.com/2008/5-hadits-tentang-tetangga/
Perihal Iblis
Petunjuk al Qur-an
Bahwa sebenarnya perihal “Iblis”dengan gaya penampilan yang khas[qa34s2=al baqarah] yang ditetapkan sebagai “penghambat mental” terhadap jin dan manusia.Untuk itu maka Allah telah tetapkan garis besar langkahnya, sebagaimana tersebut dalam surah Al Isra’ 64,sebagai berikut:
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ
وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا .٦٤
“Dan arahkanlah siapapun yang engkau mampui daripada nereka dengan suara(rayuan)mu, dan kerahkanlah atas mereka dengan pasukan berkuda kamu dan pasukan jalan kaki, dan sekutukanlah mereka dalam hal harta dan anak-anak, dan berilah janji palsu kepada mereka, dan tiadalah syaithon itu berjanji kepada mereka melainkan tipu daya”
Ayat tersebut memberikan gambaran tentang “Pola Kerja Iblis” sebagai tim penguji,dalam wujud menejemennya disebut “jibti”, kemudian dalam sistemnya disebut “thoghut”.Yang merupakan hasungan dengan langkah pengendalian yang justru secara pasti mengundang kemurkaan Allah [qa51s4=an nisa];Inilah fakta terhadap ajaran dogmatic masa kini, dan membuat manusia mengalami proses de-humanisasi.
Pembahasan
Memahami terhadap keberadaan iblis,maka akan dapat mengetahui pula tentang sasaran dan tujuan daripada sifat-sifat iblis yang disebut”syaithon” yang berarti musuh kemanusiaan [qa60s36=yasin].Yang menyarangkan bisikan jahatnya kedalam nafsu manusia [qa118s4=an nisa];Inilah yang akan mengusik nafsu manusia untuk memenuhi kehendak hawanya[qa53s22=al hajj], Dan hal tersebut akan memunculkan dua versi yang “pro-active”peranannya, yaitu:
1. Orang-orang yang telah menerima kutukan melalui lidah nabi Daud dan lidah nabi Isa, kemudian mereka melakukan aktivitasnya melalui “bentuk ketata laksanan bagi tindak lanjut yang disebut Jibti” kemudian dalam petunjuk sistem pelaksanaan nya “menggunakan Sistem Thoghut” [qa51s4=an nisa].
2. Orang-orang yang berpenyakit hati, dan mereka terbagi dua:
* Mereka yang tergolong sebagai nifaq, yaitu orang yang ada keberfihakan dengan kekufuran[qa91s4=an nisa].
* Mereka yang terkondisi sebagai obscurantis(menggebu buta), dikarenakan oleh faktor jahiliyah tradisional[qa21s31=luqman], sehingga sebagian besar mereka itu dapat diperalat oleh orang-orang yang memusuhi Kebenaran Dinullah melalui perencanan yang beralibi[qa48-49s27=an naml].
Untuk selanjutnya, sebagai langkah terprogram”rencana jahat”yang mereka upayakan dan lakukan antara lain adalah:
1. Dengan membawa isu global(:mendunia), mereka berupaya merusak tatanan, ekonomi, perempuan, dan generasi[qa104-206s2=al baqarah].
2. Dalam upaya untuk menjajah jiwa, fikiran, dan budaya, maka dengan penuh antusias melakukan program proyek pemurtadan[qa109s2=al baqarah].Dan hal ini akan dapat memunculkan“Kecemasan dan Depressi” (:Anxiety and Depression), dan bermunculan berbagai corak kehidupan spekulatif.
Begitulah perihal iblis dengan segala liku gerakan dan gebrakan, sebagai tim penguji ummat manusia.Dan hal tersebut secara pasti dapat terjawab dan terantisipasi oleh”Tim Spesialis (:Mession) dari Allah”[qa110s3=ali imron] dengan melalui proses tadabbur al Qur-an dalam kebersamaan yang tergambar dalam tata kehidupan berjama’ah[qa24s47=Muhammad], dan rencana Allah adalah unggulan diatas segalan rencana[qa50s27=an naml].
Written by mubarki
www.al-ulama.net
Bahwa sebenarnya perihal “Iblis”dengan gaya penampilan yang khas[qa34s2=al baqarah] yang ditetapkan sebagai “penghambat mental” terhadap jin dan manusia.Untuk itu maka Allah telah tetapkan garis besar langkahnya, sebagaimana tersebut dalam surah Al Isra’ 64,sebagai berikut:
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ
وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا .٦٤
“Dan arahkanlah siapapun yang engkau mampui daripada nereka dengan suara(rayuan)mu, dan kerahkanlah atas mereka dengan pasukan berkuda kamu dan pasukan jalan kaki, dan sekutukanlah mereka dalam hal harta dan anak-anak, dan berilah janji palsu kepada mereka, dan tiadalah syaithon itu berjanji kepada mereka melainkan tipu daya”
Ayat tersebut memberikan gambaran tentang “Pola Kerja Iblis” sebagai tim penguji,dalam wujud menejemennya disebut “jibti”, kemudian dalam sistemnya disebut “thoghut”.Yang merupakan hasungan dengan langkah pengendalian yang justru secara pasti mengundang kemurkaan Allah [qa51s4=an nisa];Inilah fakta terhadap ajaran dogmatic masa kini, dan membuat manusia mengalami proses de-humanisasi.
Pembahasan
Memahami terhadap keberadaan iblis,maka akan dapat mengetahui pula tentang sasaran dan tujuan daripada sifat-sifat iblis yang disebut”syaithon” yang berarti musuh kemanusiaan [qa60s36=yasin].Yang menyarangkan bisikan jahatnya kedalam nafsu manusia [qa118s4=an nisa];Inilah yang akan mengusik nafsu manusia untuk memenuhi kehendak hawanya[qa53s22=al hajj], Dan hal tersebut akan memunculkan dua versi yang “pro-active”peranannya, yaitu:
1. Orang-orang yang telah menerima kutukan melalui lidah nabi Daud dan lidah nabi Isa, kemudian mereka melakukan aktivitasnya melalui “bentuk ketata laksanan bagi tindak lanjut yang disebut Jibti” kemudian dalam petunjuk sistem pelaksanaan nya “menggunakan Sistem Thoghut” [qa51s4=an nisa].
2. Orang-orang yang berpenyakit hati, dan mereka terbagi dua:
* Mereka yang tergolong sebagai nifaq, yaitu orang yang ada keberfihakan dengan kekufuran[qa91s4=an nisa].
* Mereka yang terkondisi sebagai obscurantis(menggebu buta), dikarenakan oleh faktor jahiliyah tradisional[qa21s31=luqman], sehingga sebagian besar mereka itu dapat diperalat oleh orang-orang yang memusuhi Kebenaran Dinullah melalui perencanan yang beralibi[qa48-49s27=an naml].
Untuk selanjutnya, sebagai langkah terprogram”rencana jahat”yang mereka upayakan dan lakukan antara lain adalah:
1. Dengan membawa isu global(:mendunia), mereka berupaya merusak tatanan, ekonomi, perempuan, dan generasi[qa104-206s2=al baqarah].
2. Dalam upaya untuk menjajah jiwa, fikiran, dan budaya, maka dengan penuh antusias melakukan program proyek pemurtadan[qa109s2=al baqarah].Dan hal ini akan dapat memunculkan“Kecemasan dan Depressi” (:Anxiety and Depression), dan bermunculan berbagai corak kehidupan spekulatif.
Begitulah perihal iblis dengan segala liku gerakan dan gebrakan, sebagai tim penguji ummat manusia.Dan hal tersebut secara pasti dapat terjawab dan terantisipasi oleh”Tim Spesialis (:Mession) dari Allah”[qa110s3=ali imron] dengan melalui proses tadabbur al Qur-an dalam kebersamaan yang tergambar dalam tata kehidupan berjama’ah[qa24s47=Muhammad], dan rencana Allah adalah unggulan diatas segalan rencana[qa50s27=an naml].
Written by mubarki
www.al-ulama.net
Panduan Muthlaq
Petunjuk al Qur-an
Dengan mempelajari petunjuk al Qur-an surah Al Hujurat 7 sebagai berikut:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ
وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ .٧
“Dan ketahuilah ,bahwa ditengah-tengah kamu ada (Muhammad) sebagai utusan Allah, Kalau dia mengikuti (kehendak) kamu dalam kebanyakan urusan ,niscaya kamu akan mendapatkan kesulitan, tetapi Allah menjadi kan kamu cinta kepada keimanan, dan menghiaskannya dalam hati kamu, dan memberikan rasa kebencian kepada kamu terhadap kekufuran, dan kefasiqkan, dan kedurhakaan, mereka itulah orang-orang yang mengikuti Kebenaran”.
Ayat tersebut merupakan petunjuk yang jelas, bahwa dalam menghadapi berbagai masalah manusia dan kemanusiaan, maka Rasulullah “sebagai pembawa sistem dan strategi Kebenaran dari Allah”, yang wajib untuk diikuti, Karena dialah panduan dari Allah[qa21 s33=al ahzab], dan bersifat muthlaq untuk ditha’ati oleh hamba Allah yang beriman[qa64s4=an nisa].
Pembahasan
Sesungguhnya dalam memahami makna pengabdian, ada dua bentuk kepasrahan,yaitu:
1. Kepasrahan terhadap ketetapan Allah atas semesta alam.Bahwa kesemuanya tersebut bersifat ekzak, kemudian“fu-ad”(daya kemampuan berfikir / fikiran) akan segera menjadikannya sebagai sasaran penggarapan(-pengetahuan-) untuk diracik dan dirinci menjadi Kaidah Ilmiyah menuju Ilmu Terapan(teknologi).Untuk selanjutnya akan bertemu dengan “Tertib hukum atas Alam dan Batas Rasio”;Inilah yang disebut prosessing yang dilakukan oleh fu-ad(:rasio)[qa7s30=ar rum].
2. Kepasrahan terhadap ketetapan Allah dalam hal keummatan, bahwa manusia sebagai makhluq sosial, dengan ragam bangsa dan berqabilah-qabilah [qa13s49=al hujurat], untuk melaksanakan penataan berinteraksi selama hidup dalam dunia “wajib bertitik tolak kepada Allah dan Rasul” dan dilaksanakan dengan penuh kepasrahan hanya kepada Allah[qa12-13s64=at taghobun];Artinya bahwa dalam hal manusia dan kemanusiaan diatur dengan Ad-Din, dan bukan dengan fikiran. Manakala ada manusia yang memaksakan dengan fikiran dan menafikan Ad-Din, berarti mengalami krisis manusia modern(:De-Humanisasi)[qa23-24s45=al jatsiyah].Dan didalam gaya hidupnya termasuk kaum Hedonisme Intellectual [qa27s76 = ad dahr], dan secara pasti berkiblat kepada Jibti dan Thaghut[qa51s4=an nisa].
Dengan yang tersebut maka jelas tentang “Apa & Siapa” sosok Rasulullah saw itu bagi yang ingin mengikuti Kebenaran untuk menjemput Hari Janji Allah[qa29s48=al fath].
www.al-ulama.net
Dengan mempelajari petunjuk al Qur-an surah Al Hujurat 7 sebagai berikut:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ
وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ .٧
“Dan ketahuilah ,bahwa ditengah-tengah kamu ada (Muhammad) sebagai utusan Allah, Kalau dia mengikuti (kehendak) kamu dalam kebanyakan urusan ,niscaya kamu akan mendapatkan kesulitan, tetapi Allah menjadi kan kamu cinta kepada keimanan, dan menghiaskannya dalam hati kamu, dan memberikan rasa kebencian kepada kamu terhadap kekufuran, dan kefasiqkan, dan kedurhakaan, mereka itulah orang-orang yang mengikuti Kebenaran”.
Ayat tersebut merupakan petunjuk yang jelas, bahwa dalam menghadapi berbagai masalah manusia dan kemanusiaan, maka Rasulullah “sebagai pembawa sistem dan strategi Kebenaran dari Allah”, yang wajib untuk diikuti, Karena dialah panduan dari Allah[qa21 s33=al ahzab], dan bersifat muthlaq untuk ditha’ati oleh hamba Allah yang beriman[qa64s4=an nisa].
Pembahasan
Sesungguhnya dalam memahami makna pengabdian, ada dua bentuk kepasrahan,yaitu:
1. Kepasrahan terhadap ketetapan Allah atas semesta alam.Bahwa kesemuanya tersebut bersifat ekzak, kemudian“fu-ad”(daya kemampuan berfikir / fikiran) akan segera menjadikannya sebagai sasaran penggarapan(-pengetahuan-) untuk diracik dan dirinci menjadi Kaidah Ilmiyah menuju Ilmu Terapan(teknologi).Untuk selanjutnya akan bertemu dengan “Tertib hukum atas Alam dan Batas Rasio”;Inilah yang disebut prosessing yang dilakukan oleh fu-ad(:rasio)[qa7s30=ar rum].
2. Kepasrahan terhadap ketetapan Allah dalam hal keummatan, bahwa manusia sebagai makhluq sosial, dengan ragam bangsa dan berqabilah-qabilah [qa13s49=al hujurat], untuk melaksanakan penataan berinteraksi selama hidup dalam dunia “wajib bertitik tolak kepada Allah dan Rasul” dan dilaksanakan dengan penuh kepasrahan hanya kepada Allah[qa12-13s64=at taghobun];Artinya bahwa dalam hal manusia dan kemanusiaan diatur dengan Ad-Din, dan bukan dengan fikiran. Manakala ada manusia yang memaksakan dengan fikiran dan menafikan Ad-Din, berarti mengalami krisis manusia modern(:De-Humanisasi)[qa23-24s45=al jatsiyah].Dan didalam gaya hidupnya termasuk kaum Hedonisme Intellectual [qa27s76 = ad dahr], dan secara pasti berkiblat kepada Jibti dan Thaghut[qa51s4=an nisa].
Dengan yang tersebut maka jelas tentang “Apa & Siapa” sosok Rasulullah saw itu bagi yang ingin mengikuti Kebenaran untuk menjemput Hari Janji Allah[qa29s48=al fath].
www.al-ulama.net
Saling Mengingatkan
'Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan mereka yang saling mengingatkan tentang kebenaran dan saling mengingatkan tentang kesabaran.'' (QS Al-Ashr [103]: 1-3).
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk sosial dan ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi. Karena itu, secara naluriah, setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup bermasyarakat.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang manusia senantiasa bergantung pada manusia yang lain (zon politicon). Hal ini mengharuskan setiap orang untuk bahu-membahu mewujudkan kebutuhan masing-masing secara kolektif.
Juga mewujudkan kesejahteraan bersama serta menciptakan harmoni sosial. Harmoni sosial menjadi sangat penting karena selain menjadi tujuan, ia pun menjadi landasan bagi lancarnya aktivitas sosial yang lain.
Agar terjalin hubungan yang harmonis, setiap individu harus menghargai peran dan fungsi masing-masing, taat pada nilai-nilai hukum yang berlaku (agama, adat istiadat, dan perundang-undangan), dan tidak melakukan pelecehan hak asasi manusia (HAM).
Setiap tindakan yang menegasikan nilai-nilai tersebut, merupakan perilaku antisosial yang mengancam ketenangan dan ketenteraman masyarakat. Apabila terjadi penyimpangan, masyarakat harus berani melakukan kritik untuk meluruskannya.
Setiap manusia tidak akan terlepas dari kesalahan yang disengaja maupun tidak. Karena itu, selain sikap toleransi, sikap kritis pun harus dibangun sebagai upaya kontrol saling mengingatkan demi kepentingan bersama.
Surat Al-Ashr di atas menegaskan bahwa saling mengingatkan adalah upaya dakwah yang menjadi kewajiban setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila manusia tidak saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran, baik mengenai urusan duniawi maupun ukhrawi, manusia akan mengalami kerugian.
Dalam kitab tafsir Munir ditegaskan bahwa kebenaran dalam ayat tersebut mencakup pada upaya mempertahankan keyakinan dan ketakwaan. Untuk memperkuat ketakwaan, seorang Muslim tidak hanya dituntut melakukan ibadah ritual, tapi juga menegakkan keadilan sosial adalah sebuah upaya menegakkan ketakwaan.
Allah SWT berfirman, ''Berlaku adillah, sesungguhnya adil itu lebih dekat dengan takwa.'' (QS Almaidah [5]: 8). Wallahu a'lam bis-sawab.
www.republika.co.id
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk sosial dan ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi. Karena itu, secara naluriah, setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup bermasyarakat.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang manusia senantiasa bergantung pada manusia yang lain (zon politicon). Hal ini mengharuskan setiap orang untuk bahu-membahu mewujudkan kebutuhan masing-masing secara kolektif.
Juga mewujudkan kesejahteraan bersama serta menciptakan harmoni sosial. Harmoni sosial menjadi sangat penting karena selain menjadi tujuan, ia pun menjadi landasan bagi lancarnya aktivitas sosial yang lain.
Agar terjalin hubungan yang harmonis, setiap individu harus menghargai peran dan fungsi masing-masing, taat pada nilai-nilai hukum yang berlaku (agama, adat istiadat, dan perundang-undangan), dan tidak melakukan pelecehan hak asasi manusia (HAM).
Setiap tindakan yang menegasikan nilai-nilai tersebut, merupakan perilaku antisosial yang mengancam ketenangan dan ketenteraman masyarakat. Apabila terjadi penyimpangan, masyarakat harus berani melakukan kritik untuk meluruskannya.
Setiap manusia tidak akan terlepas dari kesalahan yang disengaja maupun tidak. Karena itu, selain sikap toleransi, sikap kritis pun harus dibangun sebagai upaya kontrol saling mengingatkan demi kepentingan bersama.
Surat Al-Ashr di atas menegaskan bahwa saling mengingatkan adalah upaya dakwah yang menjadi kewajiban setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila manusia tidak saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran, baik mengenai urusan duniawi maupun ukhrawi, manusia akan mengalami kerugian.
Dalam kitab tafsir Munir ditegaskan bahwa kebenaran dalam ayat tersebut mencakup pada upaya mempertahankan keyakinan dan ketakwaan. Untuk memperkuat ketakwaan, seorang Muslim tidak hanya dituntut melakukan ibadah ritual, tapi juga menegakkan keadilan sosial adalah sebuah upaya menegakkan ketakwaan.
Allah SWT berfirman, ''Berlaku adillah, sesungguhnya adil itu lebih dekat dengan takwa.'' (QS Almaidah [5]: 8). Wallahu a'lam bis-sawab.
www.republika.co.id
Pengajaran berharga
Petunjuk Al Qur-an
Bahwa perjalanan sejarah dari para Rasul dan orang-orang telah menentang Kebenaran Rasul, serta ummat terdahulu, adalah merupakan I’tibar(gambaran).Sebagaimana diterangkan dalam surah Yusuf 111 sebagai berikut:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Niscaya sungguh yang terjadi dalam kisah-kisah mereka itu sebagai pengajaran bagi yang mempunyai lubb, tiadalah ia(al Qur-an)itu perkataan yang diada-adakan, akan tetapi (al Qur-an)itu membenarkan(kisah-kisah dalam Kitab-Kitab) terdahulu, dan menjelaskan segala sesuatu,dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau beriman”.
Pembahasan
Sebagaimana telah dipahami bahwa seluruh isi al Qur-an itu adalah Kebenaran yang pasti, yang dikirim Allah kepada RasulNya(Muhammad), sebagai penyempurna dari Kitab-Kitab terdahulu [qa 106s2=al baqarah], sebagai sumber[qa138s3=ali imron] dan jalan muthlaq[qa153s6=al an’am]. Maka segala perumpamaan yang terkandung didalamnya bertujuan untuk memudahkan dalam pemahaman bagi orang yang beriman. Dalam mengambilnya sebagai pengajaran dan pedoman hidup, antara lain adalah:
1. Kisah perjalanan Bani Yaqub, yang diperkenalkan dengan istilah Bani Israil, tentang pesan Yaqub kepada anak-anaknya[qa132-133s2=al baqarah].
2. Kisah mimpi Yusuf sebagai awal perjalanan hidupnya[qa4s12=yusuf].
3. Tindakan tragis dari sikap angkara murka Fir’aun terhadap Bani Israil dan janji Allah terhadap penderitaan sejarah Bani Israil[qa4-5s28=al qoshosh].
4. Tuntunan terhadap Bani Israil tentang “Falsafah Moral Tauhid”sebagai awal perjalanan menyatukan ummat Bani Israil yang terdiri dari 12 kepala suku(:rumpun)[qa11-12s5=al maidah], yang merupakan awal sejarah kebangkitan 12 bangsa yang berdaulat dibawah ketetapan Kitabullah Taurat[qa160s7=ala’rof].
5. Penurunan Isa atas ketetapan Allah adalah sebagai isyarat berakhirnya perjalanan Bani Yaqub[qa61s43=az zukhruf].Kemudian akan digantikan oleh keturunan Ismail, yaitu Muhammad beserta orang-orang yang beriman dan menjadi muttabi’nya[qa68s3=ali imron].
Dan masih banyak lagi berbagai kenyataan sejarah ummat terdahulu, yang kesemuanya itu menuntut kesadaran untuk dijadikan sebagai dasar pembelajaran yang sangat penting.
Dengan mengambil beberapa petunjuk sebagaimana tersebut, maka Allah telah memberikan janji Nya tentang akan ditegakkanNya Daulah Islam dibawah ketetapan Hukum Al Qur-an atas ummat manusia diseluruh dunia sampai akhir zaman[qa33s9=at taubah;H.Sh.Muslim].
Maka inilah yang menjadi pantauan utama ummat Islam yang mendambakan kesaksian dari Allah disisiNya[qa53s3=ali imron].Karena proses menuju kesana melalui beberapa isyarat yang menjadi petunjuk bagi hamba-hambaNya yang beriman [qa52s25=al furqon].
Dengan demikian maka petunjuk Al Qur-an dan panduan Rasulullah dalam cara berhukum, adalah merupakan sesuatu yang bersifat muthlaq yang tidak boleh diabaikan[qa64-65s4=an nisa].
Written by mubarki
www.al-ulama.net
Bahwa perjalanan sejarah dari para Rasul dan orang-orang telah menentang Kebenaran Rasul, serta ummat terdahulu, adalah merupakan I’tibar(gambaran).Sebagaimana diterangkan dalam surah Yusuf 111 sebagai berikut:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Niscaya sungguh yang terjadi dalam kisah-kisah mereka itu sebagai pengajaran bagi yang mempunyai lubb, tiadalah ia(al Qur-an)itu perkataan yang diada-adakan, akan tetapi (al Qur-an)itu membenarkan(kisah-kisah dalam Kitab-Kitab) terdahulu, dan menjelaskan segala sesuatu,dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau beriman”.
Pembahasan
Sebagaimana telah dipahami bahwa seluruh isi al Qur-an itu adalah Kebenaran yang pasti, yang dikirim Allah kepada RasulNya(Muhammad), sebagai penyempurna dari Kitab-Kitab terdahulu [qa 106s2=al baqarah], sebagai sumber[qa138s3=ali imron] dan jalan muthlaq[qa153s6=al an’am]. Maka segala perumpamaan yang terkandung didalamnya bertujuan untuk memudahkan dalam pemahaman bagi orang yang beriman. Dalam mengambilnya sebagai pengajaran dan pedoman hidup, antara lain adalah:
1. Kisah perjalanan Bani Yaqub, yang diperkenalkan dengan istilah Bani Israil, tentang pesan Yaqub kepada anak-anaknya[qa132-133s2=al baqarah].
2. Kisah mimpi Yusuf sebagai awal perjalanan hidupnya[qa4s12=yusuf].
3. Tindakan tragis dari sikap angkara murka Fir’aun terhadap Bani Israil dan janji Allah terhadap penderitaan sejarah Bani Israil[qa4-5s28=al qoshosh].
4. Tuntunan terhadap Bani Israil tentang “Falsafah Moral Tauhid”sebagai awal perjalanan menyatukan ummat Bani Israil yang terdiri dari 12 kepala suku(:rumpun)[qa11-12s5=al maidah], yang merupakan awal sejarah kebangkitan 12 bangsa yang berdaulat dibawah ketetapan Kitabullah Taurat[qa160s7=ala’rof].
5. Penurunan Isa atas ketetapan Allah adalah sebagai isyarat berakhirnya perjalanan Bani Yaqub[qa61s43=az zukhruf].Kemudian akan digantikan oleh keturunan Ismail, yaitu Muhammad beserta orang-orang yang beriman dan menjadi muttabi’nya[qa68s3=ali imron].
Dan masih banyak lagi berbagai kenyataan sejarah ummat terdahulu, yang kesemuanya itu menuntut kesadaran untuk dijadikan sebagai dasar pembelajaran yang sangat penting.
Dengan mengambil beberapa petunjuk sebagaimana tersebut, maka Allah telah memberikan janji Nya tentang akan ditegakkanNya Daulah Islam dibawah ketetapan Hukum Al Qur-an atas ummat manusia diseluruh dunia sampai akhir zaman[qa33s9=at taubah;H.Sh.Muslim].
Maka inilah yang menjadi pantauan utama ummat Islam yang mendambakan kesaksian dari Allah disisiNya[qa53s3=ali imron].Karena proses menuju kesana melalui beberapa isyarat yang menjadi petunjuk bagi hamba-hambaNya yang beriman [qa52s25=al furqon].
Dengan demikian maka petunjuk Al Qur-an dan panduan Rasulullah dalam cara berhukum, adalah merupakan sesuatu yang bersifat muthlaq yang tidak boleh diabaikan[qa64-65s4=an nisa].
Written by mubarki
www.al-ulama.net
Memahami petunjuk
Dalil Panduan
Dengan memperhatikan dan mencermati terhadap petunjuk al Qur-an surah Al Isra 105, yaitu:
َبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا .١٠٥
“Dan(ketahuilah bahwa)dengan yang sebenarnya Kami telah turunkan (al Qur-an itu),dan dengan membawa Kebenaran ia(al Qur-an)itu,dan tiadalah Kami utus engkau(Muhammad) melain kan sebagai pembawa khabar gembira dan sebagai pengancam”.
Bahwa muatan ayat tersebut menuntut,antara lain :
1. Kepahaman terhadap keberadaan dan kedudukan al Qur-an, bahwa ia adalah“Kalamullah”sebagai pembenaran dan penyempurna daripada Kitab-Kitab terdahulu [qa106s2=al baqarah].Yang ditetapkanNya sebagai “sumber dan pedoman”[qa138s3=ali imron], dan sebagai jalan muthlaq[qa153s6=al an’am].
2. Kepahaman terhadap perutusan Muhammad sebagai penutup dari seluruh nabi [qa40 s33 =al ahzab], adalah sebagai kunci bagi memperoleh cinta dan ampunan Allah[qa31s3=ali Imron].
Dengan yang tersebut akan merupakan isyarat untuk diwaspadai, yaitu berupa berbagai tindakan pemurtadan[qa109s2=al baqarah], dan berbagai upaya untuk mengganggu konsentrasi ummat Islam terhadap al Qur-an[qa26s41=fushilat].Kemudian akan bermunculan manusia-manusia zandaqoh(zindiq) dengan sikap ambivalensinya berupaya merusak citra Islam dan berupaya menghambat perjalanan para muttabi’ Rasulullah saw[qa91s4 =an nisa],Karena ketetapan Allah yang pasti terhadap keberadaan sosok Muhammad Rasulullah[qa7s49=al hujurat].
Pembahasan
Sesungguhnya keterangan secara terurai berdasarkan keterkaitan ayat sebelum dan sesudahnya, maka dapat dipahami secara cukup jelas, karena keberadaan rincian petunjuknya antara lain sebagai berikut:
1. Bagi yang mau bertadabbur, maka secara pasti al Qur-an akan memandu kepada kesempurnaan taqwa secara baik dan benar[qa27-28s39=az zumar].
2. Ketetapan Allah terhadap al Qur-an sebagai ”sumber” adalah merupakan titik tolak yang pasti bagi pembangunan Kemanusiaan disegala sektor kehidupan yang dipelopori oleh hamba-hamba yang bertaqwa[qa138s3=ali imron].
3. Al Qur-an sebagai petunjuk pasti bagi hamba yang beriman[qa23s39=az zumar], dan secara pasti pula akan ditegakkan Allah sebagai Norma Hukum atas ummat manusia[qa20s45=al jatsiyah].Maka berarti bahwa menempatkan diri kedalam golongan orang-orang yang berjihad dalam urusan Dinullah adalah wajib[qa78s22=al hajj].
4. Keberadaan Muhammad saw sebagai Rasul adalah wajib diikuti segala yang menjadi batasan-batasannya[qa31s3=ali imron].Karena dengan itu akan memandu dalam melaksanakan berbagai kewajiban dalam Millah Ibrahim[qa68s3=ali imron].
Dengan yang tersebut maka berarti bahwa amanah kerasulan Muhammad saw adalah amanah yang akan mengantarkan ummat Islam memperoleh kesaksian Allah[qa53s3=ali imron] sebagai hamba yang bekerja keras menjemput Hari Kejayaan Islam atas ummat manusia sampai akhir zaman.
www.al-ulama.net
Dengan memperhatikan dan mencermati terhadap petunjuk al Qur-an surah Al Isra 105, yaitu:
َبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا .١٠٥
“Dan(ketahuilah bahwa)dengan yang sebenarnya Kami telah turunkan (al Qur-an itu),dan dengan membawa Kebenaran ia(al Qur-an)itu,dan tiadalah Kami utus engkau(Muhammad) melain kan sebagai pembawa khabar gembira dan sebagai pengancam”.
Bahwa muatan ayat tersebut menuntut,antara lain :
1. Kepahaman terhadap keberadaan dan kedudukan al Qur-an, bahwa ia adalah“Kalamullah”sebagai pembenaran dan penyempurna daripada Kitab-Kitab terdahulu [qa106s2=al baqarah].Yang ditetapkanNya sebagai “sumber dan pedoman”[qa138s3=ali imron], dan sebagai jalan muthlaq[qa153s6=al an’am].
2. Kepahaman terhadap perutusan Muhammad sebagai penutup dari seluruh nabi [qa40 s33 =al ahzab], adalah sebagai kunci bagi memperoleh cinta dan ampunan Allah[qa31s3=ali Imron].
Dengan yang tersebut akan merupakan isyarat untuk diwaspadai, yaitu berupa berbagai tindakan pemurtadan[qa109s2=al baqarah], dan berbagai upaya untuk mengganggu konsentrasi ummat Islam terhadap al Qur-an[qa26s41=fushilat].Kemudian akan bermunculan manusia-manusia zandaqoh(zindiq) dengan sikap ambivalensinya berupaya merusak citra Islam dan berupaya menghambat perjalanan para muttabi’ Rasulullah saw[qa91s4 =an nisa],Karena ketetapan Allah yang pasti terhadap keberadaan sosok Muhammad Rasulullah[qa7s49=al hujurat].
Pembahasan
Sesungguhnya keterangan secara terurai berdasarkan keterkaitan ayat sebelum dan sesudahnya, maka dapat dipahami secara cukup jelas, karena keberadaan rincian petunjuknya antara lain sebagai berikut:
1. Bagi yang mau bertadabbur, maka secara pasti al Qur-an akan memandu kepada kesempurnaan taqwa secara baik dan benar[qa27-28s39=az zumar].
2. Ketetapan Allah terhadap al Qur-an sebagai ”sumber” adalah merupakan titik tolak yang pasti bagi pembangunan Kemanusiaan disegala sektor kehidupan yang dipelopori oleh hamba-hamba yang bertaqwa[qa138s3=ali imron].
3. Al Qur-an sebagai petunjuk pasti bagi hamba yang beriman[qa23s39=az zumar], dan secara pasti pula akan ditegakkan Allah sebagai Norma Hukum atas ummat manusia[qa20s45=al jatsiyah].Maka berarti bahwa menempatkan diri kedalam golongan orang-orang yang berjihad dalam urusan Dinullah adalah wajib[qa78s22=al hajj].
4. Keberadaan Muhammad saw sebagai Rasul adalah wajib diikuti segala yang menjadi batasan-batasannya[qa31s3=ali imron].Karena dengan itu akan memandu dalam melaksanakan berbagai kewajiban dalam Millah Ibrahim[qa68s3=ali imron].
Dengan yang tersebut maka berarti bahwa amanah kerasulan Muhammad saw adalah amanah yang akan mengantarkan ummat Islam memperoleh kesaksian Allah[qa53s3=ali imron] sebagai hamba yang bekerja keras menjemput Hari Kejayaan Islam atas ummat manusia sampai akhir zaman.
www.al-ulama.net
Orang-Orang Yang Lupa
Tanpa terasa, kita sudah begitu boros terhadap waktu
Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.
Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.
Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.
Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.
Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.
Allah swt. berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah swt.).” (Al-Anbiya’: 1)
Tanpa terasa, kita kian jauh dari keteladanan Rasul dan para sahabat
Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.
Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.
Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, pelan tapi pasti.
Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi saw. kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)
Tanpa terasa, kita jadi begitu asing dengan Islam
Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.
Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.
Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada uang, tak ada pelayanan.
Firman Allah swt. “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu….” (Al-Isra’: 86-87)
Tanpa terasa, kita tak lagi dekat dengan Allah swt.
Inilah sumber dari pelunturan nilai keimanan seorang hamba. Kalau orang tak lagi dekat dengan majikannya, sulit bisa diharapkan bagus dalam kerjanya. Kesungguhan kerjanya begitu melemah. Bahkan tak lagi punya nilai. Asal-asalan.
Jika ini yang terus terjadi, tidak tertutup kemungkinan, ia lupa dengan sang majikan. Ketika seorang hamba melupakan Tuhannya, Allah akan membuat orang itu lupa terhadap diri orangnya sendiri. Ada krisis identitas. Orang tak lagi paham, kenapa ia hidup, dan ke arah mana langkahnya berakhir.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr: 19)
www.dakwatuna.com
Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.
Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.
Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.
Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.
Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.
Allah swt. berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah swt.).” (Al-Anbiya’: 1)
Tanpa terasa, kita kian jauh dari keteladanan Rasul dan para sahabat
Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.
Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.
Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, pelan tapi pasti.
Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi saw. kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)
Tanpa terasa, kita jadi begitu asing dengan Islam
Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.
Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.
Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada uang, tak ada pelayanan.
Firman Allah swt. “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu….” (Al-Isra’: 86-87)
Tanpa terasa, kita tak lagi dekat dengan Allah swt.
Inilah sumber dari pelunturan nilai keimanan seorang hamba. Kalau orang tak lagi dekat dengan majikannya, sulit bisa diharapkan bagus dalam kerjanya. Kesungguhan kerjanya begitu melemah. Bahkan tak lagi punya nilai. Asal-asalan.
Jika ini yang terus terjadi, tidak tertutup kemungkinan, ia lupa dengan sang majikan. Ketika seorang hamba melupakan Tuhannya, Allah akan membuat orang itu lupa terhadap diri orangnya sendiri. Ada krisis identitas. Orang tak lagi paham, kenapa ia hidup, dan ke arah mana langkahnya berakhir.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr: 19)
www.dakwatuna.com
Mahar
Dalam pernikahan seorang lelaki harus menyerahkan mahar kepada wanita yang dinikahinya. Mahar ini hukumnya wajib dengan dalil ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (An-Nisa`: 4)
فَآتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
“…berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (An-Nisa`: 24)
Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar, yaitu ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang shahabatnya yang ingin menikah sementara shahabat ini tidak memiliki harta:
انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ
“Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)(2)
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata, “Kaum muslimin (ulamanya) telah sepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.” (Al-Mughni, Kitab Ash-Shadaq)
Mahar merupakan milik pribadi si wanita. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain, baik ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka, tidak boleh menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُوْنَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِيْنًا
“Dan jika kalian ingin mengganti salah seorang istri dengan istri yang lain(3), sedangkan kalian telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka (istri tersebut) harta yang banyak(4), maka janganlah kalian mengambil kembali dari harta tersebut walaupun sedikit. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata?” (An-Nisa`: 20)
www.asysyariah.com
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (An-Nisa`: 4)
فَآتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
“…berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (An-Nisa`: 24)
Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar, yaitu ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang shahabatnya yang ingin menikah sementara shahabat ini tidak memiliki harta:
انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ
“Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)(2)
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata, “Kaum muslimin (ulamanya) telah sepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.” (Al-Mughni, Kitab Ash-Shadaq)
Mahar merupakan milik pribadi si wanita. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain, baik ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka, tidak boleh menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُوْنَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِيْنًا
“Dan jika kalian ingin mengganti salah seorang istri dengan istri yang lain(3), sedangkan kalian telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka (istri tersebut) harta yang banyak(4), maka janganlah kalian mengambil kembali dari harta tersebut walaupun sedikit. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata?” (An-Nisa`: 20)
www.asysyariah.com
Hak Istri
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟
“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya(1), dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud no. 2142 dan selainnya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/86)
Ketika haji Wada’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah di hadapan manusia. Di antara isi khutbah beliau adalah:
أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا، وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا، فَحَقُّكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِي بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ، أَلاَ وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فيِ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
“Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seseorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka.” (HR. At-Tirmidzi no. 1163 dan Ibnu Majah no. 1851, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari ayat di atas berikut beberapa penafsirannya serta dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, kita memahami bahwa dalam Islam, kedudukan seorang istri dimuliakan dan diberi hak-hak yang harus dipenuhi oleh pasangan hidupnya. Hal ini termasuk kebaikan agama ini yang memang datang dengan keadilan, di mana wanita tidak hanya dituntut untuk memenuhi kewajibannya namun juga diberikan hak-hak yang seimbang.
“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya(1), dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud no. 2142 dan selainnya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/86)
Ketika haji Wada’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah di hadapan manusia. Di antara isi khutbah beliau adalah:
أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا، وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا، فَحَقُّكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِي بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ، أَلاَ وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فيِ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
“Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seseorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka.” (HR. At-Tirmidzi no. 1163 dan Ibnu Majah no. 1851, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari ayat di atas berikut beberapa penafsirannya serta dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, kita memahami bahwa dalam Islam, kedudukan seorang istri dimuliakan dan diberi hak-hak yang harus dipenuhi oleh pasangan hidupnya. Hal ini termasuk kebaikan agama ini yang memang datang dengan keadilan, di mana wanita tidak hanya dituntut untuk memenuhi kewajibannya namun juga diberikan hak-hak yang seimbang.
Berlebih-lebihan dalam agama
Kesalahpahaman yang juga banyak terjadi adalah berlebih-lebihan dan beragama. Ada yang berwudhu tapi sambil membuang air dengan mubadzir, ada yang sibuk mengucapkan niat sampai tidak bisa mengikuti sholat dengan baik dan khusyu’, ada yang sibuk dengan memendekkan pakaian sampai lupa memperhatikan hati dan memperbaiki akhlak. Ada yang terlalu berlebihan dalam masalah-masalah aqidah sampai mengkafirkan sebagian besar umat Islam. Ada yang begitu membenci kekafiran tetapi lupa berdakwah dengan hikmah dan nasehat yang baik. Begitu bahayanya sikap berlebih-lebihan dalam agama sampai Rasulullah SAW memperingatkan:
وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ. رواه النسائي وابن ماجه والبيهقي والطبراني في الكبير وابن حبان وابن خزيمة وصححه الألباني
“Jauhkan diri kalian dari berlebih-lebihan dalam agama. Sesungguhnya berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR an-Nasa’I, Ibnu Majah, al-Baihaqi, at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh al-Albani)
Begitu banyak kesalahan dalam beribadah terjadi karena ketidakpahaman terhadap Islam. Sebagian besar bersumber dari jauhnya umat Islam dari pemahaman yang baik terhadap Qur’an dan Sunnah. Jarak yang terjadi bervariasi, mulai dari yang tidak pernah membaca al-Qur’an sama sekali, sampai yang membaca tetapi tidak memahami maknanya. Ada yang memahami sebagian kecil lalu merasa cukup dan merasa sudah pandai, bahkan mengira bahwa Islam hanya terangkum dalam beberapa ayat dan hadits. Ada yang mengaku mengerti al-Qur’an dan meninggalkan Hadits. Ada juga yang serius dengan hadits Nabi SAW tapi justru meninggalkan al-Qur’an dengan tidak mentadabburi al-Qur’an dengan rutin.
Apakah itu semua karena memahami agama Islam sulit? Sama sekali tidak. Tetapi siapapun yang menghendaki suatu tempat tapi tidak melalui jalan yang sesuai pasti tidak akan sampai tujuan.
www.dakwatuna.com
وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ. رواه النسائي وابن ماجه والبيهقي والطبراني في الكبير وابن حبان وابن خزيمة وصححه الألباني
“Jauhkan diri kalian dari berlebih-lebihan dalam agama. Sesungguhnya berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR an-Nasa’I, Ibnu Majah, al-Baihaqi, at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh al-Albani)
Begitu banyak kesalahan dalam beribadah terjadi karena ketidakpahaman terhadap Islam. Sebagian besar bersumber dari jauhnya umat Islam dari pemahaman yang baik terhadap Qur’an dan Sunnah. Jarak yang terjadi bervariasi, mulai dari yang tidak pernah membaca al-Qur’an sama sekali, sampai yang membaca tetapi tidak memahami maknanya. Ada yang memahami sebagian kecil lalu merasa cukup dan merasa sudah pandai, bahkan mengira bahwa Islam hanya terangkum dalam beberapa ayat dan hadits. Ada yang mengaku mengerti al-Qur’an dan meninggalkan Hadits. Ada juga yang serius dengan hadits Nabi SAW tapi justru meninggalkan al-Qur’an dengan tidak mentadabburi al-Qur’an dengan rutin.
Apakah itu semua karena memahami agama Islam sulit? Sama sekali tidak. Tetapi siapapun yang menghendaki suatu tempat tapi tidak melalui jalan yang sesuai pasti tidak akan sampai tujuan.
www.dakwatuna.com
Takdir
Iman kepada takdir adalah kebenaran yang wajib diyakini, tetapi hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjajah oleh masa lalu, tersiksa oleh penderitaan masa yang telah lewat, atau tertipu oleh sesuatu yang membuat kita terlena. Allah jelaskan dalam surat al-Hadid apa yang dimaksudkan dengan iman kepada takdir, Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
22. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS al-Hadid: 22-23)
Iman kepada takdir membuat seorang muslim tidak tenggelam dalam penderitaan atau tertipu oleh kenikmatan, karena dia sadar bahwa itu semua sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta, Yang Maha Bijaksana dan semua yang Allah tetapkan selalu menyimpan hikmah dan kebijaksanaan. Singkat kata iman kepada takdir dapat menghindarkan sesorang dari pedihnya keputus-asaan dan tipuan kesombongan. Di sisi lain Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat untuk kebaikan dirinya. Rasulullah SAW bersabda:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَان. رواه مسلم
“Bersunguh-sungguhlah meraih hal yang bermanfaat untukmu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan melemah. Jika Sesuatu menimpamu janganlah engkau berkata, ‘jika dulu aku lakukan ini pasti terjadi begini atau begitu.’ Tetapi katakanlah, Allah sudah menakdirkan, dan apa yang Allah kehendaki pasti terjadi. Karena kata ‘kalau’ membuka perbuatan setan[1].” (HR Muslim)
Kesalahpahaman lain yang sering terjadi dalam beribadah juga adalah pemahaman bahwa ibadah hanyalah terbatas pada hal-hal ritual. Banyak umat Islam yang masih belum memahami universalitas Islam, bahwa perintah Allah juga mencakup segala kebaikan di berbagai aspek kehidupan. Dengan ringan tangan banyak muslim yang menginfakkan jutaan rupiah untuk pergi haji atau umrah. Tetapi jumlah seperti itu sulit didapatkan untuk membangun proyek-proyek yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama. Umat Islam sadar kalau sholat mereka batal kalau mereka berhadats, tetapi banyak tidak khawatir seluruh amalnya batal karena korupsi, kolusi dan menipu.
www.dakwatuna.com
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
22. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS al-Hadid: 22-23)
Iman kepada takdir membuat seorang muslim tidak tenggelam dalam penderitaan atau tertipu oleh kenikmatan, karena dia sadar bahwa itu semua sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta, Yang Maha Bijaksana dan semua yang Allah tetapkan selalu menyimpan hikmah dan kebijaksanaan. Singkat kata iman kepada takdir dapat menghindarkan sesorang dari pedihnya keputus-asaan dan tipuan kesombongan. Di sisi lain Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat untuk kebaikan dirinya. Rasulullah SAW bersabda:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَان. رواه مسلم
“Bersunguh-sungguhlah meraih hal yang bermanfaat untukmu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan melemah. Jika Sesuatu menimpamu janganlah engkau berkata, ‘jika dulu aku lakukan ini pasti terjadi begini atau begitu.’ Tetapi katakanlah, Allah sudah menakdirkan, dan apa yang Allah kehendaki pasti terjadi. Karena kata ‘kalau’ membuka perbuatan setan[1].” (HR Muslim)
Kesalahpahaman lain yang sering terjadi dalam beribadah juga adalah pemahaman bahwa ibadah hanyalah terbatas pada hal-hal ritual. Banyak umat Islam yang masih belum memahami universalitas Islam, bahwa perintah Allah juga mencakup segala kebaikan di berbagai aspek kehidupan. Dengan ringan tangan banyak muslim yang menginfakkan jutaan rupiah untuk pergi haji atau umrah. Tetapi jumlah seperti itu sulit didapatkan untuk membangun proyek-proyek yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama. Umat Islam sadar kalau sholat mereka batal kalau mereka berhadats, tetapi banyak tidak khawatir seluruh amalnya batal karena korupsi, kolusi dan menipu.
www.dakwatuna.com
Skala Prioritas
manusia yang selalu berperang antara kemauan dirinya dan kemauan orang lain, dan juga kemauan Sang Pencipta. Dia selalu ingin mendapatkan penerimaan semua pihak tetapi tidak rela mengorbankan keinginan dan ambisi atau syahwatnya. Golongan seperti ini selalu diombang-ambingkan ketidakpastian tujuan. Peperangan sengit dan rumit terjadi dalam diri mereka. Yang mampu menemukan dirinya dalam naungan Allah akan selamat, tetapi yang terus tak mampu menemukan skala prioritas akan hidup dalam pederitaan batin dan gejolak pemikiran yang tak berakhir. Allah membuat perumpamaan terhadap orang seperti ini:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الزمر: 29
29.” Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS az-Zumar: 29)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ. رواه ابن ماجه والحاكم وحسنه الألباني
“Barang siapa yang menjadikan pikiran-pikirannya menjadi satu pikiran yaitu pikiran akhirat, Allah cukupkan masalah dunianya. Dan barang siapa yang pikirannya bercabang-cabang di urusan dunia, Allah tidak perduli di lembah dunia mana dia akan binasa.” (HR Ibnu Majah dan al-Hakim dihasankan oleh al-Albani)
Semoga Allah menyelamatkan kita dari musibah seperti itu.
www.dakwatuna.com
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الزمر: 29
29.” Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS az-Zumar: 29)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ. رواه ابن ماجه والحاكم وحسنه الألباني
“Barang siapa yang menjadikan pikiran-pikirannya menjadi satu pikiran yaitu pikiran akhirat, Allah cukupkan masalah dunianya. Dan barang siapa yang pikirannya bercabang-cabang di urusan dunia, Allah tidak perduli di lembah dunia mana dia akan binasa.” (HR Ibnu Majah dan al-Hakim dihasankan oleh al-Albani)
Semoga Allah menyelamatkan kita dari musibah seperti itu.
www.dakwatuna.com
Tidak Berpendirian
Manusia yang tidak punya keinginan independen. Dia selalu didorong oleh pihak luar. Lingkungan, teman, orang tua, bahkan seterunya selalu menjadi pusat perhatiannya, dan selalu mendorongnya untuk bereaksi. Orang seperti ini tidak punya pendirian. Apa kata orang itulah katanya. Ke manapun angin berhembus ke sanalah dia berlayar. Orang seperti sangat dikecam Rasulullah, beliau berkata:
لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا. رواه الترمذي
“Janganlah kalian menjadi orang tidak berpendirian, yang mengatakan ‘jika orang-orang berbuat baik, kami juga berbuat baik, jika mereka berbuat zhalim, kami juga berbuat zhalim.’ Tetapi kuatkanlah pendirian kalian, jika orang-orang berbuat baik, berbuat baiklah, jika mereka berbuat zhalim, jangan kalian berbuat zhalim.” (HR at-Turmudzi)
www.dakwatuna.com
لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا. رواه الترمذي
“Janganlah kalian menjadi orang tidak berpendirian, yang mengatakan ‘jika orang-orang berbuat baik, kami juga berbuat baik, jika mereka berbuat zhalim, kami juga berbuat zhalim.’ Tetapi kuatkanlah pendirian kalian, jika orang-orang berbuat baik, berbuat baiklah, jika mereka berbuat zhalim, jangan kalian berbuat zhalim.” (HR at-Turmudzi)
www.dakwatuna.com
Hawa Nafsu
Manusia yang hanya mengikuti keinginan dirinya. Tidak ada yang penting baginya kecuali yang dia mau. Barangkali dia mengira bahwa dirinya merdeka. Merdeka menentukan segala yang dia mau. Merdeka juga berpikir apa saja yang dia bayangkan. Independensi memang penting untuk membentuk kepribadian. Tanpa independensi seorang manusia hanyalah angka satuan yang tidak terlalu penting di tengah milyaran manusia. Tetapi independensi ada batasnya. Manusia yang tidak mengenal batas dirinya cenderung egois dan egosentris. Lebih jauh bahkan al-Qur’an menyebut manusia seperti ini sebagai manusia yang menyembah hawa nafsunya. Allah berfirman di surat al-Jatsiyah ayat 23:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23)
23. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jatsiyah: 23)
Rasulullah SAW juga menyebut orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya sebagai orang yang lemah.
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ. رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد
“Orang yang cerdas adalah yang mengendalikan dirinya dan beramal untuk (kehidupan) setelah kematian, sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya tapi banyak berangan-angan atas (karunia) Allah.” (HR at-Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
www.dakwatuna.com
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23)
23. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jatsiyah: 23)
Rasulullah SAW juga menyebut orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya sebagai orang yang lemah.
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ. رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد
“Orang yang cerdas adalah yang mengendalikan dirinya dan beramal untuk (kehidupan) setelah kematian, sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya tapi banyak berangan-angan atas (karunia) Allah.” (HR at-Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
www.dakwatuna.com
Shalat Rawatib
"Wahai para Malaikat-Ku, periksalah shalat hamba-Ku,sudahkah sempurna shalatnya atau masih kurang? Apabila didapatkan sudah cukup sempurna, akan dicatat sudah sempurna. Akan tetapi, apabila didapati kurang sempurna, periksa kembali, apakah hamba-Ku itu memiliki amalan shalat sunah (rawatib)? Apabila ia memiliki amalan sunah tambahan (shalat sunah rawatib), Aku akan cukupkan dan sempurnakan shalat fardhu hamba-Ku itu dengan shalat sunahnya." (HR Abu Daud)
Begitulah salah satu keutamaan shalat rawatib, yaitu shalat sunah yang mengiringi shalat fardhu. Masih banyak keutamaan shalat sunah ini. Karena shalat merupakan amalan pertama yang diperhitungkan, selayaknyalah kita memerhatikan ibadah ini.
Begitulah salah satu keutamaan shalat rawatib, yaitu shalat sunah yang mengiringi shalat fardhu. Masih banyak keutamaan shalat sunah ini. Karena shalat merupakan amalan pertama yang diperhitungkan, selayaknyalah kita memerhatikan ibadah ini.
Islam dan Ucapan Selamat
Rasulullah Saw bersabda, "Jika kalian mencintai saudaranya (sesama mu'min), maka hendaklah ia memberitahukan kepadanya."
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh :
1. Abu Daud, kitab al-Adab, bab Ikhbarur Rajuli ar-Rajula bi Mahabbatihilahu;
2. Tirmidzi, kitab az-Zuhdu, bab Ma Ja'a fi I'lamil Hubbi;
3. Di-shahih-kan oleh Syaikh Albani dlm ash-Shahihah (417, 2515)
KANDUNGAN HADITS
Sebuah sistem yang sempurna aspeknya dan diturunkan oleh Yang Maha Sempurna pastilah tidak akan meninggalkan berbagai sisi, melainkan ia memberikan pedoman serta arahan bagi penganutnya. Demikianlah Islam sebagai sistem agama juga negara, politik dan ekonomi, dzikir dan aqidah, sosial dan seni, pengetahuan dan militer telah mengatur berbagai sisi yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh ummatnya walaupun kerap kali dianggap sepele, dan diantara sisi yang sering diremehkan itu adalah masalah tahni'ah (ucapan selamat) dalam kehidupan bermasyarakat.
Tahni'ah adalah bagian dari kehidupan berteman dan etika dalam bermasyarakat, oleh sebab itu Islam tidak mengabaikan hal ini dalam aturannya yang sempurna. Nabi Muhammad Saw mengajarkan kepada kita agar jika kita menyenangi perbuatan seseorang maka jangan segan-segan untuk menyampaikan kepadanya, sehingga yang bersangkutan dapat mensyukuri kelebihan yang dimilikinya dan merespon perhatian dari saudaranya. Dan orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah Swt adalah orang yang paling tinggi perhatiannya kepada saudaranya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw "Dua orang yang saling mencintai karena Alloh Swt, maka yang paling tinggi diantara keduanya adalah yang paling kuat cintanya kepada temannya[1]."
Dan kebiasaan memberikan ucapan selamat ini (sepanjang tidak menyalahi aturan syariat) merupakan tradisi yang sangat mulia (shifat al-'ulya) yang dicontohkan oleh Allah Swt sendiri, simaklah bagaimana Alloh Swt senantiasa memberikan ucapan selamat kepada para hamba-Nya di dalam al-Qur'an. Ia memberikan ucapan selamat kepada hamba-Nya yang taat beribadah kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya : "Rabb mereka memberi ucapan selamat kepada mereka dengan rahmat, keridhaan dan jannah-Nya, dan mereka mendapatkan di dalamnya kesenangan yang abadi." (Qur'an Surat at-Taubah, 9:21).
Demikian pula Ia memberikan ucapan selamat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang jujur dan selalu mengambil yang terbaik, sebagaimana dalam firman-Nya : "Dan oleh sebab itu sampaikanlah ucapan selamat kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik diantaranya." (Qur'an Surat az-Zumar, 39:17-18).
Kebalikan dari hal ini, maka Islam pun melarang kita untuk memperlihatkan kegembiraan atas kesusahan orang lain apalagi jika kemudian menyebar-nyebarkan keburukan yang dialami oleh saudaranya tersebut kepada orang lain. Kepada mereka yang berbuat demikian, Allah Swt mengancam dengan azab yang pedih (artinya hal tersebut merupakan perbuatan dosa besar), sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur'an : "Sesungguhnya orang-orang yang suka agar perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang beriman, maka bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat." (Qur'an Surat an-Nur, 24:19)
Ucapan selamat inipun berlaku bagi non-muslim, artinya kita dibolehkan bergembira dan mengucapkan selamat atas kegembiraan yang diraih oleh kenalan ataupun kolega yang non-muslim (dzimmi), sepanjang tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan ibadah (seperti ucapan selamat untuk hari keagamaan tertentu misalnya), karena dalam masalah aqidah dan ibadah maka bukanlah termasuk hal-hal yang masuk dalam wilayah bolehnya ditoleransi. Pembolehan pengucapan selamat dalam selain masalah aqidah dan ibadah ini didasarkan pada sunnah para sahabat radhiyallahu anhu, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, katanya : Seandainya Fir'aun berkata kepadaku : Semoga Tuhan memberikan kebaikan atasmu, maka akan saya jawab: Dan juga atasmu. Tetapi Fir'aun telah mati[2]. Dibolehkan juga berdoa untuk orang kafir (dzimmi) sepanjang bukan doa yang berkaitan dengan keselamatan, rahmat dan barakah Alloh Swt (atau yang semisal dengan itu). Artinya seperti doa agar ia diberi hidayah, dipanjangkan umur dan diberikan kesehatan dan lain sebagainya. Sebagaimana dalam atsar sahabat berikut ini : Dari Uqbah bin Amir al-Juhani bahwa ia melewati seorang yang penampilannya seperti muslim, maka iapun mengucapkan salam dan dijawab oleh orang itu. Maka seorang anak tiba-tiba berkata kepadanya : Ia itu orang Nasrani! Maka Uqbah menghampirinya kembali lalu berkata : Sesungguhnya rahmat dan barakah Allah Swt hanyalah bagi orang-orang mu'min. Tetapi semoga Allah Swt memanjangkan hidupmu dan membuat harta dan anakmu menjadi banyak [3].
Wala taj'al fi qulubina ghillan lilladzina amanu...
[1] Hadist Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad, 423/544 dan di-shahih-kan oleh Albani dalam ash-Shahihah (450).
[2] Hadist Riwayat Bukhari dalam Adabul-Mufrad, dan di-shahih-kan oleh Albani dalam ash-Shahihah (2/329).
[3] Hadist Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad, dan di-shahih-kan oleh Albani (al-Irwa 1274).
Dan dia (Albani) berkata : Aku katakan atsar dari sahabat yang mulia ini menunjukkan bolehnya berdoa untuk panjang umur, sekalipun untuk orang kafir, apalagi untuk orang muslim tentu lebih utama. Tapi harus diperhatikan bahwa orang kafir itu haruslah bukan musuh umat Islam, dan karenanya berlaku juga ta'ziyyah kepada mereka, berdasarkan hal yang terkandung dalam atsar ini, maka ambillah faidah (hukum) ini.
Oleh Ustadz Nabiel Al Musawwa
http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_content&task=view&id=65&Itemid=1
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh :
1. Abu Daud, kitab al-Adab, bab Ikhbarur Rajuli ar-Rajula bi Mahabbatihilahu;
2. Tirmidzi, kitab az-Zuhdu, bab Ma Ja'a fi I'lamil Hubbi;
3. Di-shahih-kan oleh Syaikh Albani dlm ash-Shahihah (417, 2515)
KANDUNGAN HADITS
Sebuah sistem yang sempurna aspeknya dan diturunkan oleh Yang Maha Sempurna pastilah tidak akan meninggalkan berbagai sisi, melainkan ia memberikan pedoman serta arahan bagi penganutnya. Demikianlah Islam sebagai sistem agama juga negara, politik dan ekonomi, dzikir dan aqidah, sosial dan seni, pengetahuan dan militer telah mengatur berbagai sisi yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh ummatnya walaupun kerap kali dianggap sepele, dan diantara sisi yang sering diremehkan itu adalah masalah tahni'ah (ucapan selamat) dalam kehidupan bermasyarakat.
Tahni'ah adalah bagian dari kehidupan berteman dan etika dalam bermasyarakat, oleh sebab itu Islam tidak mengabaikan hal ini dalam aturannya yang sempurna. Nabi Muhammad Saw mengajarkan kepada kita agar jika kita menyenangi perbuatan seseorang maka jangan segan-segan untuk menyampaikan kepadanya, sehingga yang bersangkutan dapat mensyukuri kelebihan yang dimilikinya dan merespon perhatian dari saudaranya. Dan orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah Swt adalah orang yang paling tinggi perhatiannya kepada saudaranya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw "Dua orang yang saling mencintai karena Alloh Swt, maka yang paling tinggi diantara keduanya adalah yang paling kuat cintanya kepada temannya[1]."
Dan kebiasaan memberikan ucapan selamat ini (sepanjang tidak menyalahi aturan syariat) merupakan tradisi yang sangat mulia (shifat al-'ulya) yang dicontohkan oleh Allah Swt sendiri, simaklah bagaimana Alloh Swt senantiasa memberikan ucapan selamat kepada para hamba-Nya di dalam al-Qur'an. Ia memberikan ucapan selamat kepada hamba-Nya yang taat beribadah kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya : "Rabb mereka memberi ucapan selamat kepada mereka dengan rahmat, keridhaan dan jannah-Nya, dan mereka mendapatkan di dalamnya kesenangan yang abadi." (Qur'an Surat at-Taubah, 9:21).
Demikian pula Ia memberikan ucapan selamat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang jujur dan selalu mengambil yang terbaik, sebagaimana dalam firman-Nya : "Dan oleh sebab itu sampaikanlah ucapan selamat kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik diantaranya." (Qur'an Surat az-Zumar, 39:17-18).
Kebalikan dari hal ini, maka Islam pun melarang kita untuk memperlihatkan kegembiraan atas kesusahan orang lain apalagi jika kemudian menyebar-nyebarkan keburukan yang dialami oleh saudaranya tersebut kepada orang lain. Kepada mereka yang berbuat demikian, Allah Swt mengancam dengan azab yang pedih (artinya hal tersebut merupakan perbuatan dosa besar), sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur'an : "Sesungguhnya orang-orang yang suka agar perbuatan keji itu tersiar di kalangan orang beriman, maka bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat." (Qur'an Surat an-Nur, 24:19)
Ucapan selamat inipun berlaku bagi non-muslim, artinya kita dibolehkan bergembira dan mengucapkan selamat atas kegembiraan yang diraih oleh kenalan ataupun kolega yang non-muslim (dzimmi), sepanjang tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan ibadah (seperti ucapan selamat untuk hari keagamaan tertentu misalnya), karena dalam masalah aqidah dan ibadah maka bukanlah termasuk hal-hal yang masuk dalam wilayah bolehnya ditoleransi. Pembolehan pengucapan selamat dalam selain masalah aqidah dan ibadah ini didasarkan pada sunnah para sahabat radhiyallahu anhu, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, katanya : Seandainya Fir'aun berkata kepadaku : Semoga Tuhan memberikan kebaikan atasmu, maka akan saya jawab: Dan juga atasmu. Tetapi Fir'aun telah mati[2]. Dibolehkan juga berdoa untuk orang kafir (dzimmi) sepanjang bukan doa yang berkaitan dengan keselamatan, rahmat dan barakah Alloh Swt (atau yang semisal dengan itu). Artinya seperti doa agar ia diberi hidayah, dipanjangkan umur dan diberikan kesehatan dan lain sebagainya. Sebagaimana dalam atsar sahabat berikut ini : Dari Uqbah bin Amir al-Juhani bahwa ia melewati seorang yang penampilannya seperti muslim, maka iapun mengucapkan salam dan dijawab oleh orang itu. Maka seorang anak tiba-tiba berkata kepadanya : Ia itu orang Nasrani! Maka Uqbah menghampirinya kembali lalu berkata : Sesungguhnya rahmat dan barakah Allah Swt hanyalah bagi orang-orang mu'min. Tetapi semoga Allah Swt memanjangkan hidupmu dan membuat harta dan anakmu menjadi banyak [3].
Wala taj'al fi qulubina ghillan lilladzina amanu...
[1] Hadist Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad, 423/544 dan di-shahih-kan oleh Albani dalam ash-Shahihah (450).
[2] Hadist Riwayat Bukhari dalam Adabul-Mufrad, dan di-shahih-kan oleh Albani dalam ash-Shahihah (2/329).
[3] Hadist Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad, dan di-shahih-kan oleh Albani (al-Irwa 1274).
Dan dia (Albani) berkata : Aku katakan atsar dari sahabat yang mulia ini menunjukkan bolehnya berdoa untuk panjang umur, sekalipun untuk orang kafir, apalagi untuk orang muslim tentu lebih utama. Tapi harus diperhatikan bahwa orang kafir itu haruslah bukan musuh umat Islam, dan karenanya berlaku juga ta'ziyyah kepada mereka, berdasarkan hal yang terkandung dalam atsar ini, maka ambillah faidah (hukum) ini.
Oleh Ustadz Nabiel Al Musawwa
http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_content&task=view&id=65&Itemid=1
Keteladanan Adalah Kunci Pendidikan Sepanjang Masa
“Barang siapa yang memberikan contoh yang baik dalam Islam maka baginya pahala atas perbuatan baiknya dan pahala orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tidak menghalangi pahala orang-orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan barang siapa yang memberikan contoh yang buruk didalam Islam maka baginya dosa atas perbuatannya dan dosa orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tanpa mengurangi sedikitpun dosa orang-orang yang mengikutinya” (HR Muslim)
Sungguh hadits ini mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam memberikan contoh, apalagi sebagai orang tua, kita dituntut lebih hati-hati. Sengaja atau tidak, ada efek negatif maupun positif. Kesalahan dalam membentuk karakter anak tanpa sengaja dapat terjadi dengan keteladanan yang buruk. Akibatnya bisa fatal, yaitu membentuk karakter yang rusak.
Memang banyak tips dan cara untuk mendidik anak, ada yang dengan metode A ada yang menyarankan dengan metode B. Namun, dari setiap metode-metode yang selama ini saya baca, keteladanan adalah metode yang jitu dalam pendidikan anak-anak di keluarga. Disini saya akan membahas fakta tentang pendidikan di rumah, pentingnya keteladanan dalam pendidikan, dan bagaimana orang tua agar mampu menjadi tauladan yang baik untuk anak
Pertama, cara mendidikan anak-anak dalam rumah. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di sekolah-sekolah, jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya dirumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan dalam mendidik anak. Perlu kita pahami, bahwasannya pendidikan dirumah yang meskipun sering disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anak. Di keluargalah seorang anak pertama kali mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.
Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa tujuan mereka mendidik anak-anaknya, apakah hanya sekedar bisa survive di dunia ini ataukah menginginkan anak-anaknya menjadi generasi yang unggul. Tujuan utama pendidikan adalah untuk melahirkan generasi-generasi yang berkepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyyah), atau dengan kata lain, tujuan kita mendidik anak adalah untuk menjadikan mereka anak-anak yang sholeh/sholehah. Dan ini merupakan tugas utama sebagai orang tua. Setiap orang tua muslim pasti menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang sholeh/sholehah, karena mereka nanti adalah aset yang sangat berharga baik di dunia maupun diakherat. Di dunia mereka akan senantiasa patuh pada Allah dan kedua orang tuanya, dan bisa menjadi kebanggan keluarga, sedangkan di akherat nanti mereka akan menolong kedua orang tuanya, karena amalan yang tetap mengalir meskipun orang tua meninggal adalah doa anak sholeh/sholehah.
Kedua, pentingnya teladanan dalam mendidikan. Sebagaimana kita ketahui, Allah juga memberikan contoh-contoh Nabi atau orang yang bisa kita jadikan suri teladan dalam kehidupan atau peringatan agar kita tidak menirunya, sebagaimana firmanNya: “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji” (Qs. al Mumtahanah [60]: 6)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Qs. Luqman [31]: 12)
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa” (Qs. al-Lahab [111]: 1)
Oleh karena itu, keteladanan dalam dunia pendidikan adalah sangat penting, apalagi kita sebagai orang tua yang diamanahi Allah berupa anak-anak, maka kita harus menjadi teladan yang baik buat anak-anak. Kita harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, kita harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi jika kita menginginkan anak-anak kita mencintai Allah dan RosulNya maka kita sendiri sebagai orang tua harus mencintai Allah dan RosulNya pula, sehingga kecintaan itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat pada syari’at jika kedua orang tuanya sering bermaksiat kepada Allah. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang gemar mencari ilmu Allah jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi daripada membaca dan datang ke ceramah-ceramah, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai jiwa pejuang dan rela memberikan segalanya untuk kepentingan Islam, jika bapak ibunya sibuk dengan aktivitas kerja meraih materi dan tidak pernah terlibat dengan kegiatan dakwah. Sebagai contoh, apa yang terjadi di Palestina, setiap generasi disana sejak kecil sudah menjadi mujahid, jiwa mereka sudah tidak ada rasa takut terhadap kematian dan mereka siap melakukan apa saja demi kejayaan Islam, ini semua karena orang tua mereka memberikan contoh nyata kepada mereka.
Disamping itu, tanpa keteladanan, apa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita akan hanya menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Kita selalu mengajarkan agar anak kita mencintai Allah, namun kita sendiri lebih mencintai dunia…maka pengajaran tentang hal itu akan sulit untuk direalisasikan. Yang lebih utama lagi, metode keteladanan ini bisa kita lakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Dengan keteladanan pengajaran-pengajaran yang kita sampaikan akan membekas dan metode ini adalah metode termurah dan tidak memerlukan tempat tertentu. Jadi…mampukan kita menjadi uswatun hasanah bagi anak-anak kita??
Ketiga, Untuk mampu menjadi uswatun hasanah, syarat utama adalah kita sebagai orang tua harus tahu Islam secara menyeluruh, bagi yang belum tahu Islam tidak ada kata terlambat, belajar Islam menjadi prioritas agar kita menjadi uswah yang ideal buat anak-anak. Islam adalah landasan yang ideal untuk membentuk suatu kepribadian, karena Islam adalah aturan yang menyeluruh bagaimana manusia hidup di dunia ini.
Khatimah
Mempunyai anak sholeh (anak yang berkepribadian Islam) adalah impian setiap orang tua, dengan keteladanan sepanjang masa adalah metode paling efektif. Orang tua juga harus mampu menjadi uswah yang baik buat anak-anaknya, namun janganlah lupa untuk selalu berdoa kepada Allah agar anak-anak kita menjadi sholeh/sholehah. [Rusydatun Nasirah]
http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_content&task=view&id=80&Itemid=57
Sungguh hadits ini mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam memberikan contoh, apalagi sebagai orang tua, kita dituntut lebih hati-hati. Sengaja atau tidak, ada efek negatif maupun positif. Kesalahan dalam membentuk karakter anak tanpa sengaja dapat terjadi dengan keteladanan yang buruk. Akibatnya bisa fatal, yaitu membentuk karakter yang rusak.
Memang banyak tips dan cara untuk mendidik anak, ada yang dengan metode A ada yang menyarankan dengan metode B. Namun, dari setiap metode-metode yang selama ini saya baca, keteladanan adalah metode yang jitu dalam pendidikan anak-anak di keluarga. Disini saya akan membahas fakta tentang pendidikan di rumah, pentingnya keteladanan dalam pendidikan, dan bagaimana orang tua agar mampu menjadi tauladan yang baik untuk anak
Pertama, cara mendidikan anak-anak dalam rumah. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di sekolah-sekolah, jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya dirumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan dalam mendidik anak. Perlu kita pahami, bahwasannya pendidikan dirumah yang meskipun sering disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anak. Di keluargalah seorang anak pertama kali mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.
Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa tujuan mereka mendidik anak-anaknya, apakah hanya sekedar bisa survive di dunia ini ataukah menginginkan anak-anaknya menjadi generasi yang unggul. Tujuan utama pendidikan adalah untuk melahirkan generasi-generasi yang berkepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyyah), atau dengan kata lain, tujuan kita mendidik anak adalah untuk menjadikan mereka anak-anak yang sholeh/sholehah. Dan ini merupakan tugas utama sebagai orang tua. Setiap orang tua muslim pasti menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang sholeh/sholehah, karena mereka nanti adalah aset yang sangat berharga baik di dunia maupun diakherat. Di dunia mereka akan senantiasa patuh pada Allah dan kedua orang tuanya, dan bisa menjadi kebanggan keluarga, sedangkan di akherat nanti mereka akan menolong kedua orang tuanya, karena amalan yang tetap mengalir meskipun orang tua meninggal adalah doa anak sholeh/sholehah.
Kedua, pentingnya teladanan dalam mendidikan. Sebagaimana kita ketahui, Allah juga memberikan contoh-contoh Nabi atau orang yang bisa kita jadikan suri teladan dalam kehidupan atau peringatan agar kita tidak menirunya, sebagaimana firmanNya: “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji” (Qs. al Mumtahanah [60]: 6)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Qs. Luqman [31]: 12)
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa” (Qs. al-Lahab [111]: 1)
Oleh karena itu, keteladanan dalam dunia pendidikan adalah sangat penting, apalagi kita sebagai orang tua yang diamanahi Allah berupa anak-anak, maka kita harus menjadi teladan yang baik buat anak-anak. Kita harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, kita harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi jika kita menginginkan anak-anak kita mencintai Allah dan RosulNya maka kita sendiri sebagai orang tua harus mencintai Allah dan RosulNya pula, sehingga kecintaan itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat pada syari’at jika kedua orang tuanya sering bermaksiat kepada Allah. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang gemar mencari ilmu Allah jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi daripada membaca dan datang ke ceramah-ceramah, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai jiwa pejuang dan rela memberikan segalanya untuk kepentingan Islam, jika bapak ibunya sibuk dengan aktivitas kerja meraih materi dan tidak pernah terlibat dengan kegiatan dakwah. Sebagai contoh, apa yang terjadi di Palestina, setiap generasi disana sejak kecil sudah menjadi mujahid, jiwa mereka sudah tidak ada rasa takut terhadap kematian dan mereka siap melakukan apa saja demi kejayaan Islam, ini semua karena orang tua mereka memberikan contoh nyata kepada mereka.
Disamping itu, tanpa keteladanan, apa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita akan hanya menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Kita selalu mengajarkan agar anak kita mencintai Allah, namun kita sendiri lebih mencintai dunia…maka pengajaran tentang hal itu akan sulit untuk direalisasikan. Yang lebih utama lagi, metode keteladanan ini bisa kita lakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Dengan keteladanan pengajaran-pengajaran yang kita sampaikan akan membekas dan metode ini adalah metode termurah dan tidak memerlukan tempat tertentu. Jadi…mampukan kita menjadi uswatun hasanah bagi anak-anak kita??
Ketiga, Untuk mampu menjadi uswatun hasanah, syarat utama adalah kita sebagai orang tua harus tahu Islam secara menyeluruh, bagi yang belum tahu Islam tidak ada kata terlambat, belajar Islam menjadi prioritas agar kita menjadi uswah yang ideal buat anak-anak. Islam adalah landasan yang ideal untuk membentuk suatu kepribadian, karena Islam adalah aturan yang menyeluruh bagaimana manusia hidup di dunia ini.
Khatimah
Mempunyai anak sholeh (anak yang berkepribadian Islam) adalah impian setiap orang tua, dengan keteladanan sepanjang masa adalah metode paling efektif. Orang tua juga harus mampu menjadi uswah yang baik buat anak-anaknya, namun janganlah lupa untuk selalu berdoa kepada Allah agar anak-anak kita menjadi sholeh/sholehah. [Rusydatun Nasirah]
http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_content&task=view&id=80&Itemid=57
Haq(kebenaran) vs Bathil(kejahatan)
Allah telah menetapkan melalui firmanNya dalam surah Al-Baqarah 208 sebagai berikut:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ .٢٠٨
“Wahai orang-orang yang beriman ! Masuklah kamu dalam Islam secara keseluruhan !,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithon, karena sesungguhnya ia itu bagi kamu adalah musuh yang nyata”.
Ayat tersebut bila ditelaah berdasarkan ayat sebelum dan sesudahnya adalah merupakan petunjuk yang tegas dengan maksud yang jelas, antara lain:
1. Ayat tersebut ditekankan pada khususnya kepada “’Ulama” , sebagai hamba yang peka terhadap faktor lingkungan bagi “proses sinkronisasi”[qa28s35=fathir].
2. Sebagai “pembeda”antara haq(kebenaran) dengan yang bathil(kejahatan)[qa42s2=al baqarah] dan antara mukmin dengan orang yang tidak beriman dengan akherat[qa45s17=al isra].
3. Menjelaskan berbagai kemadorotan dari pola syaithon, yaitu menejemen Jibti dan metode operasional Thaghut[qa51s4=an nisa].
4. Untuk memberikan ketegasan tentang keberadaan sistem yang muthlaq dan wajib dipedomani oleh mukmin[qa153s6=al an’am].
Dengan yang tersebut maka pengertian dari perkataan “fis silmi ka-ffatan” adalah “fil ittifa-qul ‘ulama’”(:suatu bentuk kesepakatan ‘Ulama) melalui metode “Mudza-karah” yang berarti mengingatkan berdasarkan dalil yang jelas dan bukan kaidah dari hasil buah fikiran.
www.al-ulama.net
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ .٢٠٨
“Wahai orang-orang yang beriman ! Masuklah kamu dalam Islam secara keseluruhan !,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithon, karena sesungguhnya ia itu bagi kamu adalah musuh yang nyata”.
Ayat tersebut bila ditelaah berdasarkan ayat sebelum dan sesudahnya adalah merupakan petunjuk yang tegas dengan maksud yang jelas, antara lain:
1. Ayat tersebut ditekankan pada khususnya kepada “’Ulama” , sebagai hamba yang peka terhadap faktor lingkungan bagi “proses sinkronisasi”[qa28s35=fathir].
2. Sebagai “pembeda”antara haq(kebenaran) dengan yang bathil(kejahatan)[qa42s2=al baqarah] dan antara mukmin dengan orang yang tidak beriman dengan akherat[qa45s17=al isra].
3. Menjelaskan berbagai kemadorotan dari pola syaithon, yaitu menejemen Jibti dan metode operasional Thaghut[qa51s4=an nisa].
4. Untuk memberikan ketegasan tentang keberadaan sistem yang muthlaq dan wajib dipedomani oleh mukmin[qa153s6=al an’am].
Dengan yang tersebut maka pengertian dari perkataan “fis silmi ka-ffatan” adalah “fil ittifa-qul ‘ulama’”(:suatu bentuk kesepakatan ‘Ulama) melalui metode “Mudza-karah” yang berarti mengingatkan berdasarkan dalil yang jelas dan bukan kaidah dari hasil buah fikiran.
www.al-ulama.net
Mengingkari Nikmat Allah
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]يعرفون نعمة الله ثم ينكرونها[
“Mereka mengetahui nikmat Allah (tetapi) kemudian mereka mengingkarinya…” (QS. An Nahl, 83).
Dalam menafsiri ayat di atas Mujahid mengatakan bahwa maksudnya adalah kata-kata seseorang : “Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku.”
Aun bin Abdullah mengatakan : “Yakni kata mereka ‘kalau bukan karena fulan, tentu tidak akan menjadi begini’.”
Ibnu Qutaibah berkata, menafsiri ayat di atas : “mereka mengatakan : ini adalah sebab syafa’at sembahan-sembahan kami”.
Abul Abbas([1]) setelah mengupas hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Kholid yang didalamnya terdapat sabda Nabi : “sesungguhnya Allah berfirman : “pagi ini sebagian hambaku ada yang beriman kepadaku dan ada yang kifir …, sebagaimana yang telah disebutkan di atas[2] ia mengatakan :
“Hal ini banyak terdapat dalam Al qur’an maupun As sunnah, Allah Subhanahu wata’ala mencela orang yang menyekutukanNya dengan menisbatkan nikmat yang telah diberikan kepada selainNya”.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “yaitu seperti ucapan mereka : anginnya bagus, nahkodanya cerdik pandai, dan sebagainya, yang bisa muncul dari ucapan banyak orang.
Kandungan bab ini :
1.
Penjelasan tentang firman Allah yang terdapat dalam surat An Nahl, yang menyatakan adanya banyak orang yang mengetahui nikmat Allah tapi mereka mengingkarinya.
2.
Hal itu sering terjadi dalam ucapan banyak orang. (karena itu harus dihindari).
3.
Ucapan seperti ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap nikmat Allah.
4.
Adanya dua hal yang kontradiksi (mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.
http://darussunnah.or.id/materi-khusus/kitabut-tauhid-mengingkari-nikmat-allah/
]يعرفون نعمة الله ثم ينكرونها[
“Mereka mengetahui nikmat Allah (tetapi) kemudian mereka mengingkarinya…” (QS. An Nahl, 83).
Dalam menafsiri ayat di atas Mujahid mengatakan bahwa maksudnya adalah kata-kata seseorang : “Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku.”
Aun bin Abdullah mengatakan : “Yakni kata mereka ‘kalau bukan karena fulan, tentu tidak akan menjadi begini’.”
Ibnu Qutaibah berkata, menafsiri ayat di atas : “mereka mengatakan : ini adalah sebab syafa’at sembahan-sembahan kami”.
Abul Abbas([1]) setelah mengupas hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Kholid yang didalamnya terdapat sabda Nabi : “sesungguhnya Allah berfirman : “pagi ini sebagian hambaku ada yang beriman kepadaku dan ada yang kifir …, sebagaimana yang telah disebutkan di atas[2] ia mengatakan :
“Hal ini banyak terdapat dalam Al qur’an maupun As sunnah, Allah Subhanahu wata’ala mencela orang yang menyekutukanNya dengan menisbatkan nikmat yang telah diberikan kepada selainNya”.
Sebagian ulama salaf mengatakan : “yaitu seperti ucapan mereka : anginnya bagus, nahkodanya cerdik pandai, dan sebagainya, yang bisa muncul dari ucapan banyak orang.
Kandungan bab ini :
1.
Penjelasan tentang firman Allah yang terdapat dalam surat An Nahl, yang menyatakan adanya banyak orang yang mengetahui nikmat Allah tapi mereka mengingkarinya.
2.
Hal itu sering terjadi dalam ucapan banyak orang. (karena itu harus dihindari).
3.
Ucapan seperti ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap nikmat Allah.
4.
Adanya dua hal yang kontradiksi (mengetahui nikmat Allah dan mengingkarinya), bisa terjadi dalam diri manusia.
http://darussunnah.or.id/materi-khusus/kitabut-tauhid-mengingkari-nikmat-allah/
Anugerah yang Terzholimi (Tentang Poligami)
Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah disempurnakan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- sebagai rahmat bagi seluruh hamba-Nya, sehingga agama ini tidak butuh tambahan, pengurangan dan otak-atik.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
http://menikahsunnah.wordpress.com/category/sunnah-poligami/
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
http://menikahsunnah.wordpress.com/category/sunnah-poligami/
Tanggung Jawab Orang Tua
Sepertinya sekarang ini hampir setiap orang tua merasa khawatir terhadap perkembangan pergaulan anak-anaknya. Orang tua mana yang mau anak-anaknya rusak, baik rusak agamanya, rusak akhlaknya, maupun rusak badannya (karena merokok atau karena makan-makanan haram ataupun beracun).
Tetapi yang jadi masalah besar, justru para orang tua sekarang sebagian besar tidak mendidik anak-anak secara benar, tidak mendidik secara kontinyu atau terus-menerus. Kebanyakan orang tua sekarang sering mendiamkan anak-anaknya, tidak memberi contoh yang baik terhadap anak-anaknya. Menjauhkan anak dari pendididkan agama, bahkan membanggakan anak pada sekolah umum, dan tidak dididik tentang akhlak yang baik. Inilah kondisi sekarang. Anak dibiarkan tumbuh tanpa peraturan agama, tanpa mengerti agama; tetapi maunya anak menjadi orang baik. Padahal, “Buah jatuh tak juah dari pohonnya”.
Lain hal dengan para orang tua yang sudah bersusah payah memberi contoh yang baik kepada anaknya, mendidik anaknya dengan agama, mendidik akhlaknya. Lalu karena pertemanan, lingkungan yang jelek dan contoh-contoh yang bertebaran dari para artis dengan aneka polah tingkahnya, kemudian si anak bisa tercebur kepada kenakalan remaja yang sedang marak sekarang ini. Kejadian begini yang membuat orang tua menangis yang tiada henti, walau hanya dalam batinnya.
Orang tua mengkhawatiri anak-anaknya
Sesungguhnya para orang tua yang agamanya masih baik akan sangat takut kepada firman Allah Ta’ala yang berbunyi:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ(6)
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNYA kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim. 6).
www.nahimunkar.com
Tetapi yang jadi masalah besar, justru para orang tua sekarang sebagian besar tidak mendidik anak-anak secara benar, tidak mendidik secara kontinyu atau terus-menerus. Kebanyakan orang tua sekarang sering mendiamkan anak-anaknya, tidak memberi contoh yang baik terhadap anak-anaknya. Menjauhkan anak dari pendididkan agama, bahkan membanggakan anak pada sekolah umum, dan tidak dididik tentang akhlak yang baik. Inilah kondisi sekarang. Anak dibiarkan tumbuh tanpa peraturan agama, tanpa mengerti agama; tetapi maunya anak menjadi orang baik. Padahal, “Buah jatuh tak juah dari pohonnya”.
Lain hal dengan para orang tua yang sudah bersusah payah memberi contoh yang baik kepada anaknya, mendidik anaknya dengan agama, mendidik akhlaknya. Lalu karena pertemanan, lingkungan yang jelek dan contoh-contoh yang bertebaran dari para artis dengan aneka polah tingkahnya, kemudian si anak bisa tercebur kepada kenakalan remaja yang sedang marak sekarang ini. Kejadian begini yang membuat orang tua menangis yang tiada henti, walau hanya dalam batinnya.
Orang tua mengkhawatiri anak-anaknya
Sesungguhnya para orang tua yang agamanya masih baik akan sangat takut kepada firman Allah Ta’ala yang berbunyi:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ(6)
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNYA kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim. 6).
www.nahimunkar.com
Film Forno
Apakah Nonton Film Porno Termasuk Dosa Besar?
Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjaga pandangan dari melihat aurat atau kehormatan orang lain, sebagaimana firman Allah swt
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)
Senada dengan ayat diatas, Nabi saw juga telah melarang seseorang melihat aurat orang lain walaupun seorang laki-laki terhadap laki-laki yang lain atau seorang wanita terhadap wanita yang lain baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat, sebagaimana sabdanya saw,”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain) dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain). Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain dan janganlah seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Al Baihaqi)
Didalam film-film porno, batas-batas aurat atau bahkan inti dari aurat seseorang diperlihatkan dan dipertontonkan kepada orang-orang yang tidak halal melihatnya, ini merupakan perbuatan yang diharamkan baik orang yang mempertontokan maupun yang menontonnya.
Untuk itu tidak diperbolehkan bagi seseorang menyaksikan film porno walaupun dengan alasan belajar tentang cara-cara berhubungan atau menghilangkan kelemahan syahwatnya karena untuk alasan ini tidak mesti dengan menyaksikan film tersebut akan tetapi bisa dengan cara-cara lainnya yang didalamnya tidak ditampakkan aurat orang lain, seperti buku-buku agama yang menjelaskan tentang seks, buku-buku fiqih tentang pernikahan atau mungkin buku-buku umum tentang seks yang bebas dari penampakan aurat seseorang didalamnya.
www.eramuslim.com
Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjaga pandangan dari melihat aurat atau kehormatan orang lain, sebagaimana firman Allah swt
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)
Senada dengan ayat diatas, Nabi saw juga telah melarang seseorang melihat aurat orang lain walaupun seorang laki-laki terhadap laki-laki yang lain atau seorang wanita terhadap wanita yang lain baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat, sebagaimana sabdanya saw,”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain) dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain). Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain dan janganlah seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Al Baihaqi)
Didalam film-film porno, batas-batas aurat atau bahkan inti dari aurat seseorang diperlihatkan dan dipertontonkan kepada orang-orang yang tidak halal melihatnya, ini merupakan perbuatan yang diharamkan baik orang yang mempertontokan maupun yang menontonnya.
Untuk itu tidak diperbolehkan bagi seseorang menyaksikan film porno walaupun dengan alasan belajar tentang cara-cara berhubungan atau menghilangkan kelemahan syahwatnya karena untuk alasan ini tidak mesti dengan menyaksikan film tersebut akan tetapi bisa dengan cara-cara lainnya yang didalamnya tidak ditampakkan aurat orang lain, seperti buku-buku agama yang menjelaskan tentang seks, buku-buku fiqih tentang pernikahan atau mungkin buku-buku umum tentang seks yang bebas dari penampakan aurat seseorang didalamnya.
www.eramuslim.com
Berserah Diri
Dituntut kecondongan dirinya sebagai mukmin yang berittiba’ kepada Rasulullah dengan keterkaitannya untuk berada dalam golongan para saksi yang berserah diri dalam Islam dan sebagai anshorullah seperti dituntunkan dalam surah Ali Imron 53,yaitu:
رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ .٥٣
“Ya Robb kami,(sesungguhnya)kami beriman dengan segala apa yang Engkau turunkan, dan kami berittiba’kepada Rasul,maka (kami memohon semoga)Engkau masukkanlah kami beserta golongan orang-orang yang menjadi saksi (terhadap Daulah Islam Dunia yang Engkau telah janjikan)”.
www.al-ulama.net
رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ .٥٣
“Ya Robb kami,(sesungguhnya)kami beriman dengan segala apa yang Engkau turunkan, dan kami berittiba’kepada Rasul,maka (kami memohon semoga)Engkau masukkanlah kami beserta golongan orang-orang yang menjadi saksi (terhadap Daulah Islam Dunia yang Engkau telah janjikan)”.
www.al-ulama.net
PESONA AL QUR-AN
Bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan Al Qur-an dengan pesona yang maha sempurna dan tidak mungkin dapat diatasi oleh upaya seluruh makhluq, sebagaimana difirmankanNya dalam Surah Az Zumar ayat 23, yaitu :
“Allah yang telah turunkan sebaik-baik perkataan (yaitu) sebuah Kitab (Al Qur-an), yang serupa, yang diulang ulang. Akan menjadi seram terhadapnya kulit orang-orang yang takut terhadap Robb mereka, kemudian lembutlah kulit dan hati mereka kepada peringatan Allah. Demikianlah petunjuk Allah, Dia tunjuki dengan-nya siapa yang Dia Kehendaki, Dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tiadalah baginya yang dapat memberikan petunjuk”.-
Ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas bahwa kemegahan Al Qur-an sebagai rangkaian perkataan yang tidak mungkin teratasi oleh seluruh makhluq [qa23s2=al baqarah], yang sebagian isinya telah dicantumkan dalam Kitab-Kitab terdahulu [qa196s26=asy syu’ara]. Yang dengan itu maka Al Qur-an merupakan penyempurna dan penghapus daripada keberlakuan Kitab-Kitab terdahulu[qa106s2=al baqarah], serta menetapkan kemuthlaqannya sebagai Norma Hukum atas ummat manusia sedunia sampai akhir zaman [qa20s45=al jatsiyah].-
www.al-ulama.net
“Allah yang telah turunkan sebaik-baik perkataan (yaitu) sebuah Kitab (Al Qur-an), yang serupa, yang diulang ulang. Akan menjadi seram terhadapnya kulit orang-orang yang takut terhadap Robb mereka, kemudian lembutlah kulit dan hati mereka kepada peringatan Allah. Demikianlah petunjuk Allah, Dia tunjuki dengan-nya siapa yang Dia Kehendaki, Dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tiadalah baginya yang dapat memberikan petunjuk”.-
Ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas bahwa kemegahan Al Qur-an sebagai rangkaian perkataan yang tidak mungkin teratasi oleh seluruh makhluq [qa23s2=al baqarah], yang sebagian isinya telah dicantumkan dalam Kitab-Kitab terdahulu [qa196s26=asy syu’ara]. Yang dengan itu maka Al Qur-an merupakan penyempurna dan penghapus daripada keberlakuan Kitab-Kitab terdahulu[qa106s2=al baqarah], serta menetapkan kemuthlaqannya sebagai Norma Hukum atas ummat manusia sedunia sampai akhir zaman [qa20s45=al jatsiyah].-
www.al-ulama.net
Jadal (DEBAT)
Sedangkan kebolehan melakukan jadal itu hanya dikhususkan kepada Ahli Kitab, dan itupun harus tepat waktu dan dengan cara yang sebaik-baiknya, karena Al Qur-an itu posisinya membenarkan dan menyempurnakan Kitab-Kitab dari Allah yang terdahulu. Sebagaimana diterangkan dalam surah Al ‘Ankabut 46-47, sebagai berikut:
وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ .٤٦ وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ فَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلاءِ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الْكَافِرُونَ .٤٧
“46. dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri.
47. dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran). Maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (Al Quran)dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. dan Tiadalah yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir.”
Maka jelas bahwa “jadal” itu hanya ditujukan untuk menghadapi Ahli Kitab, dan bukan untuk menghadapi permasalahan hukum yang bersumber dari buah fikiran manusia, karena pada dasarnya Rasul telah melarang penggunaan fikiran untuk mendominasi Hukum Allah. Sesama muslim dibenarkan untuk bermunadharah, yaitu mencari titik temu dari beberapa dalil sehingga mendapat maksud yang benar. Tujuannya mencari kebenaran bukan mempertahankan pendapat pribadi.
www.al-ulama.net
وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ .٤٦ وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ فَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلاءِ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الْكَافِرُونَ .٤٧
“46. dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri.
47. dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran). Maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (Al Quran)dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. dan Tiadalah yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir.”
Maka jelas bahwa “jadal” itu hanya ditujukan untuk menghadapi Ahli Kitab, dan bukan untuk menghadapi permasalahan hukum yang bersumber dari buah fikiran manusia, karena pada dasarnya Rasul telah melarang penggunaan fikiran untuk mendominasi Hukum Allah. Sesama muslim dibenarkan untuk bermunadharah, yaitu mencari titik temu dari beberapa dalil sehingga mendapat maksud yang benar. Tujuannya mencari kebenaran bukan mempertahankan pendapat pribadi.
www.al-ulama.net
Isyarat dari Al Qur-an
Sebagaimana telah difaham,bahwa Al Qur-an telah memberikan beberapa isyarat penting untuk menjadi dasar petunjuk, antara lain :
a. Dalam surah Al Isra : 45-46
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا .٤٥ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَى أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا .٤٦
"45.Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.46. Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. dan apabila kamu menyebut Robbmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya."
Dari ayat diatas jelas bahwa upaya pengembalian kepada Hukum Al Qur-an pasti Robb buatkan hijab yang tersembunyi, dan membuat kaum eklektisisme dan kaum pluralis menolak dengan segala cara.
b. Dalam Surah Al Isra’ : 9
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا .٩
"Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar."
Dari ayat diatas jelas bahwa kemukjizatan Al Qur-an secara pasti akan dapat mengatasi permasalahan keummatan, dan memberikan petunjuk langkah secara pasti yang positif dan akurat.
www.al-ulama.net
a. Dalam surah Al Isra : 45-46
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا .٤٥ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَى أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا .٤٦
"45.Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.46. Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. dan apabila kamu menyebut Robbmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya."
Dari ayat diatas jelas bahwa upaya pengembalian kepada Hukum Al Qur-an pasti Robb buatkan hijab yang tersembunyi, dan membuat kaum eklektisisme dan kaum pluralis menolak dengan segala cara.
b. Dalam Surah Al Isra’ : 9
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا .٩
"Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar."
Dari ayat diatas jelas bahwa kemukjizatan Al Qur-an secara pasti akan dapat mengatasi permasalahan keummatan, dan memberikan petunjuk langkah secara pasti yang positif dan akurat.
www.al-ulama.net
Panduan al Qur-an
Petunjuk Dalil
Bahwa dalam memahami makna manusia sebagai “makhluq sosial” [qa1s4=an nisa],untuk dapat berinteraksi secara positif bagi memelihara “nilai kemanusiaan”[qa13s49=al hujurat],maka Allah telah dipandukan “suatu gambaran pedoman Kebenaran”sebagaimana yang diterangkan dalam Surah Al Maidah 67 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ. ٦٧
“Wahai Rasul! Sampaikanlah segala apa yang diturunkan kepadamu dari Robb kamu,Dan jika tidak kamu kerja kan,maka(berarti) tiadalah kamu menyampaikan risalah-Nya, danAllah itu memelihara kamu dari (berbagai gangguan yang direncanakan oleh) manusia.Sesungguhnya Allah itu tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang sama kafir”.
Pengkajian
Petunjuk dari ayat tersebut bila dicermati secara seksama, maka dapat diambil diantara pengertiannya antara lain:
1. Pernyataan Allah langsung kepada RasulNya, adalah merupakan petunjuk muthlaq bagi umatnya tentang keberadaan Rasulullah, yaitu sebagai “sosok petunjuk pelaksana strategi” dari Allah,maka dengan pengenalannya tersebut maka wajib dijadikan pedoman oleh umatnya[qa64-65s4=an nisa].
2. Tentang tekanan pada kalimat “risa-latahu”memberikan hukum muthlaq tentang keberadaan al Qur-an[qa153s6=al an’am], karena al Qur-an adalah penyempurna dari seluruh risalah Allah atas para RasulNya[qa106s2=al baqarah].
3. Kalimat”wallahu ya’shimuka minannasi”, maka didalamnya tersirat bentuk isyarat yang ditujukan kepada para pemegang amanah para Rasul, yaitu Al’Ulama[ qa28s35=fathir].
4. Secara umum petunjuk ayat tersebut dalam keterkaitan dengan ayat sebelum dan
sesudahnya,adalah merupakan petunjuk tentang “solusi dalam perbaikan ummat manusia yang telah terkondisi oleh pola dan program Ahli Kitab”,bahwa awal kerusakan Yahudi dan
Nashara adalah ditangan “para Pendeta”(Al’Ulama)[qa34s9=at taubah].Maka berarti bahwa
solusi perbaikannya adalah kesadaran “Para ‘Ulama” yang menjadi pusat pandang umat
sebagai Al’Arif atau Al Khowasy[qa37s24=an nur].
Dengan yang tersebut maka jelas bahwa peran ‘Ulama dituntut kebersamaannya untuk mengangkat al Qur-an sebagai Norma Hukum atas umat manusia[qa20s45=al jatsiyah] menuju janji Allah,yaitu tegak Daulah Islam Dunia, sebagaimana telah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam menjelaskan kedudukan kedudukan ayat.[qa33 s9=at taubah].
Pembahasan ringkas
Bahwa sesungguhnya petunjuk Allah dan panduan Rasulullah sudah cukup dan sangat jelas, maka berarti bahwa “getaran suara nurani umat manusia sedunia telah menjadi satu nada, yaitu Suara Rindu” terhadap bangunan Khilafah dan Imamah berdasarkan KetetapanNya yang akan dijadikanNya sebagai mengawali perjalanan bagi perubahan dunia secara total sampai akhir zaman.
Dengan demikian bagi perjalanan ‘Ulama akan berarti,antara lain:
1. Perihal terjadi “firqoh-firqoh” dalam Islam adalah bukan merupakan kendala, karena hal tersebut telah diisyaratkan Allah terhadap RasulNya[qa159s6=al an’am].
2. Perjalanan ‘Ulama menuju kesepakatan dunia merupakan perintah muthlaq, sebagai poros perjalanan Islam dan umat Islam kedepan[qa208s2=al baqarah].
3. Perjalanan Mudzakarah ‘Ulama adalah merupakan proses pengkondisian sebagai pemegang amanah para Rasul bagi penggelaran perintah yang ditetapkan Allah terhadap 5 rasul pilihan[qa13s42=asy syura], dan sebagai pemegang amanah Allah atas makhluqNya [qa27-28s35=fathir],sebagai wujud dari isyarat penunjukan Allah kepada Muhammad saw penutup para Nabi[qa40s33=al ahzab] dan sebagai Rasul atas seluruh umat berbagai bangsa didunia[qa28s34=as saba].
Inilah kajian ringkas panduan al Qur-an dalam menuju Daulah Islam Dunia.
Written by mubarki
http://al-ulama.net/index.php?option=com_content&task=view&id=164&Itemid=1
Bahwa dalam memahami makna manusia sebagai “makhluq sosial” [qa1s4=an nisa],untuk dapat berinteraksi secara positif bagi memelihara “nilai kemanusiaan”[qa13s49=al hujurat],maka Allah telah dipandukan “suatu gambaran pedoman Kebenaran”sebagaimana yang diterangkan dalam Surah Al Maidah 67 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ. ٦٧
“Wahai Rasul! Sampaikanlah segala apa yang diturunkan kepadamu dari Robb kamu,Dan jika tidak kamu kerja kan,maka(berarti) tiadalah kamu menyampaikan risalah-Nya, danAllah itu memelihara kamu dari (berbagai gangguan yang direncanakan oleh) manusia.Sesungguhnya Allah itu tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang sama kafir”.
Pengkajian
Petunjuk dari ayat tersebut bila dicermati secara seksama, maka dapat diambil diantara pengertiannya antara lain:
1. Pernyataan Allah langsung kepada RasulNya, adalah merupakan petunjuk muthlaq bagi umatnya tentang keberadaan Rasulullah, yaitu sebagai “sosok petunjuk pelaksana strategi” dari Allah,maka dengan pengenalannya tersebut maka wajib dijadikan pedoman oleh umatnya[qa64-65s4=an nisa].
2. Tentang tekanan pada kalimat “risa-latahu”memberikan hukum muthlaq tentang keberadaan al Qur-an[qa153s6=al an’am], karena al Qur-an adalah penyempurna dari seluruh risalah Allah atas para RasulNya[qa106s2=al baqarah].
3. Kalimat”wallahu ya’shimuka minannasi”, maka didalamnya tersirat bentuk isyarat yang ditujukan kepada para pemegang amanah para Rasul, yaitu Al’Ulama[ qa28s35=fathir].
4. Secara umum petunjuk ayat tersebut dalam keterkaitan dengan ayat sebelum dan
sesudahnya,adalah merupakan petunjuk tentang “solusi dalam perbaikan ummat manusia yang telah terkondisi oleh pola dan program Ahli Kitab”,bahwa awal kerusakan Yahudi dan
Nashara adalah ditangan “para Pendeta”(Al’Ulama)[qa34s9=at taubah].Maka berarti bahwa
solusi perbaikannya adalah kesadaran “Para ‘Ulama” yang menjadi pusat pandang umat
sebagai Al’Arif atau Al Khowasy[qa37s24=an nur].
Dengan yang tersebut maka jelas bahwa peran ‘Ulama dituntut kebersamaannya untuk mengangkat al Qur-an sebagai Norma Hukum atas umat manusia[qa20s45=al jatsiyah] menuju janji Allah,yaitu tegak Daulah Islam Dunia, sebagaimana telah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam menjelaskan kedudukan kedudukan ayat.[qa33 s9=at taubah].
Pembahasan ringkas
Bahwa sesungguhnya petunjuk Allah dan panduan Rasulullah sudah cukup dan sangat jelas, maka berarti bahwa “getaran suara nurani umat manusia sedunia telah menjadi satu nada, yaitu Suara Rindu” terhadap bangunan Khilafah dan Imamah berdasarkan KetetapanNya yang akan dijadikanNya sebagai mengawali perjalanan bagi perubahan dunia secara total sampai akhir zaman.
Dengan demikian bagi perjalanan ‘Ulama akan berarti,antara lain:
1. Perihal terjadi “firqoh-firqoh” dalam Islam adalah bukan merupakan kendala, karena hal tersebut telah diisyaratkan Allah terhadap RasulNya[qa159s6=al an’am].
2. Perjalanan ‘Ulama menuju kesepakatan dunia merupakan perintah muthlaq, sebagai poros perjalanan Islam dan umat Islam kedepan[qa208s2=al baqarah].
3. Perjalanan Mudzakarah ‘Ulama adalah merupakan proses pengkondisian sebagai pemegang amanah para Rasul bagi penggelaran perintah yang ditetapkan Allah terhadap 5 rasul pilihan[qa13s42=asy syura], dan sebagai pemegang amanah Allah atas makhluqNya [qa27-28s35=fathir],sebagai wujud dari isyarat penunjukan Allah kepada Muhammad saw penutup para Nabi[qa40s33=al ahzab] dan sebagai Rasul atas seluruh umat berbagai bangsa didunia[qa28s34=as saba].
Inilah kajian ringkas panduan al Qur-an dalam menuju Daulah Islam Dunia.
Written by mubarki
http://al-ulama.net/index.php?option=com_content&task=view&id=164&Itemid=1
Kebesaran Al Qur-an
Petunjuk Al Qur-an
Sesungguhnya pada dasarnya ummat Islam yakin dan faham bahwa Al Qur-an sebagai “sumber” [qa138s3=ali imron], akan tetapi dalam kenyataannya sedikit sekali yang menjadikannya sebagai pedoman dan panduan hidup dalam dunia ini, walaupun Allah telah menegaskannya secara jelas dan tegas[qa153s6=al an’am].Padahal Allah telah terangkan perihal himpunan tingkat ilmu yang terkandung dalam al Qur-an, sebagaimana difirmankan dalam Surah At Takwir 23-28, sebagai berikut:
وَلَقَدْ رَآهُ بِالأفُقِ الْمُبِينِ .٢٣وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ .٢٤وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ .٢٥فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ .٢٦إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ .٢٧لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ .٢٨
“Dan sungguh pasti dia(Muhammad)telah melihat(Jibril)itu difihak atas yang nyata”;”Dan tiadalah dia(Muhammad) itu atas yang ghaib bersikap kikir”;”Dan tiadalah dia(al Qur-an)itu perekataan syaithon yang terkutuk”; ”Maka kemanakah kamu akan pergi(menghindar dari adzab)”;”Tiada lain (al Qur-an)itu peringatan untuk semesta alam”;”Bagi barang siapa dari antara kamu yang akan berlaku lurus”;”Dan tiadalah kamu menghendaki melainkan Kehendak Allah Robb sekalian alam”.
Ayat-ayat tersebut memberikan bukti nyata tentang keberadaan Jibril untuk menemui Muhammad yang ditetapkan Allah sebagai penutup dari seluruh nabi[qa40s33=al Ahzab]untuk menyampaikan wahyuNya, yang tersimpan dan diambil di Lauhin Mahfudz atas perintahNya[qa77-80s56=al waqi’ah].Maka dapat dipahami bahawa Al Qur-an adalah petunjuk final”bagi proses sinkronisasi” seluruh makhluq semesta alam, melalui pembuktian pelaksanaan tasbih, shalat[qa41s24=an nur] dan sujud yang dilakukan oleh semesta alam[qa18s22=al hajj], kemudian perintah beribadat bagi jin dan manusia[qa56s51=adz dzariyat];Dan hal ini berakhir dengan”kesaksian dan janji” dari Allah atas makhluqNya pada Hari Peradilan, dan inilah pula gambaran dari”Bukti-bukti Yang Besar” [qa18s53= an najm].
Pembahasan
Bahwa sesungguhnya Al Qur-an sebagai penuntas dan penyempurna dari seluruh wahyu yang telah Allah berikan kepada para RasulNya [qa106s2=al baqarah].Kesempurnaan isinya, maka dalam hal pembuktiannya, Allah memberikan beberapa petunjuk agar dipahami secara seksama, antara lain:
1. Allah menyajikan tantangan kepada siapapun, yang berambisi untuk menandinginya, lantaran ada beberapa tanggapan yang negative terhadap Al Qur-an[qa23-24s2=al baqarah].
2. Penyajian tentang kesempurnaan Al Qur-an, yang meliputi tingkatan-tingkatan , dari ekzak, abstrak, relative abstrak,dan absolute abstrak.Maka untuk kemampuan memahami kepada tingkatan tersebut, manusia diberi dengan tiga perantara pemahaman, yaitu as sam’a(pendengaran), al abshor(penglihatan),dan al af-idah(daya kemampuan berfikir)[qa78s16=an nahl].Kemudian disempurnakan dengan kunci keterbatasan dan yang menjembatani terhadap pemahaman tingkatan-tingkatan isi Al Qur-an[qa7-8s30=ar rum].
3. Perintah memahami isi Al Qur-an melalui penjelasan yang simple dan mudah diterima [qa 27-28s39=az zumar], dengan maksud, bagi yang telah paham akan dapat menangkap sinyal pembatas antara nafsu sebagai sarang hambatan mental[qa118s4=an nisa] dengan hati sebagai tempat meletakkan hidayah[qa99s10=yunus],untuk kewaspadaan diri[qa24s8=anfal].
Inilah beberapa bukti dari kesempurnaan Al Qur-an, dan manusia diberi kewenangan untuk menentukan dirinya, sejauh mana kesadarannya terhadap maksud dan tujuan hidup dalam dunia ini, dan kemana dia akan menentukan dirinya.
Written by mubarki
http://al-ulama.net/index.php?option=com_content&task=view&id=169&Itemid=1
Sesungguhnya pada dasarnya ummat Islam yakin dan faham bahwa Al Qur-an sebagai “sumber” [qa138s3=ali imron], akan tetapi dalam kenyataannya sedikit sekali yang menjadikannya sebagai pedoman dan panduan hidup dalam dunia ini, walaupun Allah telah menegaskannya secara jelas dan tegas[qa153s6=al an’am].Padahal Allah telah terangkan perihal himpunan tingkat ilmu yang terkandung dalam al Qur-an, sebagaimana difirmankan dalam Surah At Takwir 23-28, sebagai berikut:
وَلَقَدْ رَآهُ بِالأفُقِ الْمُبِينِ .٢٣وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ .٢٤وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ .٢٥فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ .٢٦إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ .٢٧لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ .٢٨
“Dan sungguh pasti dia(Muhammad)telah melihat(Jibril)itu difihak atas yang nyata”;”Dan tiadalah dia(Muhammad) itu atas yang ghaib bersikap kikir”;”Dan tiadalah dia(al Qur-an)itu perekataan syaithon yang terkutuk”; ”Maka kemanakah kamu akan pergi(menghindar dari adzab)”;”Tiada lain (al Qur-an)itu peringatan untuk semesta alam”;”Bagi barang siapa dari antara kamu yang akan berlaku lurus”;”Dan tiadalah kamu menghendaki melainkan Kehendak Allah Robb sekalian alam”.
Ayat-ayat tersebut memberikan bukti nyata tentang keberadaan Jibril untuk menemui Muhammad yang ditetapkan Allah sebagai penutup dari seluruh nabi[qa40s33=al Ahzab]untuk menyampaikan wahyuNya, yang tersimpan dan diambil di Lauhin Mahfudz atas perintahNya[qa77-80s56=al waqi’ah].Maka dapat dipahami bahawa Al Qur-an adalah petunjuk final”bagi proses sinkronisasi” seluruh makhluq semesta alam, melalui pembuktian pelaksanaan tasbih, shalat[qa41s24=an nur] dan sujud yang dilakukan oleh semesta alam[qa18s22=al hajj], kemudian perintah beribadat bagi jin dan manusia[qa56s51=adz dzariyat];Dan hal ini berakhir dengan”kesaksian dan janji” dari Allah atas makhluqNya pada Hari Peradilan, dan inilah pula gambaran dari”Bukti-bukti Yang Besar” [qa18s53= an najm].
Pembahasan
Bahwa sesungguhnya Al Qur-an sebagai penuntas dan penyempurna dari seluruh wahyu yang telah Allah berikan kepada para RasulNya [qa106s2=al baqarah].Kesempurnaan isinya, maka dalam hal pembuktiannya, Allah memberikan beberapa petunjuk agar dipahami secara seksama, antara lain:
1. Allah menyajikan tantangan kepada siapapun, yang berambisi untuk menandinginya, lantaran ada beberapa tanggapan yang negative terhadap Al Qur-an[qa23-24s2=al baqarah].
2. Penyajian tentang kesempurnaan Al Qur-an, yang meliputi tingkatan-tingkatan , dari ekzak, abstrak, relative abstrak,dan absolute abstrak.Maka untuk kemampuan memahami kepada tingkatan tersebut, manusia diberi dengan tiga perantara pemahaman, yaitu as sam’a(pendengaran), al abshor(penglihatan),dan al af-idah(daya kemampuan berfikir)[qa78s16=an nahl].Kemudian disempurnakan dengan kunci keterbatasan dan yang menjembatani terhadap pemahaman tingkatan-tingkatan isi Al Qur-an[qa7-8s30=ar rum].
3. Perintah memahami isi Al Qur-an melalui penjelasan yang simple dan mudah diterima [qa 27-28s39=az zumar], dengan maksud, bagi yang telah paham akan dapat menangkap sinyal pembatas antara nafsu sebagai sarang hambatan mental[qa118s4=an nisa] dengan hati sebagai tempat meletakkan hidayah[qa99s10=yunus],untuk kewaspadaan diri[qa24s8=anfal].
Inilah beberapa bukti dari kesempurnaan Al Qur-an, dan manusia diberi kewenangan untuk menentukan dirinya, sejauh mana kesadarannya terhadap maksud dan tujuan hidup dalam dunia ini, dan kemana dia akan menentukan dirinya.
Written by mubarki
http://al-ulama.net/index.php?option=com_content&task=view&id=169&Itemid=1
TENTANG RUH
عن ابن مسعود – ر – قال : كنتُ اَمْشي مع النّبي صلعم, بالمدينةِ و هو يَـتَوَكَّآُ على عَسِيبٍ فَمَرَّ بِنَفْرٍ مِنَ اليهودِ فقال بَعْضُهم
لَوْسَآَلْتُمُوهُ : فقالُوا حَدَّثَنَا عَن الرُّوحِ فقامَ سَاعَةً و رَفَعَ رَآسَهُ.فَعَرَفْتُ اَنّهُ يُوْلِجُو اِلَيْهِ حَتَّى صَعَدَ الوَحْيُ. ثُمّ قال :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا (٨٥) . البخاري
Terjemah:
Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata : Adalah Aku berjalan beserta Nabi SAW di Madinah dan Dia bertelekan atas tongkat (pelepah korma), maka lewat se-rombongan dari orang Yahudi. Maka berkatalah sebagian mereka; cobalah tanya oleh kamu kepadanya, maka mereka berkata : ceritakan pada kami tentang ruh, maka Rasul berdiri sejenak dan mengangkat kepalanya, maka aku kenal bahwa dia sedang diberi wahyu kepadanya, sampai selesainya kemudian bersabda :dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(Q.S. 17 : 85) (Buchari)
www.al-ulama.net
لَوْسَآَلْتُمُوهُ : فقالُوا حَدَّثَنَا عَن الرُّوحِ فقامَ سَاعَةً و رَفَعَ رَآسَهُ.فَعَرَفْتُ اَنّهُ يُوْلِجُو اِلَيْهِ حَتَّى صَعَدَ الوَحْيُ. ثُمّ قال :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا (٨٥) . البخاري
Terjemah:
Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata : Adalah Aku berjalan beserta Nabi SAW di Madinah dan Dia bertelekan atas tongkat (pelepah korma), maka lewat se-rombongan dari orang Yahudi. Maka berkatalah sebagian mereka; cobalah tanya oleh kamu kepadanya, maka mereka berkata : ceritakan pada kami tentang ruh, maka Rasul berdiri sejenak dan mengangkat kepalanya, maka aku kenal bahwa dia sedang diberi wahyu kepadanya, sampai selesainya kemudian bersabda :dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(Q.S. 17 : 85) (Buchari)
www.al-ulama.net
syaithon
Allah telah ingatkan dalam Surah Fathir 6,yaitu:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ.٦
“Sesungguhnya syaithon itu bagi (kemanusiaam)kamu adalah sebagai musuh,maka perlakukanlah ia itu sebagai musuh.Adapun sebenarnya syaithon itu menyeru pengikutnya supaya mereka menjadi golongan penduduk neraka”
Ayat tersebut memberikan gambaran bahwa sesungguhnya syaithon itu “musuh kemanusiaan”, maka seluruh pola syaithon itu pada haqiqatnya akan menelanjangi faktor kemanusiaan,sehingga membuat lupa diri dan menafikan terhadap nilai-nilai Tauhid dan kemanusiaan.
www.al-ulama.net
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ.٦
“Sesungguhnya syaithon itu bagi (kemanusiaam)kamu adalah sebagai musuh,maka perlakukanlah ia itu sebagai musuh.Adapun sebenarnya syaithon itu menyeru pengikutnya supaya mereka menjadi golongan penduduk neraka”
Ayat tersebut memberikan gambaran bahwa sesungguhnya syaithon itu “musuh kemanusiaan”, maka seluruh pola syaithon itu pada haqiqatnya akan menelanjangi faktor kemanusiaan,sehingga membuat lupa diri dan menafikan terhadap nilai-nilai Tauhid dan kemanusiaan.
www.al-ulama.net
Sangat Beruntung
Petunjuk Al Qur-an
Sesungguhnya bagi hamba Allah yang mau untuk memahami dan menghayati terhadap al Qur-an,maka secara pasti memperoleh multi keberuntungan yang diberikan Allah atasnya,karena Allah telah firmankan dalam surah Az Zumar 27-28, sebagai berikut:
“Dan sungguh Kami telah tetapkan untuk manusia dalam(seluruh isian) Al Qur-an ini dari berbagai perumpamaan,mudah-mudahan mereka mengambil pelajaran”;”Al Qur-an berbahasa arab yang tiada terdapat kebengkokan, mudah-mudahan mereka bertaqwa”.
Pembahasan
Dalam istilah keilmuan,maka lafadz “amtsal” mempunyai beberapa pengertian,yaitu:
A=al matsal ; artinya perumpamaan.
B=asy sybhi; artinya gambaran.
C=an najhi-ri; artinya keserupaan.
D=al qoshosh; artinya kisah-kisah.
E=sifat atau keadaan.
Dengan memahami pengertian-pengertian tersebut,maka Al Qur-an itu meliputi beberapa tingkatan Ilmu,yaitu ekzak,abtrak,relative abstrak,dan absolute abstrak.Maka inilah yang digambarkanNya ketika Rasulullah saw diperjalankanNya dalam satu malam[qa1s17=al isra] untuk menerima bukti-bukti KebesaranNya [qa18s53=an najm].
Maka pemahaman melalui aktivitas majlis Ilmu yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan [qa18s39=az zumar] dengan melakukan proses tadabbur[qa24s47=Muhammad] . Secara positif akan membuahkan ketaqwaan,yang meliputi antara lain:
1. Kesadaran dalam menempatkan diri sebagai muttabi’urrasul bagi mengemban amanah Millah Ibrahim[qa68s3=ali imron].Dan akan memperoleh kepahaman yang cukup perihal keberadaan Rasulullah saw,sebagai sosok yang peka lingkungan dan penuh kepedulian bagi kepentingan penggelaran Islam[qa128s9=at taubah].
2. Kesadaran beristiqomah, yaitu bersikap lurus dalam menepati perintah Dinullah(Islam) [qa30s41=fusilat].
3. Kesadaran memotivasi diri,sehingga dalam menepati perintah Islam semata-mata mendambakan kesaksian dari Allah [qa53s3=ali imron].
Dengan yang tersebut,maka dengan sendirinya pada satu sisi,akan berupaya menjadikan Al Qur-an sebagai panduan dalam hidupnya,sehingga akan senantiasa memandang positif terhadap berbagai petunjuk Rasulullah saw dengan tanpa keraguan [qa51s24=an nur].
Sedangkan pada sisi lain akan senantiasa sadar diri dalam menyambut seruan Allah dan RasulNya, karena sangat paham bahwa antara nafsu dengan ‘aqal, ada pembatas yang wajib dijadikan kunci dasar dalam melangkah[qa24s8=al anfal].
Oleh karena itu,dengan melalui pemahaman Al Qur-an secara baik dan benar berdasarkan kaidah keilmuan yang telah digambarkan oleh Al Qur-an itu sendiri,maka secara pasti akan memberikan pedoman ‘amal yang positif dengan tanpa pernah merusak “citra perjalanan”,bagi menuju cita yang dikehendaki Allah.
http://al-ulama.net/index.php?option=com_content&task=view&id=137&Itemid=2
Sesungguhnya bagi hamba Allah yang mau untuk memahami dan menghayati terhadap al Qur-an,maka secara pasti memperoleh multi keberuntungan yang diberikan Allah atasnya,karena Allah telah firmankan dalam surah Az Zumar 27-28, sebagai berikut:
“Dan sungguh Kami telah tetapkan untuk manusia dalam(seluruh isian) Al Qur-an ini dari berbagai perumpamaan,mudah-mudahan mereka mengambil pelajaran”;”Al Qur-an berbahasa arab yang tiada terdapat kebengkokan, mudah-mudahan mereka bertaqwa”.
Pembahasan
Dalam istilah keilmuan,maka lafadz “amtsal” mempunyai beberapa pengertian,yaitu:
A=al matsal ; artinya perumpamaan.
B=asy sybhi; artinya gambaran.
C=an najhi-ri; artinya keserupaan.
D=al qoshosh; artinya kisah-kisah.
E=sifat atau keadaan.
Dengan memahami pengertian-pengertian tersebut,maka Al Qur-an itu meliputi beberapa tingkatan Ilmu,yaitu ekzak,abtrak,relative abstrak,dan absolute abstrak.Maka inilah yang digambarkanNya ketika Rasulullah saw diperjalankanNya dalam satu malam[qa1s17=al isra] untuk menerima bukti-bukti KebesaranNya [qa18s53=an najm].
Maka pemahaman melalui aktivitas majlis Ilmu yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan [qa18s39=az zumar] dengan melakukan proses tadabbur[qa24s47=Muhammad] . Secara positif akan membuahkan ketaqwaan,yang meliputi antara lain:
1. Kesadaran dalam menempatkan diri sebagai muttabi’urrasul bagi mengemban amanah Millah Ibrahim[qa68s3=ali imron].Dan akan memperoleh kepahaman yang cukup perihal keberadaan Rasulullah saw,sebagai sosok yang peka lingkungan dan penuh kepedulian bagi kepentingan penggelaran Islam[qa128s9=at taubah].
2. Kesadaran beristiqomah, yaitu bersikap lurus dalam menepati perintah Dinullah(Islam) [qa30s41=fusilat].
3. Kesadaran memotivasi diri,sehingga dalam menepati perintah Islam semata-mata mendambakan kesaksian dari Allah [qa53s3=ali imron].
Dengan yang tersebut,maka dengan sendirinya pada satu sisi,akan berupaya menjadikan Al Qur-an sebagai panduan dalam hidupnya,sehingga akan senantiasa memandang positif terhadap berbagai petunjuk Rasulullah saw dengan tanpa keraguan [qa51s24=an nur].
Sedangkan pada sisi lain akan senantiasa sadar diri dalam menyambut seruan Allah dan RasulNya, karena sangat paham bahwa antara nafsu dengan ‘aqal, ada pembatas yang wajib dijadikan kunci dasar dalam melangkah[qa24s8=al anfal].
Oleh karena itu,dengan melalui pemahaman Al Qur-an secara baik dan benar berdasarkan kaidah keilmuan yang telah digambarkan oleh Al Qur-an itu sendiri,maka secara pasti akan memberikan pedoman ‘amal yang positif dengan tanpa pernah merusak “citra perjalanan”,bagi menuju cita yang dikehendaki Allah.
http://al-ulama.net/index.php?option=com_content&task=view&id=137&Itemid=2
Kesabaran dalam Kepasrahan
Untuk diketahui, bahwa dalam menepati rasa kebersamaan,yang diajarkan Rasulullah saw, yaitu “menepati keutuhan”dalam suka dan duka,dalam kelapangan dan kesempitan, yang maksudnya dalam segala keadaan.Adalah merupakan tugas yang palimg mulia bagi memelihara hubungan hati(:tansiq) antara mukmin.Hal tersebut dituntunkan dalam Surah al Furqon 58,yaitu:
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَم ْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا ٥٨
“Dan bertawakallah hanya kepada (Allah),Yang Maha Hidup tidak mati, dan bertasbihlah dengan memujiNya,dan cukuplah denganNya terhadap dosa hamba-hambaNya (bahwa Dia) itu Maha Mengerti”.
Ayat tersebut merupakan perintah muthlaq atas tiap individu yang telah merasa memperoleh”Nur Islam”
www.al-ulama.net
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَم ْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا ٥٨
“Dan bertawakallah hanya kepada (Allah),Yang Maha Hidup tidak mati, dan bertasbihlah dengan memujiNya,dan cukuplah denganNya terhadap dosa hamba-hambaNya (bahwa Dia) itu Maha Mengerti”.
Ayat tersebut merupakan perintah muthlaq atas tiap individu yang telah merasa memperoleh”Nur Islam”
www.al-ulama.net
Jalan Yang Lurus
Karena dengan itu akan dapat mengatasi seluruh kendala yang akan menjadi hambatannya,yang digambarkan dalam surah Al an’am 153,yaitu:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. ١٥٣
“Dan bahwa (Al Qur-an)ini jalanKu yang lurus,maka turutlah ia,dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan yang lain,maka berakibat membuat kamu akan terpecah-belah lagi terpisah dari jalanNya Demikian itu Allah wasiatkan kepadamu dengannya, mudah-mudahan kamu sama bertaqwa”
www.al-ulama.net
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. ١٥٣
“Dan bahwa (Al Qur-an)ini jalanKu yang lurus,maka turutlah ia,dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan yang lain,maka berakibat membuat kamu akan terpecah-belah lagi terpisah dari jalanNya Demikian itu Allah wasiatkan kepadamu dengannya, mudah-mudahan kamu sama bertaqwa”
www.al-ulama.net
Petunjuk paling akurat
Bahwa Allah telah menetapkan melalui firman-Nya dalam Surah Al Isra 09, sebagai berikut:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا. ٩
“Sesungguhnya Al Qur-an ini memimpin kepada (bukti-bukti) yang sangat lurus,dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang melakukan berbagai ‘amal shalih, bahwa bagi mereka adalah ganjaran yang besar”.
Pembahasan
Ayat tersebut bersifat mutlak,
dan dengan menggunakan bentuk kata “sangat/paling/lebih/ter”(:isim tafdlil/super latif), memberikan bentuk tuntutan yang wajib dilaksanakan oleh mukmin. Karena perkataan dalam bentuk “tafdlil(super latif)” tersebut terkandung “wasiat” dalam memilih dan melaksanakannya.
www.al-ulama.net
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا. ٩
“Sesungguhnya Al Qur-an ini memimpin kepada (bukti-bukti) yang sangat lurus,dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang melakukan berbagai ‘amal shalih, bahwa bagi mereka adalah ganjaran yang besar”.
Pembahasan
Ayat tersebut bersifat mutlak,
dan dengan menggunakan bentuk kata “sangat/paling/lebih/ter”(:isim tafdlil/super latif), memberikan bentuk tuntutan yang wajib dilaksanakan oleh mukmin. Karena perkataan dalam bentuk “tafdlil(super latif)” tersebut terkandung “wasiat” dalam memilih dan melaksanakannya.
www.al-ulama.net
MANUSIA PETERNAK SYAITHON
Allah memberikan pengajaran tentang gambaran manusia yang egois dan sombong seolah-olah kejadiannya tidak ada keterkaitan dengan ketetapan Allah,sebagaiman tersebut dalam Surah Al Jatsiyah 8-9,sebagai berikut:
“Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan atasnya ,kemudian tetap menyombongkan diri (dengan besikap) seolah-olah seperti tidak pernah mendengarnya.Maka gembirakanlah ia dengan ancaman siksaan yang pedih”;”Dan apabila dia mengetahui dari sesuatu ayat-ayat Kami, dia mengambilnya sebagai olok-olok.Bagi mereka itu pasti mendapatkan siksaan yang hina”.
Ayat-ayat tersebut memberikan gambaran yang cukup jelas, bahwa “sikap kibriya’(takabur)” itu mengakibatkan hati, pandangan dan pendengarannya telah terkunci, sehingga tertutup dari Kebenaran dari Allah, yang berarti bahwa orang itu sudah mempersiapkan secara penuh untuk menjadi penghuni neraka jahanam
www.al-ulama.net
“Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan atasnya ,kemudian tetap menyombongkan diri (dengan besikap) seolah-olah seperti tidak pernah mendengarnya.Maka gembirakanlah ia dengan ancaman siksaan yang pedih”;”Dan apabila dia mengetahui dari sesuatu ayat-ayat Kami, dia mengambilnya sebagai olok-olok.Bagi mereka itu pasti mendapatkan siksaan yang hina”.
Ayat-ayat tersebut memberikan gambaran yang cukup jelas, bahwa “sikap kibriya’(takabur)” itu mengakibatkan hati, pandangan dan pendengarannya telah terkunci, sehingga tertutup dari Kebenaran dari Allah, yang berarti bahwa orang itu sudah mempersiapkan secara penuh untuk menjadi penghuni neraka jahanam
www.al-ulama.net
Petunjuk Keselamatan
Dalam menata perjalanan hidup bagi tiap pribadi,Allah telah memberikan gambaran petunjuk dalam Surah At Taghobun 16,sebagai berikut:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ .١٦
“Maka(lantaran itu) bertakwalah kamu menurut kemampuan kamu, dan dengarkanlah ,dan tha’atilah, dan infaqkanlah (hartamu) secara baik untuk dirimu sendiri.Dan barang siapa yang terpelihara dari kebakhilan dirinya, maka mereka itu orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan”.
Ayat tersebut dalam mengambil salah satu jurusan,adalah merupakan pembinaan untuk mencapai kesadaran dan kesiapan yang utama, bahwa rumah tangga Muslim adalah merupakan lembaga inti bagi pembangunan masyarakat dunia, karena dilandasi dengan sikap “mawaddah wa rahmah” [qa21s30=ar rum].
www.al-ulama.net
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ .١٦
“Maka(lantaran itu) bertakwalah kamu menurut kemampuan kamu, dan dengarkanlah ,dan tha’atilah, dan infaqkanlah (hartamu) secara baik untuk dirimu sendiri.Dan barang siapa yang terpelihara dari kebakhilan dirinya, maka mereka itu orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan”.
Ayat tersebut dalam mengambil salah satu jurusan,adalah merupakan pembinaan untuk mencapai kesadaran dan kesiapan yang utama, bahwa rumah tangga Muslim adalah merupakan lembaga inti bagi pembangunan masyarakat dunia, karena dilandasi dengan sikap “mawaddah wa rahmah” [qa21s30=ar rum].
www.al-ulama.net
Kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya)
Surah Ali Imran 139:
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Sejarah membuktikan pada masa Rosulullah dan Khulafaurrasyidin hidup ada dua kekuatan Negara adidaya, yaitu Roma dan Persia. Namun keduanya tidak dapat mendatangkan kemudharatan bagi ummat mukmin. Justru keduanya akhirnya mau tunduk menerima Dinul Islam. Semuanya dikarenakan mereka generasi yang memenuhi criteria mukmin sebenarnya. Yaitu benar aqidah, akhlaq, ilmu, pola fikir, dan ‘amal (karya). Dengan persyaratan ini maka Allah mengangkat derajat mereka atas orang kafir.
www.al-ulama.net
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Sejarah membuktikan pada masa Rosulullah dan Khulafaurrasyidin hidup ada dua kekuatan Negara adidaya, yaitu Roma dan Persia. Namun keduanya tidak dapat mendatangkan kemudharatan bagi ummat mukmin. Justru keduanya akhirnya mau tunduk menerima Dinul Islam. Semuanya dikarenakan mereka generasi yang memenuhi criteria mukmin sebenarnya. Yaitu benar aqidah, akhlaq, ilmu, pola fikir, dan ‘amal (karya). Dengan persyaratan ini maka Allah mengangkat derajat mereka atas orang kafir.
www.al-ulama.net
Sedikitpun orang-orang sesat (kafir) tidak dapat mengalahkan mukmin.
Dua hari menjelang pleno ke IV DP3MU, tamu undangan mulai berdatangan. Diantaranya Ustad Ahmad Hariadi dari Jawa Barat. Maka ba’da sholat subuh esok harinya, Jum-at 16 Rabiul Ula 1430 H beliau di daulat untuk mengisi Kuliah Subuh di Masjid al Muqoffa di Komplek AKUIS, yang biasanya diisi oleh Ustad Muhammad Bardan Kindarto. Dalam kesempatan itu beliau memberikan uraian tafsir al-quran surah al Maidah ayat 105.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk, hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”
Allah berjanji kepada hambaNya yang beriman bahwa sedikitpun orang-orang sesat (kafir) tidak dapat mengalahkan mukmin.
www.al-ulama.net
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk, hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”
Allah berjanji kepada hambaNya yang beriman bahwa sedikitpun orang-orang sesat (kafir) tidak dapat mengalahkan mukmin.
www.al-ulama.net
Kebahagiaan
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ .٧٧
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs. Al Qoshos : 77).
Sesungguhnya setiap manusia mendambakan kehidupan bahagia, aman dan sejahtera. Tak satupun yang menginginkan kesusahan, terancam, dan sengsara. Inilah insting naluriah dan kebutuhan mendasar manusia yang selalu ingin digapai dengan bermacam cara menurut konsep hidup yang tertanam dalam fikirannya. Munculnya insting tersebut dikarenakan dorongan potensi nafsu yang sengaja Allah adakan bagi tiap insan. Dengan adanya nafsu, maka manusia akan berupaya mempertahankan eksistensi (keberadaannya) di dunia, karena nafsu diciptakan untuk melayani kebutuhan pokok manusia selaku makhluq hidup.
www.al-ulama.net
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs. Al Qoshos : 77).
Sesungguhnya setiap manusia mendambakan kehidupan bahagia, aman dan sejahtera. Tak satupun yang menginginkan kesusahan, terancam, dan sengsara. Inilah insting naluriah dan kebutuhan mendasar manusia yang selalu ingin digapai dengan bermacam cara menurut konsep hidup yang tertanam dalam fikirannya. Munculnya insting tersebut dikarenakan dorongan potensi nafsu yang sengaja Allah adakan bagi tiap insan. Dengan adanya nafsu, maka manusia akan berupaya mempertahankan eksistensi (keberadaannya) di dunia, karena nafsu diciptakan untuk melayani kebutuhan pokok manusia selaku makhluq hidup.
www.al-ulama.net
Hidup berlandaskan al Qur-an
Tentu sama kita fahami bahwa bagi setiap muslim, al Qur-an adalah satu-satunya pilihan jalan lurus yang mampu menghantarkan manusia kepada tujuan hidup sebenarnya yaitu ridho Allah.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ .١٥٣
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Qs. Al an’am : 153).
www.al-ulama.net
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ .١٥٣
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Qs. Al an’am : 153).
www.al-ulama.net
Akhirat - Lalai
Allah menyatakan dalam Surah Ruum ayat 7 :
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ .٧
“mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
Sekarang ini dapat disaksikan secara jelas bahwa sebagian besar manusia bahkan dari kalangan muslim yang mengambil aturan hidup selain dari Dienullah. Satu contoh kasus, mereka gandrung dengan sistem hidup miliknya orang kafir dari buah fikiran Socrates, plato, Machiavelli, Kent, Dente, dan penerusnya. Yaitu sistem politik berasaskan kebatilan “suara rakyat adalah suara tuhan”. Lalu dipadukanlah dengan aturan dari Allah sehingga muncul istilah “Politik Islam” dan “Demokrasi ‘ala Islam. Terbukti sampai saat ini tidak ada bukti keberhasilan sistem bathil tersebut dalam menjaga hak-hak manusia secara adil dan jujur.
www.al-ulama.net
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ .٧
“mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
Sekarang ini dapat disaksikan secara jelas bahwa sebagian besar manusia bahkan dari kalangan muslim yang mengambil aturan hidup selain dari Dienullah. Satu contoh kasus, mereka gandrung dengan sistem hidup miliknya orang kafir dari buah fikiran Socrates, plato, Machiavelli, Kent, Dente, dan penerusnya. Yaitu sistem politik berasaskan kebatilan “suara rakyat adalah suara tuhan”. Lalu dipadukanlah dengan aturan dari Allah sehingga muncul istilah “Politik Islam” dan “Demokrasi ‘ala Islam. Terbukti sampai saat ini tidak ada bukti keberhasilan sistem bathil tersebut dalam menjaga hak-hak manusia secara adil dan jujur.
www.al-ulama.net
Hidup Berlandaskan Nafsu
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ. ٢٣ وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ .٢٤
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai illah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”
(Qs. Al Jaatsiyah :23-24)
Banyak orang yang merasa berilmu namun justru mengingkari/mangkir dari konsep al Qur-an. Mereka hanya mengandalkan ro’yun (buah fikiran) yang dilandasi nafsu dan sudah merasa benar. Akibatnya mereka dibiarkan Allah sesat dengan ilmu mereka sendiri. Sedangkan kemampuan fikiran manusia hanya sebatas masalah-masalah lahiriyah / materi duniawiyah. Artinya segala sesuatu yang kasat mata di segala penjuru langit dan bumi dapat dianalisa secara eksakta oleh fikiran manusia. Namun masalah ghoib (antara lain : Zat Allah, malaikat, ruh, akhirat, rizqi, takdir, bala’ dan maut) mustahil dapat dianalisa fikiran manusia. Ruh yang terdapat dalam jasad manusia saja tidak dapat dianalisa manusia apalagi perkara ghaib lainnya.
www.al-ulama.net
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai illah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”
(Qs. Al Jaatsiyah :23-24)
Banyak orang yang merasa berilmu namun justru mengingkari/mangkir dari konsep al Qur-an. Mereka hanya mengandalkan ro’yun (buah fikiran) yang dilandasi nafsu dan sudah merasa benar. Akibatnya mereka dibiarkan Allah sesat dengan ilmu mereka sendiri. Sedangkan kemampuan fikiran manusia hanya sebatas masalah-masalah lahiriyah / materi duniawiyah. Artinya segala sesuatu yang kasat mata di segala penjuru langit dan bumi dapat dianalisa secara eksakta oleh fikiran manusia. Namun masalah ghoib (antara lain : Zat Allah, malaikat, ruh, akhirat, rizqi, takdir, bala’ dan maut) mustahil dapat dianalisa fikiran manusia. Ruh yang terdapat dalam jasad manusia saja tidak dapat dianalisa manusia apalagi perkara ghaib lainnya.
www.al-ulama.net
Menjaga Kemurnian Alquran Tugas Segenap Umat
Sebanyak 251 naskah Alquran kuno masih tersimpan. Upaya pemeliharaan juga melalui penghafalan dan penulisan kembali Alquran.
Pada masa kenabian, setiap tahun, Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW. Dia lantas memeriksa bacaan Alquran dengan cara meminta Rasulullah mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan sebelumnya.
Hal yang sama kemudian juga dilakukan oleh Rasulullah dengan mengontrol bacaan para sahabat. Demikianlah upaya yang dilakukan untuk menjaga serta memelihara kemurnian ayat-ayat Alquran, yang merupakan firman Allah SWT.
Dari hal tersebut, dapat dicermati, bahwa menjaga kemurnian Alquran amatlah ditekankan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Ini mengingat kemuliaan Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Maka itulah, dari masa ke masa, upaya tersebut harus senantiasa terpelihara, baik dari kesalahan penulisan, terlebih dari kemungkinan 'sabotase' oleh musuh-musuh umat Islam, berupa pengubahan huruf, makna ataupun penafsiran secara sengaja.
Keinginan untuk meneguhkan tekad dalam memelihara kemurnian Alquran, mengemuka pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran yang diselenggarakan Departemen Agama (Depag) RI di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, 23-25 Maret lalu. Tercatat sebanyak 97 ulama dan pakar ilmu Alquran mengikuti kegiatan ini.
Para peserta sepakat, bahwa kemurnian Alquran harus dijaga, baik tulisan Arab-nya maupun penafsirannya. Seperti dikatakan Kepala Litbang dan Diklat Departemen Agama Prof Dr H Atho Mudzhar, pemerintah (umara) dan umat Islam Indonesia telah menaruh perhatian besar terhadap upaya ini.
Hal itu dikonkretkan dengan pembentukan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, tim penerjemah Alquran serta penulisan tafsirnya. Tak ketinggalan adanya lembaga pendidikan dan pengajaran Alquran serta penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).
Lebih lanjut diungkapkan, dari penelitian, kini terdapat sekitar 251 naskah Alquran kuno yang tersimpan, baik di museum-museum daerah maupun perorangan. Ini membuktikan bahwa Alquran akan tetap terpelihara, baik melalui hafalan para penghafal Alquran maupun penulisan kembali yang dilakukan secara terus menerus.
Sebenarnya, usaha menjaga berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan Alquran, sudah intensif diupayakan sejak tahun 1957. Kala itu, dibentuklah suatu lembaga semacam kepanitiaan untuk me-nashih setiap mushaf Alquran yang akan dicetak dan diedarkan ke masyarakat.
Lembaga ini bernama Lajnah Pentashihah Mushaf Alquran. Lantaran tugasnya semakin berat, sejak tahun 2007 lajnah lantas dinaikkan posisinya sebagai institusi sendiri dalam organisasi di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama.
Pada kesempatan sama, Menteri Agama Dr Muhammad Maftuh Basyuni menilai mukernas sangat penting dalam menjaring masukan dan saran dari para alim ulama dan pakar dalam menjaga kemurnian Alquran sekaligus pemasyarakatan Alquran. ''Khususnya dalam penyempurnaan tafsir Alquran yang dilakukan Depag,'' tegas dia.
Menag menekankan, selain menjadi kewajiban umat Islam di seluruh dunia untuk memelihara ayat Alquran, tugas berat juga diamanatkan kepada lembaga-lembaga dengan kompetensi yang di dalamnya ditetapkan para ahli di bidangnya baik dari segi tahfiz, rasm, tanda baca, tanda waqaf, qiraat, tajwid, terjamah, tafsir, dan ulumul Quran.
Mengawal pemahaman
Lebih lanjut Menag mengingatkan, titik krusial dalam teks keagamaan adalah pada penafsirannya, terutama yang terkait dengan pola hubungan antara lafal dan makna. Tidak jarang ditemukan pemahaman keagamaan yang begitu ketat dan literal, bahkan terkadang menyulitkan, namun tidak sedikit juga ditemukan pemahaman yang begitu longgar bahkan liberal.
''Oleh karena itu, tugas berat para ulama adalah mengawal pemahaman teks-teks keagamaan tersebut agar tetap benar dan baik, terhindar dari segala bentuk penyelewengan,'' tandas Maftuh.
Terlalu berpegang pada lahir teks dan mengesampingkan maslahat atau maksud di balik teks, jelas Maftuh, bakal berakibat pada kesan syariat Islam tidak sejalan dengan perkembangan zaman dan jumud (kaku) dalam menyikapi persoalan.
''Sebaliknya, terlampau jauh menyelami makna batin akan berakibat pada upaya menggugurkan berbagai ketentuan syariat. Keduanya merupakan kesalahan dan penyelewengan yang tidak dapat ditolerir,'' paparnya.
Di tengah masyarakat global yang plural seperti saat ini, menurut Menag, diperlukan sebuah metode yang menengahi keduanya. Yakni tetap mempertimbangkan perkembangan zaman dan maslahat manusia tanpa menggugurkan makna lahir teks.
Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Nangroe Aceh Darussalam --sederajat MUI (Majelis Ulama Indonesia) Prof Dr Muslim Ibrahim MA sependapat bahwa tugas ulama dan seluruh umat Islam untuk menjaga kemurnian ayat-ayat suci Alquran, baik dari segi penulisan, terjemah, pemahaman dan sebagainya.
''Kemurnian Alquran harus kita jaga, baik tulisan Arabnya maupun penafsirannya,'' tegas dia. dam/taq
http://www.republika.co.id/berita/41877/Menjaga_Kemurnian_Alquran_Tugas_Segenap_Umat
Pada masa kenabian, setiap tahun, Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW. Dia lantas memeriksa bacaan Alquran dengan cara meminta Rasulullah mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan sebelumnya.
Hal yang sama kemudian juga dilakukan oleh Rasulullah dengan mengontrol bacaan para sahabat. Demikianlah upaya yang dilakukan untuk menjaga serta memelihara kemurnian ayat-ayat Alquran, yang merupakan firman Allah SWT.
Dari hal tersebut, dapat dicermati, bahwa menjaga kemurnian Alquran amatlah ditekankan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Ini mengingat kemuliaan Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Maka itulah, dari masa ke masa, upaya tersebut harus senantiasa terpelihara, baik dari kesalahan penulisan, terlebih dari kemungkinan 'sabotase' oleh musuh-musuh umat Islam, berupa pengubahan huruf, makna ataupun penafsiran secara sengaja.
Keinginan untuk meneguhkan tekad dalam memelihara kemurnian Alquran, mengemuka pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran yang diselenggarakan Departemen Agama (Depag) RI di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, 23-25 Maret lalu. Tercatat sebanyak 97 ulama dan pakar ilmu Alquran mengikuti kegiatan ini.
Para peserta sepakat, bahwa kemurnian Alquran harus dijaga, baik tulisan Arab-nya maupun penafsirannya. Seperti dikatakan Kepala Litbang dan Diklat Departemen Agama Prof Dr H Atho Mudzhar, pemerintah (umara) dan umat Islam Indonesia telah menaruh perhatian besar terhadap upaya ini.
Hal itu dikonkretkan dengan pembentukan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, tim penerjemah Alquran serta penulisan tafsirnya. Tak ketinggalan adanya lembaga pendidikan dan pengajaran Alquran serta penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).
Lebih lanjut diungkapkan, dari penelitian, kini terdapat sekitar 251 naskah Alquran kuno yang tersimpan, baik di museum-museum daerah maupun perorangan. Ini membuktikan bahwa Alquran akan tetap terpelihara, baik melalui hafalan para penghafal Alquran maupun penulisan kembali yang dilakukan secara terus menerus.
Sebenarnya, usaha menjaga berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan Alquran, sudah intensif diupayakan sejak tahun 1957. Kala itu, dibentuklah suatu lembaga semacam kepanitiaan untuk me-nashih setiap mushaf Alquran yang akan dicetak dan diedarkan ke masyarakat.
Lembaga ini bernama Lajnah Pentashihah Mushaf Alquran. Lantaran tugasnya semakin berat, sejak tahun 2007 lajnah lantas dinaikkan posisinya sebagai institusi sendiri dalam organisasi di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama.
Pada kesempatan sama, Menteri Agama Dr Muhammad Maftuh Basyuni menilai mukernas sangat penting dalam menjaring masukan dan saran dari para alim ulama dan pakar dalam menjaga kemurnian Alquran sekaligus pemasyarakatan Alquran. ''Khususnya dalam penyempurnaan tafsir Alquran yang dilakukan Depag,'' tegas dia.
Menag menekankan, selain menjadi kewajiban umat Islam di seluruh dunia untuk memelihara ayat Alquran, tugas berat juga diamanatkan kepada lembaga-lembaga dengan kompetensi yang di dalamnya ditetapkan para ahli di bidangnya baik dari segi tahfiz, rasm, tanda baca, tanda waqaf, qiraat, tajwid, terjamah, tafsir, dan ulumul Quran.
Mengawal pemahaman
Lebih lanjut Menag mengingatkan, titik krusial dalam teks keagamaan adalah pada penafsirannya, terutama yang terkait dengan pola hubungan antara lafal dan makna. Tidak jarang ditemukan pemahaman keagamaan yang begitu ketat dan literal, bahkan terkadang menyulitkan, namun tidak sedikit juga ditemukan pemahaman yang begitu longgar bahkan liberal.
''Oleh karena itu, tugas berat para ulama adalah mengawal pemahaman teks-teks keagamaan tersebut agar tetap benar dan baik, terhindar dari segala bentuk penyelewengan,'' tandas Maftuh.
Terlalu berpegang pada lahir teks dan mengesampingkan maslahat atau maksud di balik teks, jelas Maftuh, bakal berakibat pada kesan syariat Islam tidak sejalan dengan perkembangan zaman dan jumud (kaku) dalam menyikapi persoalan.
''Sebaliknya, terlampau jauh menyelami makna batin akan berakibat pada upaya menggugurkan berbagai ketentuan syariat. Keduanya merupakan kesalahan dan penyelewengan yang tidak dapat ditolerir,'' paparnya.
Di tengah masyarakat global yang plural seperti saat ini, menurut Menag, diperlukan sebuah metode yang menengahi keduanya. Yakni tetap mempertimbangkan perkembangan zaman dan maslahat manusia tanpa menggugurkan makna lahir teks.
Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Nangroe Aceh Darussalam --sederajat MUI (Majelis Ulama Indonesia) Prof Dr Muslim Ibrahim MA sependapat bahwa tugas ulama dan seluruh umat Islam untuk menjaga kemurnian ayat-ayat suci Alquran, baik dari segi penulisan, terjemah, pemahaman dan sebagainya.
''Kemurnian Alquran harus kita jaga, baik tulisan Arabnya maupun penafsirannya,'' tegas dia. dam/taq
http://www.republika.co.id/berita/41877/Menjaga_Kemurnian_Alquran_Tugas_Segenap_Umat
Subscribe to:
Posts (Atom)