Mubah (boleh)

Dasar kemubahannya adalah hadis Nabi SAW,

" Kamu lebih mengetahui urusan dunia kamu." (antum a'lamu bi-amri dun-yakum).
(HR Muslim, no 4358).

Latar belakang hadis ini adalah Nabi SAW suatu saat pernah melarang menyerbukkan kurma (ta`bir an-nakhiil).

Ternyata kurmanya tidak berbuah. Nabi SAW pun kemudian mengucapkan sabdanya tersebut. Hadis ini menerangkan bahwa "urusan dunia", yaitu apa saja yang tidak terdapat ketentuan hukumnya dari wahyu, maka hal itu diserahkan kepada pendapat manusia. (Lihat Imam Nawawi, Syarah Muslim, 8/85).

Jadi hadis ini adalah dalil bahwa secara umum syara' membolehkan segala produk sains dan teknologi, selama tidak bertentangan dengan Aqidah dan Syariah Islam. (Abdul Qadim Zallum, Ad-Dimuqrathiyyah Nizham Kufur, hal. 12).

Selain berdasarkan hadis itu, kemubahan juga dapat didasarkan pada kaidah fiqih :

al-ashlu fi al-asy-syaa` al-ibahah hatta yadulla ad-dalilu 'ala at-tahrim.

Artinya, hukum asal sesuatu (benda/barang) adalah boleh, hingga terdapat dalil yang mengharamkannya. (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha`ir fi Al-Furu', hal. 108; Imam Syaukani, Nailul Authar, 12/443).

Yang dimaksud dengan al-asy-yaa' (jamak dari asy-syai`) dalam kaidah ini adalah segala materi (zat) yang digunakan manusia dalam perbuatannya (al-mawaad allaty yatasharrafu fiiha al-insaanu bi-af'alihi). (M. Muhammad Ismail, Al-Fikr Al-Islami, hal. 41).

Muhammad Shiddiq Al Jawi

No comments:

Post a Comment