Hadits Tentang Gadai
Allah SwT berfirman: “Jika kalian dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sementara kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah [2]: 283).
Aisyah ra menuturkan: “Rasulullah Saw pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau mengagunkan baju besinya,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Anas ra pernah menuturkan : “Sesungghnya Nabi Saw pernah mengagunkan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga beliau.” (HR. Bukhari)
Secara syar’i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya.
Ar-Rahn mempunyai tiga rukun (ketentuan pokok) yaitu: shighat (ijab dan qabul), al-‘aqidain (dua orang yang melakukan akad ar-rahn, yaitu pihak yang mengagunkan yang disebut dengan ar-rahin dan yang menerima agunan, yang disebut dengan al-murtahin. Dan yang ketiga adalah al-ma’qud alaih atau yang menjadi obyek akad, yaitu barang yang diagunkan (al-marhun) dan utang (al-marhun bih). Selain itu harus ada serah terimanya.
Jika semua ketentuan tadi terpenuhi, sesuai dengan ketentuan syariah, maka akad ar-rahn itu sah.
Perlu diingat bahwa harta yang diagunkan adalah harta yang secara aturan agama boleh dan sah untuk dijual. Maka dari itu, barang-barang yang telah diharamkan, seperti khmar, bangkai, patung, babi, harta curian, atau harta yang bukan atau belum menjadi milik ar-rahin, tidak dapat digunakan sebagai harta atau barang yang diagunkan.
Saat ini, Rahn sudah diaplikasikan dalam perbankan syariah di Indonesia dan menjadi salah satu produk yang marketable, dikarenakan pangsa pasar bisnis di bidang pegadaian saat ini masih cukup besar, apalagi bagi kalangan yang ingin mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan syariah lainya.
Aplikasi rahn dalam bank syariah dapat sebagai produk pelengkap ataupun sebagai produk sendiri. Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan jaminan atau collateral terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank syariah dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. Sedangkan, rahn sebagai satu produk tersendiri dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang diambil dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.
Perbedaan lain antara gadai konvensional dengan gadai syariah terletak pada biaya rahn dan bunga pegadaian. Bunga pegadaian bersifat berlipat ganda dan selalu berakumulasi sedang biaya rahn hanya dibayar sekali dan ditetapkan di muka.
Demikian penjelasan yang dapat kami berikan berkaitan dengan masalah rahn (gadai), semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang ekonomi syariah. Wallahu ‘alam bis showab. (zar,pkesinteraktif.com)
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/5519/938/lang,id/
Aisyah ra menuturkan: “Rasulullah Saw pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau mengagunkan baju besinya,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Anas ra pernah menuturkan : “Sesungghnya Nabi Saw pernah mengagunkan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga beliau.” (HR. Bukhari)
Secara syar’i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya.
Ar-Rahn mempunyai tiga rukun (ketentuan pokok) yaitu: shighat (ijab dan qabul), al-‘aqidain (dua orang yang melakukan akad ar-rahn, yaitu pihak yang mengagunkan yang disebut dengan ar-rahin dan yang menerima agunan, yang disebut dengan al-murtahin. Dan yang ketiga adalah al-ma’qud alaih atau yang menjadi obyek akad, yaitu barang yang diagunkan (al-marhun) dan utang (al-marhun bih). Selain itu harus ada serah terimanya.
Jika semua ketentuan tadi terpenuhi, sesuai dengan ketentuan syariah, maka akad ar-rahn itu sah.
Perlu diingat bahwa harta yang diagunkan adalah harta yang secara aturan agama boleh dan sah untuk dijual. Maka dari itu, barang-barang yang telah diharamkan, seperti khmar, bangkai, patung, babi, harta curian, atau harta yang bukan atau belum menjadi milik ar-rahin, tidak dapat digunakan sebagai harta atau barang yang diagunkan.
Saat ini, Rahn sudah diaplikasikan dalam perbankan syariah di Indonesia dan menjadi salah satu produk yang marketable, dikarenakan pangsa pasar bisnis di bidang pegadaian saat ini masih cukup besar, apalagi bagi kalangan yang ingin mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan syariah lainya.
Aplikasi rahn dalam bank syariah dapat sebagai produk pelengkap ataupun sebagai produk sendiri. Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan jaminan atau collateral terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank syariah dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. Sedangkan, rahn sebagai satu produk tersendiri dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang diambil dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.
Perbedaan lain antara gadai konvensional dengan gadai syariah terletak pada biaya rahn dan bunga pegadaian. Bunga pegadaian bersifat berlipat ganda dan selalu berakumulasi sedang biaya rahn hanya dibayar sekali dan ditetapkan di muka.
Demikian penjelasan yang dapat kami berikan berkaitan dengan masalah rahn (gadai), semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang ekonomi syariah. Wallahu ‘alam bis showab. (zar,pkesinteraktif.com)
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/5519/938/lang,id/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment