Tadabbur Ayat Hijrah
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Al-Anfal: 72-75)
Keempat ayat ini merupakan satu-satunya rangkaian ayat-ayat hijrah yang paling lengkap dan tersusun secara berurutan dari sekitar dua puluh ayat yang berbicara tentang hijrah. Karena ayat hijrah yang lain tersebar di beberapa tempat secara terpisah dan berdiri sendiri, tidak memiliki relevansi dengan ayat sebelum atau sesudahnya.
Dalam konteks hijrah, akan lahir dua kelompok manusia yang sama-sama secara berdampingan mendapat penghargaan dan tempat istimewa di sisi Allah atas ketulusan pengorbanan dan pengabdian mereka. Dua kelompok tersebut diabadikan dengan istilah yang indah dalam Al-Qur’an, yaitu Muhajirin dan Anshar. Muhajirin adalah orang-orang yang dengan suka rela meninggalkan semua yang mereka miliki beserta tanah air tempat tinggal mereka demi menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kelompok Anshor adalah mereka yang siap menerima, membela, memberi perlindungan dan bantuan kepada orang-orang yang berhijrah dengan tanpa mengharapkan imbalan selain balasan pahala dari Allah swt.
Kedua kelompok manusia ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dengan penghargaan dan jaminan yang tertinggi; Ridho Allah dan syurga-Nya yang abadi. Allah berfirman: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah: 100).
Ayat dengan redaksi yang sama dengan ayat ini berulang di surat At-taubah: 117, An-Nur: 22, Al-Ahzab: 6, dan Al-Hasyr: 8
Yang menarik untuk dicermati dari ayat yang menyebut aktor pelaku hijrah bahwa selain dari kelompok Muhajirin dan Anshar, Allah masih membuka peluang jaminan dan penghargaan yang sama dengan mereka bagi siapapun yang mampu mengikuti jejak teladan kedua kelompok itu dengan baik pasca hijrah yang tersirat dari firmanNya: “dan orang-orang yang mengikuti mereka (Muhajirin dan Anshar) dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.
Demikian gambaran hijrah Rasul dengan para sahabatnya dalam konteks sejarah ayat di atas ternyata sarat dengan nilai perjuangan, pengorbanan, kepeduliaan terhadap sesama, kesabaran dan persaudaraan (ukhuwah) yang melebihi batas kekeluargaan dan kekerabatan karena direkat dengan ikatan akidah. Nilai luhur ini merupakan nilai universal yang berlaku sepanjang zaman pasca sabda Rasulullah saw tentang hijrah: “Tidak ada hijrah setelah pembebasan kota Mekah, tetapi jihad dan niat”. (H.R. Bukhari). Justru ujian nilai hijrah akan tetap menjadi neraca ketulusan dan kualitas iman seseorang dengan sebuah jaminan bahwa hijrah yang diperintahkan Allah tidak ada lain adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Allah berfirman menjelaskan jaminan-Nya: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisa’: 100).
Sungguh begitu mempesona Fragmen kehidupan dan interaksi harmonis yang tercermin antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dalam konteks Al-Itsar (mengutamakan dan lebih mementingkan saudaranya meskipun ia sangat membutuhkan) yang merupakan tahapan tertinggi dari sebuah implementasi bangunan ukhuwah (persaudaraan) yang telah ditunjukkan dalam sejarah hijrah sahabat Rasulullah: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.
Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”.(Al-Hasyr: 9)
Pembacaan lain dari ayat-ayat hijrah, bahwa aktifitas hijrah tidak terlepas dan selalu diapit dengan iman sebagai pondasi dan perjuangan (jihad) sebagai nilai aplikatif dari hijrah. Pendampingan dan pengapitan hijrah dengan iman dan jihad di dalam Al-Qur’an tentu bukan sebatas memenuhi standar keindahan bahasa Al-Qur’an, tetapi lebih dari itu terdapat nilai dan hikmah yang dikehendaki oleh Allah agar kita senantiasa memaknainya; bahwa hijrah memang merupakan bukti ketulusan iman seseorang, sedangkan jihad merupakan buah sekaligus konsekuensi logis dari aktifitas hijrah. Iman tanpa hijrah tidak akan bermakna, begitupula hijrah tanpa jihad berarti tidak berbuah. Makanya pendampingan ini berulang sebanyak sembilan kali, diawali dengan surat Al-Baqarah: 218 yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Kemudian disusul secara berurutan dengan surat Ali Imran: 195, Al-Anfal; 72-75, At-Taubah: 20, An-Nahl: 41 dan 110, serta surat Al-Hajj: 58.
Semua ayat yang berbicara tentang hijrah di atas adalah dalam konteks hijrah makaniyah (hijrah fisik; perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain) untuk mempertahankan akidah. Terdapat hanya satu ayat yang berbicara dalam konteks hijrah ma’nawiyah (hijrah nilai; berubah dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik), yaitu firman Allah swt: “Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Ankabut: 26). Dan di antara yang harus ditinggalkan dalam konteks hijrah maknawiyah seperti yang pernah Allah perintahkan kepada Rasulullah di era awal turunnya Al-Qur’an adalah perbuatan dosa dan maksiat seperti yang disebutkan dalam surat Al-Muddatsir: 5 yang bermaksud: “Dan perbuatan dosa tinggalkanlah”.
Memang hijrah makaniyah sangat kondisional dan mungkin tidak akan berulang seperti yang pernah terjadi di era Rasul, tetapi nilai dan pelajaran hijrah makaniyah masih tetap relevan, yaitu pelajaran kesabaran, kesiapan berkorban dan berjuang, kepeduliaan terhadap sesama, pelajaran persaudaraan yang dibangun atas dasar iman dengan itsar sebagai peringkat yang tertinggi serta pelajaran ta’awun untuk memperkuat posisi Islam dan umatnya. Kehidupan sosial yang ideal dan harmonis justru dirasakan oleh para sahabat saat peristiwa hijrah berlangsung. Sungguh betapa bernilai memang pelajaran hijrah para sahabat Rasul sehingga layak dijadikan momentum untuk melakukan perubahan dan perbaikan arah yang lebih baik, baik dalam skala pribadi, keluarga dan sosial.
Ditambah dengan hijrah ma’nawiyah yang merupakan media komunikasi dan harmonisasi hubungan dengan sang Khaliq. Semoga nilai dan pelajaran hijrah akan senantiasa mewarnai kehidupan kita menuju kehidupan yang lebih baik di bawah naungan rahmat dan ridha Allah swt. Amin. Allahu a’lam
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
http://www.dakwatuna.com/2008/tadabbur-ayat-hijrah/
Keempat ayat ini merupakan satu-satunya rangkaian ayat-ayat hijrah yang paling lengkap dan tersusun secara berurutan dari sekitar dua puluh ayat yang berbicara tentang hijrah. Karena ayat hijrah yang lain tersebar di beberapa tempat secara terpisah dan berdiri sendiri, tidak memiliki relevansi dengan ayat sebelum atau sesudahnya.
Dalam konteks hijrah, akan lahir dua kelompok manusia yang sama-sama secara berdampingan mendapat penghargaan dan tempat istimewa di sisi Allah atas ketulusan pengorbanan dan pengabdian mereka. Dua kelompok tersebut diabadikan dengan istilah yang indah dalam Al-Qur’an, yaitu Muhajirin dan Anshar. Muhajirin adalah orang-orang yang dengan suka rela meninggalkan semua yang mereka miliki beserta tanah air tempat tinggal mereka demi menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kelompok Anshor adalah mereka yang siap menerima, membela, memberi perlindungan dan bantuan kepada orang-orang yang berhijrah dengan tanpa mengharapkan imbalan selain balasan pahala dari Allah swt.
Kedua kelompok manusia ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dengan penghargaan dan jaminan yang tertinggi; Ridho Allah dan syurga-Nya yang abadi. Allah berfirman: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah: 100).
Ayat dengan redaksi yang sama dengan ayat ini berulang di surat At-taubah: 117, An-Nur: 22, Al-Ahzab: 6, dan Al-Hasyr: 8
Yang menarik untuk dicermati dari ayat yang menyebut aktor pelaku hijrah bahwa selain dari kelompok Muhajirin dan Anshar, Allah masih membuka peluang jaminan dan penghargaan yang sama dengan mereka bagi siapapun yang mampu mengikuti jejak teladan kedua kelompok itu dengan baik pasca hijrah yang tersirat dari firmanNya: “dan orang-orang yang mengikuti mereka (Muhajirin dan Anshar) dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.
Demikian gambaran hijrah Rasul dengan para sahabatnya dalam konteks sejarah ayat di atas ternyata sarat dengan nilai perjuangan, pengorbanan, kepeduliaan terhadap sesama, kesabaran dan persaudaraan (ukhuwah) yang melebihi batas kekeluargaan dan kekerabatan karena direkat dengan ikatan akidah. Nilai luhur ini merupakan nilai universal yang berlaku sepanjang zaman pasca sabda Rasulullah saw tentang hijrah: “Tidak ada hijrah setelah pembebasan kota Mekah, tetapi jihad dan niat”. (H.R. Bukhari). Justru ujian nilai hijrah akan tetap menjadi neraca ketulusan dan kualitas iman seseorang dengan sebuah jaminan bahwa hijrah yang diperintahkan Allah tidak ada lain adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Allah berfirman menjelaskan jaminan-Nya: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisa’: 100).
Sungguh begitu mempesona Fragmen kehidupan dan interaksi harmonis yang tercermin antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dalam konteks Al-Itsar (mengutamakan dan lebih mementingkan saudaranya meskipun ia sangat membutuhkan) yang merupakan tahapan tertinggi dari sebuah implementasi bangunan ukhuwah (persaudaraan) yang telah ditunjukkan dalam sejarah hijrah sahabat Rasulullah: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.
Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”.(Al-Hasyr: 9)
Pembacaan lain dari ayat-ayat hijrah, bahwa aktifitas hijrah tidak terlepas dan selalu diapit dengan iman sebagai pondasi dan perjuangan (jihad) sebagai nilai aplikatif dari hijrah. Pendampingan dan pengapitan hijrah dengan iman dan jihad di dalam Al-Qur’an tentu bukan sebatas memenuhi standar keindahan bahasa Al-Qur’an, tetapi lebih dari itu terdapat nilai dan hikmah yang dikehendaki oleh Allah agar kita senantiasa memaknainya; bahwa hijrah memang merupakan bukti ketulusan iman seseorang, sedangkan jihad merupakan buah sekaligus konsekuensi logis dari aktifitas hijrah. Iman tanpa hijrah tidak akan bermakna, begitupula hijrah tanpa jihad berarti tidak berbuah. Makanya pendampingan ini berulang sebanyak sembilan kali, diawali dengan surat Al-Baqarah: 218 yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Kemudian disusul secara berurutan dengan surat Ali Imran: 195, Al-Anfal; 72-75, At-Taubah: 20, An-Nahl: 41 dan 110, serta surat Al-Hajj: 58.
Semua ayat yang berbicara tentang hijrah di atas adalah dalam konteks hijrah makaniyah (hijrah fisik; perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain) untuk mempertahankan akidah. Terdapat hanya satu ayat yang berbicara dalam konteks hijrah ma’nawiyah (hijrah nilai; berubah dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik), yaitu firman Allah swt: “Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Ankabut: 26). Dan di antara yang harus ditinggalkan dalam konteks hijrah maknawiyah seperti yang pernah Allah perintahkan kepada Rasulullah di era awal turunnya Al-Qur’an adalah perbuatan dosa dan maksiat seperti yang disebutkan dalam surat Al-Muddatsir: 5 yang bermaksud: “Dan perbuatan dosa tinggalkanlah”.
Memang hijrah makaniyah sangat kondisional dan mungkin tidak akan berulang seperti yang pernah terjadi di era Rasul, tetapi nilai dan pelajaran hijrah makaniyah masih tetap relevan, yaitu pelajaran kesabaran, kesiapan berkorban dan berjuang, kepeduliaan terhadap sesama, pelajaran persaudaraan yang dibangun atas dasar iman dengan itsar sebagai peringkat yang tertinggi serta pelajaran ta’awun untuk memperkuat posisi Islam dan umatnya. Kehidupan sosial yang ideal dan harmonis justru dirasakan oleh para sahabat saat peristiwa hijrah berlangsung. Sungguh betapa bernilai memang pelajaran hijrah para sahabat Rasul sehingga layak dijadikan momentum untuk melakukan perubahan dan perbaikan arah yang lebih baik, baik dalam skala pribadi, keluarga dan sosial.
Ditambah dengan hijrah ma’nawiyah yang merupakan media komunikasi dan harmonisasi hubungan dengan sang Khaliq. Semoga nilai dan pelajaran hijrah akan senantiasa mewarnai kehidupan kita menuju kehidupan yang lebih baik di bawah naungan rahmat dan ridha Allah swt. Amin. Allahu a’lam
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
http://www.dakwatuna.com/2008/tadabbur-ayat-hijrah/
Pelurusan Kisah Nabi Yusuf
Tentang firman Allah dalam kisah Yusuf
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu.” (QS Yusuf: 24)
Oleh: Adil Sulaiman al-Qathawi
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam… wa ba’du:
Sesungguhnya pembahasan tentang keinginan Nabiyullah Yusuf ‘alaihis salam telah mengambil tempat yang tidak remeh di kalangan para ulama, dai dan penuntut ilmu. Yang kemudian perselisihan itu pun beralih kepada umumnya manusia…
Maka dalam pembahasan ini, saya akan menukil perkataan yang penting dari Imam Ibnu Hazm – rohimahulloh ta’ala dalam permasalahan ini,untuk selanjutnya saya berikan komentar atau catatan yang sesuai, insyaalloh ta’ala…
Ibnu Hazm menyebutkan dalam kitabnya yang sangat bagus ‘al-Fashlu fil Milal wal Ahwa wan Nihal’ (4/10):
Adapun firman Allah : ( وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَن رَّأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ )
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Robbnya.”
Maka tidaklah sebagaimana yang disangka oleh orang yang tidak memperhatikan dengan seksama,bahkan ada orang belakangan yang berkata, ‘Dia (Nabi Yusuf ‘alaihis salam) telah mendudukinya sebagaimana duduknya seorang laki-laki terhadap wanita!!’
Aku berlindung kepada Allah dari persangkaan terjadinya hal semacam ini pada diri seorang laki-laki yang shalih atau terjaga di kalangan kaum muslimin, apalagi pada diri seorang utusan Allah.
Jika ada yang berkata bahwa hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu dari jalan yang bagus sanadnya, maka kita katakan: “benar”, namun perkataan seseorang bukanlah hujjah (dalil) kecuali yang valid berasal dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam saja. Dan ternyata ada keraguan dalam riwayat tersebut pada perawi yang berada di bawah Ibnu Abbas atau karena Ibnu Abbas sendiri tidak memastikan hal tersebut. Karena beliau hanya mengambil (informasi) dari orang yang tidak diketahui siapa dia. Juga tidak diragukan bahwa informasi tersebut adalah sesuatu yang beliau dengar lalu beliau sampaikan, karena beliau tidak menghadiri peristiwa itu. Beliau juga tidak menyebutkannya bahw keterangan tersebut bersumber dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.Adalah tidak mungkin Ibnu Abbas memastikan sesuatu yang tidak beliau miliki ilmunya…
Makna Ayat
Makna ayat ini tidaklah lepas dari dua kemungkinan:
Pertama, bahwa maksud keinginan dalam ayat ini adalah keinginan untuk mencelakai dan memukulnya. Sebagaimana firman Allah,
وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ
“Dan tiap-tiap umat telah menginginkan makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya.” (Ghafir: 5)
Dan sebagaimana perkataan: لقد هممت بك
Sungguh aku telah berkeinginan terhadapmu (mencelakaimu).
Namun beliau ‘alaihis salam tercegah dari keinginannya itu karena tanda yang Allah perlihatkan padanya. Beliau pun tidak jadi memukulnya, dan mengetahui bahwa lari lebih bermanfaat baginya serta lebih menampakkan kesuciannya, sebagaimana yang nampak dari kesimpulan hukum seorang saksi setelah itu dengan (petunjuk) bagian baju yang terkoyak.
Kedua, bahwa kalimat yang Allah sampaikan itu telah lengkap/sempurna pada perkataan-Nya, “Sesungguhnya wanita itu telah berkeinginan terhadap Yusuf.” Kemudian Allah memulai berita yang lain dengan firman-Nya, “Dan Yusuf pun telah berkeinginan terhadap wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Robbnya.” Inilah zhahir (yang langsung terpahami) dari ayat ini tanpa adanya usaha untuk mentakwilkannya. Dan inilah pendapat kami…”
Kemudian Ibn Hazm menyebutkan hadits Anas yang marfu’ (disandarkan kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam) tentang firman Allah,
ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ
“Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.” (Yusuf: 52)
Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam bersabda, tatkala Yusuf ‘alaihis salam mengucapkannya, Jibril berkata kepadanya, wahai Yusuf sebutkan keinginanmu. Lalu Yusuf berkata, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.”
[Tentang hadits Anas ini, al-Albani dalam ‘as-Silsilah adh-Dho’ifah’ (4/455 no. 1991) mengatakan: “Hadits ini munkar”. Sedangkan firman Allah, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),” adalah lanjutan perkataan istri al-Aziz. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan diikuti oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.]
Maka dengan makna apapun, dalam hadits ini tidak ada penegasan keinginan untuk melakukan fahisyah (perbuatan keji, zina). Namun yang ada dalam hadits ini hanyalah keinginan terhadap sesuatu, dan ini benar sebagaimana kami katakan. Maka gugurlah argumen ini dan benarlah kemungkinan yang pertama dan kedua sekaligus…
Namun rasa ingin melakukan perbuatan keji itu tentu sesuatu yang bathil ditinjau segala keadaannya. Olehkarenanya yang benar bahwa keinginan yang dimaksud adalah (keinginan) untuk memukul majikan perempuannya.Perbuatan keji itu adalah khianat kepada tuannya, ketika dia berkeinginan untuk memukul istri tuannya.
Sedangkan tanda dari Robbnya di sini adalah kenabian dan penjagaan Allah ‘azza wa jalla terhadapnya. Seandainya tidak ada tanda ini, niscaya dia akan berkeinginan melakukan perbuatan keji. Ini tidak diragukan lagi.
Barangkali orang yang menisbatkan hal ini kepada seorang Nabi yang disucikan, Yusuf, menyatakan kesucian dirinya yang buruk dari kondisi semacam ini, sehingga dia pun akan binasa. Padahal Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan kebinasaan akan menimpa orang yang menyangka demikian terhadap beliau. Yaitu ketika beliau berkata kepada dua orang Anshor tatkala berjumpa dengannya, “Ini adalah Shofiyah (istri beliau).” [Hadits shahih]
[PENTING]
Abu Muhammad berkata, “Termasuk kebatilan yang jelas tidak mungkin terjadi adalah seseorang menyangka bahwa Yusuf ‘alaihis salam memiliki keinginan berbuat zina, padahal dia mendengar firman Allah ta’ala,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء
“Demikianlah agar Kami palingkan darinya keburukan dan perbuatan keji.”
Maka kami tanyakan kepada orang yang menyelisihi kami, apakah keinginan berbuat zina termasuk keburukan atau bukan? Maka tentu itu adalah keburukan. Jika dia berkata bahwa itu bukan keburukan, berarti dia telah menentang ijma’. Jika jelas hal itu adalah keburukan, padahal keburukan telah dipalingkan darinya, berarti keinginan berbuat zina pun telah dipalingkan dari beliau, dengan yakin.
Disamping itu, wanita itu telah berkata,
قَالَتْ مَا جَزَاء مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوَءاً
“Wanita itu berkata, apa balasan bagi orang yang menghendaki keburukan bagi keluargamu.”
Beliau pun mengingkari hal itu, dan bersaksilah seorang yang jujur lagi dibenarkan.
وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِن الصَّادِقِينَ
“Dan jika pakaiannya terkoyak dari arah belakang, berarti wanita itu yang dusta sedangkan dia (Yusuf) termasuk orang-orang yang jujur.”
Maka jelaslah bahwa wanita itu telah berdusta, menurut nash al-Qur`an. Dan jika wanita itu berdusta berdasarkan nash al-Qur`an, berarti (Yusuf) tidak menginginkan keburukan terhadap wanita itu, dan tidak menginginkan perbuatan zina sama sekali. Jika dia (Yusuf) menghendaki perbuatan zina, berarti wanita itulah yang termasuk orang-orang yang jujur. Ini sangat jelas sekali.
Demikian pula firman Allah ta’ala tentang beliau, bahwa beliau berkata,
وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Dan seandainya Engkau tidak hindarkan dariku tipu daya mereka, niscaya aku cenderung (memenuhi keinginan) mereka dan tentu aku akan termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yusuf: 33)
Maka menjadi benar bahwa beliau sama sekali tidak memiliki kecenderungan kepada wanita itu. Dan taufiq hanyalah dari Allah ta’ala.
Selesai perkataan Ibnu Hazm rohimahulloh.
Dalam perkataan beliau itu terdapat ketetapan yang tegas, tentang pensucian Nabi Allah,Yusuf ‘alaihis salam dari keinginan untuk melakukan perbuatan keji, berbeda dengan banyak ahli tafsir dan ulama selain mereka yang berbicara tentang ayat yang mulia ini…
Berdasarkan penerangan dari perkataan beliau – rohimahullah – akan kami jelaskan beberapa permasalahan…
Bahwa ayat tentang keinginan Nabi Yusuf ‘alaihis salam) ini harus dipahami dari rangkaian kisah dalam al-Qur`an…
Maka barangsiapa berpendapat bahwa beliau berkeinginan terhadap wanita itu, yaitu bermaksud kepada ajakan wanita itu, atau hal itu terbesit di hatinya sesuai dengan fitrah (manusia), dan bahwa keinginan ini tidak akan menjadi sebab beliau disiksa karena beliau tidak meneruskannya, bahkan beliau akan diberi pahala…
Maka ini adalah pendapat yang bagus. Akan tetapi, lebih bagus darinya kita menetapkan terjaganya beliau dari keinginan melakukan perbuatan keji karena agungnya kedudukan sebagai Nabi.
Jumhur salaf telah berpendapat, bahkan hampir-hampir mereka sepakat bahwa tidak ada seorang istri Nabi pun yang berbuat zina. Dan lebih pantas jika hal semacam ini tidak telintas di hati-hati mereka… Maka pendapat ini tentunya lebih tegas dan lebih utama bagi haknya para Nabi.
Dan termasuk perkara yang tidak diragukan, bahwa sikap Yusuf ‘alaihis salam terhadap wanita ini adalah kandungan kisah yang paling terkenal… sekaligus sebagai sumber perselisihan yang panjang dan tersebar di berbagai karya tulis…
Maka jika Allah berkehendak untuk menjadikannya sebagai permisalan yang senantiasa dihikayatkan, senantiasa bernilai ibadah ketika dibaca sepanjang masa, dan pelajarannya dijadikan sebagai panutan, maka tidak ada jalan lain kecuali memilih sesuatu yang paling tinggi kemuliaan, reputasi dan kesuciannya.
Ini bukanlah terkaan atau dugaan terhadap perkara yang ghaib… akan tetapi ini adalah penafsiran firman Allah dengan firman-Nya yang lain.
Jika kita sedikit mengalah dalam perdebatan ini, yaitu dengan meninggalkan semua penafsiran yang telah kita dengar sebelumnya tentang permasalahan ini… maka hendaknya sekarang kita memperhatikan secara inshaf (seimbang)…
Apakah keinginan itu terjadi sebelum perbuatan atau sesudahnya?
Jawaban yang disepakati oleh seluruh orang berakal adalah keinginan terjadi sebelum perbuatan…
Jika demikian, maka (ketahuilah) rangkaian kisah itu telah menyebutkan dengan jelas bahwa perbuatan itu adalah bujuk rayu, dan ini telah berakhir. Telah lengkap segala unsur perbuatan, yaitu adanya ajakan wanita itu kepada Yusuf secara terang-terangan, berupa perbuatan dan ucapan, untuk berbuat keji…
Allah ta’ala berfirman,
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya, menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zhalim tiada akan beruntung.” (Yusuf: 23)
Yakni, wanita itu menggoda Yusuf tatkala Yusuf telah beranjak dewasa… Sedangkan godaan adalah kehendak dan ajakan dengan cara lembut dan halus. Wanita yang Yusuf tinggal dirumahnya, adalah istri al-Aziz. Dia menutup pintu dan mengatakan kemarilah ke sini…
Maka wanita itu menggoda… menutup pintu… dan berkata…
Lalu Allah menyebutkan sikap Yusuf yang menolak perbuatan keji itu seraya berargumen dengan dua perkara:
(Pertama) permohonan perlindungan kepada Allah dari perbuatan buruk terhadap hak tuannya yang telah membesarkan dan memuliakannya.
(Kedua) bahwa ini adalah perbuatan orang zhalim yang bodoh, bukan perbuatan orang yang berakal dan lurus.
Barangsiapa menyatakan makna kata ( رَبّي ) di sini (dalam ayat di atas) adalah tuannya, maka tidak terlarang. Begitu pula yang mengembalikan kata ganti dalam kata ( إِنَّهُ ) kepada lafzhul jalalah (Allah), dia pun tidak salah. Hanya saja kata ( مثوى ) telah diucapkan oleh tuannya sebelum itu, sedangkan lafzhul jalalah telah tegas disebutkan dalam ucapan Yusuf, “Aku berlindung kepada Allah.” Maka jika kata ( ربي ) yang dimaksud adalah tuannya, ini lebih sesuai dengan rangkaian kalimat.
Bagaimanapun juga, ini adalah sikap yang nyata dalam mengajak kepada perbuatan keji dan melaksanakannya serta terus terang dalam hal itu. Begitu pula penolakan Nabi Allah,Yusuf , terhadap wanita itu, nasihat dan peringatannya terhadap akibat perbuatan buruk nan munkar ini…
Tentang makna ‘murawadah’ (godaan atau rayuan), Rasyid Ridha dalam ‘al-Manar’ menyebutkan perkataan al-Ashfahani:
“Murawadah adalah penyelisihanmu terhadap orang lain dalam hal kehendak. Engkau menghendaki sesuatu yang tidak dia kehendaki. Atau menginginkan sesuatu yang tidak dia inginkan. Seakan-akan maknanya adalah, menipu daya terhadap dirinya (orang lain). Yaitu, melakukan sebagaimana yang dilakukan seorang penipu terhadap sesuatu yang tidak ingin dikeluarkan oleh orang lain dari tangannya, dia melakukan tipu daya agar bisa menguasai dan mengambil sesuatu itu darinya. Dan ini adalah ungkapan atas tipu daya yang dilakukan agar dia mau menggaulinya. Selesai perkataan beliau. Dan seandainya wanita itu melihat sedikit kecenderungan Nabi Yusuf kepadanya, sedangkan dia menyendiri bersamanya dalam satu kamar dalam rumahnya, tentunya dia tidak perlu untuk menipudayai Yusuf dengan bujuk rayu”. Selesai (nukilan dari ‘al-Manar’)
Maka siapa saja yang mengatakan setelah itu bahwa keinginan di sini adalah keinginan untuk melakukan perbuatan keji berarti dia telah menyelisihi ketegasan al-Qur`an yang secara tegas telah menyatakan berakhirnya sikap perbuatan tersebut…
Jika demikian, agar kita mengetahui makna keinginan ini, kita harus melihat dan memperhatikan lebih dalam lagi…
Kita lihat semuanya memiliki pikiran yang sama bahwa keinginan ini adalah perkataan jiwa dan apa yang terlintas dalam hati. Dan sepertinya tidak ada makna yang lain…
Ingatlah ayat yang disebutkan oleh Ibnu Hazm, yaitu firman Allah ta’ala,
وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ
“Dan tiap-tiap umat telah menginginkan(hamma) makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya.” (Ghafir: 5)
Apakah ini keinginan hati dan perkataan jiwa, ataukah keinginan perbuatan?
Juga firman Allah ta’ala,
أَلا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras keinginannya (hamma) untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?” (at-Taubah: 13)
Apakah ini keinginan hati dan perkataan jiwa, ataukah keinginan perbuatan?
Dan firman-Nya,
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا
“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan menginginkan(hamma) apa yang mereka tidak dapat mencapainya.” (at-Taubah: 74)
Apakah ini keinginan hati dan perkataan jiwa, ataukah keinginan perbuatan?
Keinginan, sebagaimana dalam bahasa, adalah perkataan jiwa dan hati. Dalam bahasa Arab dikatakan, ‘Hamamtu bi fulan,’ yakni aku bermaksud (menuju) kepadanya.
Sedangkan kebanyakan ahli tafsir, di antaranya Syaikhul Islam, beliau berkata dalam ‘al-Fatawa’ (10/296):
Al-Hamm (keinginan) adalah nama jenis yang mencakup dua macam, sebagaimana perkataan Imam Ahmad, keinginan itu ada dua; (1)keinginan yang terbetik dan (2)keinginan yang terus menerus… Sedangkan Yusuf shollallohu ‘alaihi wa sallam memiliki keinginan yang dia tinggalkan karena Allah. Oleh karenanya, Allah palingkan darinya keburukan dan perbuatan keji karena keikhlasannya. Dan hal itu terjadi ketika ada penyebab perbuatan dosa, yaitu keinginan, dan ditentang dengan keikhlasan yang akan menyebabkan berpalingnya hati dari dosa karena Allah. Maka yang muncul dari Yusuf ‘alaihis salam hanyalah kebaikan yang mendatangkan pahala. Selesai perkataan beliau.
Ini berdasarkan (pendapat) bahwa keinginan di sini adalah keinginan yang berupa lintasan hati… yakni, bahwa Yusuf – ‘alaihis salam – dalam hatinya terlintas untuk menyepakati wanita itu melakukan perbuatan keji.
Maka dikatakan, manakah yang lebih utama, kita menisbatkan kepada Nabi Allah pikiran untuk berbuat zina dan terlintasnya hal itu dalam hati meskipun hanya sebentar, ataukah kita mengambil pendapat Ibnu Hazm bahwa beliau tidak memiliki keinginan untuk berbuat kekejian sama sekali?
Apa yang mendorong kita mengatakan bahwa beliau berkeinginan melakukan perbuatan keji?Bukankah dalam nash yang tegas, Allah telah membersihkan beliau dari keburukan dan kekejian?Apakah di sana ada keburukan yang lebih besar dari keinginan berbuat keji, dan kekejian apakah itu?
Kita perhatikan bahwa dua kata keburukan ( السوء ) dan kekejian ( الفحشاء ) ada ‘alif-lam’ yang bermakna ‘istighraq tamm’ (yakni makna yang mencakup segala jenisnya). Sehingga yang ditiadakan (dari diri Nabi Yusuf – ‘alaihis salam) adalah segala keburukan dan kekejian, meskipun hanya berupa keinginan dalam hati dan jiwa yang tidak sampai pada perbuatan…
Dan ini lebih sempurna dalam permasalahan ‘ishmah’ (keterjagaan, kemakshuman seorang Nabi) sebagaimana hal itu nampak dengan jelas…
Lantas kenapa kita katakan bahwa keinginan dalam ayat ini – paling tidak pada diri Nabi Yusuf – bukan keinginan untuk berbuat kekejian padahal itu termasuk konsekuensi fitrah dan tabiat manusia?Jawabnya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hazm di atas bahwa al-Qur`an telah tegas menyatakan bahwa keinginan Nabiyullah Yusuf bukanlah keinginan untuk berbuat perkara keji… dan jalan untuk mengetahui hal itu adalah dengan pertanyaan sederhana:Apakah keinginan melakukan perbuatan keji adalah suatu keburukan ataukah tidak?
Syariat, akal dan fitrah telah menyatakan bahwa keinginan melakukan perbuatan keji adalah keburukan yang jelas, namun tidak ada hukuman atasnya selama tidak dilaksanakan.
Dan kami, ketika menetapkan hal itu, kami menempatkan firman Allah tabaroka wa ta’ala berada di hadapan kami, agar kami melihat kesucian Nabiyullah Yusuf dari keinginan melakukan perbuatan keji…
Allah ta’ala berfirman,
أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Dia melihat tanda (dari) Robbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 24)
Aku sampaikan ayat ini demikian, agar kita tidak bingung dengan pendapat orang yang mengatakan adanya taqdim dan ta`khir (pemajuan dan pengakhiran) kalimat yang menjadi jawab dari kata ‘law laa’(seandainya tidak)… dan untuk menyelesaikan masalah ini, cukup aku nukilkan perkataan berharga dari Ibnul Qayyim dalam ‘ash-Showa’iqul Mursalah’ (2/716):
“Adapun anggapan adanya taqdim dan ta`khir dalam firman Allah,
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ
“Sesungguhnya wanita itu telah berkeinginan terhadap Yusuf. Dan Yusuf pun berkeinginan terhadap wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Robbnya.” (Yusuf: 24)
bahwa pada perkataan ini, jawab dari kata ‘law laa’ telah mendahuluinya, maka (sebagai bantahan) yang pertama, para ahli nahwu tidaklah membolehkan hal tersebut. Dan tidak ada dalil atas anggapannya itu. Selain itu, perkataan ini tidaklah merusak pemahaman terhadap apa yang dimaksud”. Selesai perkataan Ibn Qoyyim.
Jika demikian, yang telah pasti secara yakin dengan nash al-Qur`an, bahwa Nabiyullah Yusuf melihat tanda dari Robbnya – apapun maksud dari tanda ini, agar kita keluar dari perselisihan – lalu Allah memalingkan darinya keburukan dan perbuatan keji, karena beliau termasuk hamba Allah yang ikhlas dan terpilih.
Kata ( المخلصين ) jika dibaca al-mukhlashin, maknanya adalah orang-orang terpilih, dan jika dibaca al-mukhlishin, maknanya adalah orang-orang yang ikhlas.
Al-Qurthubi berkata, “Ibnu Katsir, Abu ‘Amr dan Abu ‘Amir membacanya ‘al-mukhlishin’ dan maknanya adalah orang-orang yang mengikhlaskan ketaatan kepada Allah. Yang lain membacanya ‘al-mukhlashin’ dan maknanya adalah orang-orang yang Allah pilih untuk (mengemban) risalah-Nya. Dan Nabi Yusuf – shollallohu ‘alaihi wa sallam – memiliki dua sifat ini, karena beliau adalah orang yang ikhlas dalam menaati Allah ta’ala dan terpilih untuk (mengemban) risalah Allah ta’ala.” Selesai perkataan beliau.
Maka penyifatan beliau dengan ikhlas di sini adalah dalil (petunjuk atau bukti) terbesar yang menunjukkan bahwa beliau tidak berkeinginan melakukan perbuatan keji sama sekali.Ikhlas adalah amalan hati yang hanya diketahui oleh Allah. Sedangkan keinginan berbuat keji jelas bertentangan dengan ikhlas.
Sedangkan lintasan-lintasan hati dan keinginan hati (terhadap keburukan) tidak ragu lagi merupakan penyesatan syaithan, Allah ta’ala telah berfirman tentangnya yang telah bersumpah,
لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٣٩) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٤٠)
“Pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (al-Hijr: 39-40)
Dan Allah telah menyifati Yusuf termasuk orang-orang yang mukhlis (ikhlas), maka dengan sedikit pembandingan, akan nampak jelas hasilnya.
Ini saja sudah cukup untuk menjawab dan membantah orang yang berpendapat bahwa beliau berkeinginan melakukan perbuatan keji karena (konsekuensi) tabiat dan fitrah manusia…
Apalagi jika kita tambahkan bahwa keinginan berbuat keji adalah suatu keburukan tersendiri. Padahal Allah telah membebaskan beliau dari keburukan, dengan nash yang tegas dan jelas yang tidak perlu kepada takwil atau takalluf (memberat-beratkan diri).
Tentang kedudukan sebagai nabi dan keagungannya, Imam Ibnul Arabi berkata dalam ‘Ahkamul Qur`an’ (5/39):
Bahwa faidah dari firman Allah,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا
“Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu.” (Yusuf: 22)
Adalah Allah memberikan ilmu dan hikmah di hadapan kuatnya penguasaan syahwat, agar hal itu menjadi sebab penjagaan baginya. Selesai perkataan beliau.
Yakni, beliau diberi ilmu dan hikmah dari sisi Allah sebelum kejadian ini…
Dan kita tidak akan memperdalam pembicaraan tentang kemakshuman (terjaganya) para nabi…
Hanya saja kita mempertanyakan, apakah dibenarkan kita membolehkan bagi beliau untuk memiliki keinginan dalam hatinya untuk berbuat kekejian?
Jika kita katakan hal itu boleh bagi para nabi… maka apakah rangkaian kisah ini bisa membantu kita untuk memahaminya?
Syaikhul Islam berkata dalam ‘Majmu’ al-Fatawa’ (10/296):
“Adapun Yusuf ash-Shiddiq (yang memiliki sifat sangat jujur), Allah tidak menyebutkan satu dosa pun darinya. Oleh karena itulah Allah tidak menyebutkan darinya, sesuatu yang pantas dilakukan karena dosa, yaitu permohonan ampun… Lalu Allah memberitakan bahwa Dia telah memalingkan keburukan dan perbuatan keji darinya. Dan ini menunjukkan bahwa tidak ada satu keburukan atau kekejian pun yang muncul dari beliau.”
Beliau juga berkata dalam ‘Qa’idah fil Mahabbah’ (1/77):
“Maka Allah – subhanah – memberitakan bahwa Dia telah memalingkan keburukan dan perbuatan keji dari beliau. Dan termasuk keburukan adalah kasmaran dan kecintaan terhadapnya, sedangkan termasuk perbuatan keji adalah zina. Terkadang yang berbuat zina dengan kemaluannya bukanlah orang yang kasmaran, dan terkadang ada orang yang kasmaran namun tidak berbuat zina dengan kemaluannya. Dan zina dengan kemaluan lebih berat dari pada mengerjakan dosa kecil seperti melihat atau mencium.” Selesai perkataan beliau.
Ini adalah perkataan yang benar. Akan tetapi seandainya kita ganti perkataan beliau di atas, “dan termasuk keburukan adalah kasmaran dan kecintaan terhadapnya,” dengan perkataan, “dan termasuk keburukan adalah keinginan untuk melakukan perbuatan keji.”
Apakah engkau melihat, apa yang dikatakan orang berakal tentang anggapan ini? Inilah yang dipilih oleh Ibnu Hazm di atas.
Perkara yang lain…
Sesungguhnya istri al-Aziz itu telah berkata di hadapan para wanita,
وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ
“Dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak.” (Yusuf: 32)
Dan dia berkata di hadapan Raja,
أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
“Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf: 51)
Dan Yusuf berkata tentang dirinya, sedangkan beliau adalah orang yang sangat jujur,
قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي
“Yusuf berkata: Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya).” (Yusuf: 26)
Perhatikanlah bagaimana diri itu (diri Nabi Yusuf) disebutkan tiga kali sebagai pembersihan yang sangat tegas…
Seandainya keinginan itu bermakna perkataan jiwa, bagaimana kita mengarahkan tiga ayat ini dalam pembersihan diri beliau?
Ini juga sebagai bantahan bagi orang yang mengatakan bahwa jiwa beliau menginginkan berbuat kekejian.
Untuk mengetahui hakikat keinginan ini, kita tempatkan di hadapan kita bahwa godaan itu terjadi sebelum keinginan… sebagaimana hal itu nampak dari zhahir rangkaian kisah dalam al-Qur`an… sedangkan pada bujuk rayu itu terdapat penegasan adanya perbuatan, baik secara lisan maupun perbuatan anggota badan dari wanita itu, dan telah ada penolakan yang jelas dan tegas dari beliau (Nabi Yusuf) yang menunjukkan bahwa beliau tidak ikut serta bersama wanita itu dalam perkara yang akan dia lakukan…
Maka jika datang keinginan, kita tidak mengatakan, itu adalah keinginan untuk berbuat sebagaimana layaknya manusia, sedangkan keinginan semata bukanlah suatu dosa selama tidak terjadi!!!
Akan tetapi kita katakan, bahwa keinginan yang ada dari kedua belah pihak di sini jelas perkara lain, setelah terjadinya keterusterangan untuk melakukan perbuatan keji dari pihak wanita.
Maka keinginan yang ada pada tahapan akhir ini telah menjadi keinginan untuk saling melawan (dengan mendorong dan menarik) atau memukul. Wanita itu melakukan hal ini terhadap Yusuf karena beliau enggan dan menolak ajakannya untuk berbuat keji. Sedangkan beliau melakukan hal ini kepada wanita itu untuk berusaha lari dan menyelamatkan diri. Kemudian setelah itu keduanya berlomba-lomba menuju pintu.
Kemudian hendaknya kita perhatikan lebih teliti lagi kepada kata ‘al-murawadah’ (godaan, bujuk rayu) yang maknanya adalah keinginan dan permintaan dengan lembut dan halus…
Dan kita perhatikan situasi saling berkejaran menuju pintu itu. Ini adalah gerakan dari dua belah pihak yang menuju satu arah tapi dengan niat yang berbeda….
Menjadi jelaslah bagimu, bahwa keinginan dari keduanya adalah keinginan untuk saling melawan dengan mendorong dan menarik, atau memukul… sesuai dengan tujuan masing-masing.
Dan penafsiran ini dikuatkan oleh runtutan kisah. Karena keinginan jelas terjadi sebelum perbuatan, dan tidak mungkin dikatakan berbuat kemudian baru berkeinginan.
Dan yang paling indah dalam runtutan kisah ini, bahwa ia menetapkan terjaganya Nabi Yusuf, sampai pun pada keinginan untuk melakukan perbuatan keji.
Situasi lari saling mendahului
Berdasarkan keterangan yang telah lalu, maka kita perhatikan dengan seimbang tentang kondisi kejar-kejaran ini…
Allah ta’ala berfirman,
( وَاسُتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاء مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوَءاً إِلاَّ أَن يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ )
“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu. Dan wanita itu menarik baju Nabi Yusuf dari belakang hingga koyak. Dan keduanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata, apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjara atau dihukum dengan hukuman yang pedih?” (Yusuf: 25)
Shidiq Hasan Khan, Raja Bhopal, berkata dalam ‘Husnul Uswah bima Tsabata min Allah wa Rasulihi fin Niswah’ (1/113):
Firman Allah, “Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu,” maksudnya adalah keduanya berusaha saling mendahului… dan alasan keduanya saling berusaha mendahului adalah karena Yusuf ingin lari dan keluar melalui pintu, sedangkan istri al-Aziz itu ingin mendahuluinya menuju pintu untuk menghalanginya membuka dan keluar dari pintu. As-Suyuthi berkta, Yusuf bergegas menuju pintu untuk kabur, sedangkan wanita itu (bergegas) untuk menangkapnya lalu wanita itu memegangi baju Nabi Yusuf… dan wanita itu merobek bajunya, yakni menarik baju Nabi Yusuf dari belakangnya sehingga terbelahlah bajunya sampai ke bagian bawah. Dan keduanya mendapati suami wanita itu di depan pintu, yakni mendapati al-Aziz di sana. Wanita itu berkata,” apa balasan bagi orang yang menginginkan keburukan untuk keluargamu, berupa zina dan semisalnya”. Wanita itu mengucapkan perkataan ini untuk menghindar dan menutupi diri, lalu menyandarkannya kepada Yusuf, apa yang sesungguhnya menjadi keinginannya. Selain dipenjara atau hukuman yang pedih, yakni berupa sabetan cambuk. Dan yang nampak, beliau tidaklah mendapati hukuman pedih berupa cambukan atau yang semisalnya. Tidak disebutkannya hal ini bisa untuk menambah kengerian. Selesai perkataan beliau.
Situasi yang genting ini menggambarkan kepadamu suatu perkara yang sangat jelas…
Yaitu, bahwa Yusuf telah mengetahui dengan tanda yang Allah berikan kepadanya, bahwa tinggalnya beliau di tempat kemaksiatan adalah kehinaan yang terbesar bagi beliau.
Dan terjeratnya beliau bersama wanita itu dalam perlawanan berupa mendorong dan menarik atau memukul itu adalah bukti yang terbesar atas tinggalnya beliau…
Maka pemikiran yang selamat adalah usaha untuk kabur dari dua jenis tipu daya… maka keduanya saling berlomba-lomba menuju pintu…
Beliau berusaha kabur, sebagaimana telah kami jelaskan, sedangkan wanita itu berusaha untuk menahannya karena rasa jengkel akan keengganan Yusuf dan rusaknya kebanggaan dirinya.
Dan bisa dimungkinkan tanda yang dimaksud di sini sebagaimana riwayat yang datang dari perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan selainnya. Bahwa tanda di sini adalah sesuatu yang memberitahu keduanya bahwa tuannya telah masuk ke dalam rumah, seperti suara yang mereka dengar atau bayangan yang mereka lihat.
Dan yang mendukung penafsiran ini, bahwa kata ‘Robbihi’ dalam surat ini bisa memiliki dua makna: Robbnya, yakni Penciptanya, atau Robbnya (tuannya) yang telah memuliakan tempat kedudukannya…
Sedangkan kalimat ‘burhan’ telah datang dalam Kitabullah dengan makna petunjuk yang menjadi hujah. Baik petunjuk yang didapat dengan akal atau petunjuk yang didapat dengan penelitian. Dan ini sesuai dengan kedua pendapat dalam penafsiran kata ‘burhan’ (tanda) sebagaimana telah lalu penjelasannya…
Adapun pendapat-pendapat lainnya, yang berpendapat bahwa Nabi Yusuf melihat gambaran bapaknya, atau melihat ayat al-Qur`an di dinding, dan penafsiran yang semacam itu, maka ini adalah penafsiran yang jauh (dari kebenaran). Karena kita tidak berpendapat bahwa seorang Nabi membutuhkan mukjizat hissiyah (yang bisa ditangkap oleh indera manusia) agar dia tidak melakukan keburukan dan perbuatan keji.
Maka pendapat yang menyatakan bahwa tanda itu adalah petunjuk munculnya tuannya, adalah pendapat yang tidak ditolak oleh kisah ini secara global, tidak pula ditolak oleh rangkaian kisah tersebut.
Dengan ini maka menjadi jelas – jika hal ini benar – bahwa alasan keduanya untuk saling berlomba menuju pintu adalah sangat logis.
Yaitu, untuk keluar dari tempat maksiat, dan agar tidak terjerat bersama wanita itu. Karena dalam dua perkara itu terdapat penghinaan yang nyata.
Sedangkan wanita itu berusaha untuk menahannya di dalam kamarnya, dia menariknya agar terjerat bersamanya. Makan nampaklah bahwa beliau adalah orang yang terzhalimi di dalam kamar wanita itu. Lalu wanita itu menampakkan bahwa dirinyalah yang terzhalimi.
Akan tetapi Allah memberikan ilham kepada beliau agar memalingkan punggungnya kepada wanita itu untuk menolak saling pukul dan saling tarik bersama wanita itu… maka jadilah baju yang terkoyak itu sebagai tanda yang Allah nampakkan untuk menunjukkan secara tegas akan kesucian Yusuf.
Dan dalam ‘Tafsir al-Lubab’ karya Ibnu Adil al-Hanbali (9/243):
Ibnul Khathib berkata:
Para ahli tahqiq dari kalangan ahli tafsir dan ahli kalam telah berkata, bahwa Yusuf – ‘alaihish sholatu was salam – berlepas diri dari perbuatan yang batil, dan keinginan yang haram. Inilah pendapat kami, dan inilah yang kami bela. Dan dalil-dalil yang menunjukkan wajib terjaganya para Nabi – ‘alaihimush sholatu was salam – telah disebutkan dan ditetapkan. Dan di sini kami tambah dengan beberapa sisi:
Pertama: Bahwa zina termasuk dosa besar yang mungkar. Dan khianat di hadapan amanah juga termasuk dosa yang mungkar.
Demikian juga: Jika seorang anak dibesarkan di pangkuan seseorang, lalu dia mendapatkan kecukupan, dan terjaga kehormatannya semenjak kecil hingga dia beranjak dewasa dan menjadi kuat, maka kelakuan anak ini untuk memberikan keburukan yang paling jelek kepada orang yang telah memberi kenikmatan dan keutamaan itu, adalah termasuk perbuatan yang mungkar.
Jika hal ini telah jelas, maka kita katakan, sesungguhnya kemaksiatan ini jika mereka sandarkan kepada Yusuf – ‘alaihish sholatu was salam – maka ini adalah kemaksiatan yang dipenuhi dengan kebodohan. Dan kemaksiatan semacam ini jika disandarkan kepada orang yang paling fasik, dan paling jauh dari segala kebaikan, niscaya dia akan menolak dan mengingkarinya. Lalu bagaimana mungkin dibolehkan hal itu disandarkan kepada seorang Rasul yang dikuatkan dengan mukjizat yang sangat nyata, padahal Allah telah berfirman,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian.” (Yusuf: 24)
Hal ini juga tidak sesuai dengan hikmah Allah. Dan itu menunjukkan bahwa materi keburukan dan kekejian telah dipalingkan dari beliau. Sedangkan maksiat yang mereka sandarkan kepada beliau adalah jenis keburukan dan kekejian yang paling besar.
Juga tidak sesuai dengan rahmat Allah apabila Dia mengisahkan tentang seseorang yang melakukan maksiat lalu Dia memujinya dengan pujian teragung setelah mengisahkan tentangnya dosa yang besar itu. Perumpamaannya, sebagaimana seorang raja yang menyebutkan dosa terburuk dan amalan terkeji dari sebagian budaknya, kemudian dia menyebutkannya dengan pujian yang agung dan berlebihan setelahnya. Maka semacam ini jelas diingkari, begitu pula di sini. Selesai perkataan beliau.
Adapun persangkaan sebagian orang terhadap perkataan Nabiyullah Yusuf,
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ
“Yusuf berkata: Wahai Robbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yusuf: 33)
lalu dia menjadikan perkataan itu sebagai dalil bahwa tidak mengapa pikiran yang terlintas dalam hati untuk berbuat kekejian, karena ini merupakan tabiat manusia!!
Maka hendaknya dia menyempurnakan firman Allah ta’ala itu,
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Robbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Yusuf: 34)
Pertama, hendaknya dia tahu bahwa ini berkaitan dengan peristiwa bersama para wanita (setelah kejadian kisah di atas), bukan berkenaan dengan kejadian bersama istri al-Aziz. Dan perbedaannya sangatlah jelas.
Yang kedua, Syaikhul Islam berkata dalam ‘Majmu’ al-Fatawa’ (15/130):
Dan dalam perkataan Yusuf, “Yusuf berkata: Wahai Robbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Ada dua pelajaran:
Pertama, lebih memilih penjara dan musibah dari pada dosa dan kemaksiatan.
Kedua, meminta dan berdoa kepada Allah agar Dia meneguhkan hati di atas agama-Nya dan memalingkan hati itu kepada ketaatan kepadanya, karena jika Dia tidak meneguhkan hati itu, niscaya hati itu akan condong kepada orang-orang yang memerintahkan perbuatan dosa, sehingga jadilah termasuk orang-orang yang bodoh.
Maka di sini ada tawakal (penyandaran hati) kepada Allah dan permintaan tolong kepadanya agar Dia meneguhkan hati di atas keimanan dan ketaatan. Dan di sini juga ada kesabaran terhadap ujian, musibah dan gangguan yang terjadi jika dia teguh di atas keimanan dan ketaatan. Selesai perkataan beliau.
Dan yang tidak diragukan lagi, bahwa tidak ada seorang makhluk pun baik dari golongan manusia maupun jin, jika dia tidak dijaga oleh Robbnya, niscaya dia akan menyimpang dan tersesat.
Lalu, bagaimanakah keadaan kita dibandingkan seorang Nabi yang sangat jujur, yang termasuk hamba Allah terpilih dan ikhlas, yang telah Allah nyatakan dengan tegas bahwa beliau,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 22)
Wallahu A’la wa A’lam.
Akhirnya:
Inilah komentar singkat yang bisa aku berikan dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, sesuai dengan keterangan yang telah ditetapkan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya ‘al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal’…
Jika benar, maka hal itu dari Allah, dan jika tidak demikian, maka kami memohon ampunan dan keselamatan kepada Allah, dan agar Dia mengajarkan dan mengilhamkan kepada kami dan kelurusan dan kebenaran.
Sumber : http://www.almenhaj.net/TextSubject.php?linkid=7735
http://www.direktori-islam.com/2009/07/pelurusan-kisah-nabi-yusuf/
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu.” (QS Yusuf: 24)
Oleh: Adil Sulaiman al-Qathawi
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam… wa ba’du:
Sesungguhnya pembahasan tentang keinginan Nabiyullah Yusuf ‘alaihis salam telah mengambil tempat yang tidak remeh di kalangan para ulama, dai dan penuntut ilmu. Yang kemudian perselisihan itu pun beralih kepada umumnya manusia…
Maka dalam pembahasan ini, saya akan menukil perkataan yang penting dari Imam Ibnu Hazm – rohimahulloh ta’ala dalam permasalahan ini,untuk selanjutnya saya berikan komentar atau catatan yang sesuai, insyaalloh ta’ala…
Ibnu Hazm menyebutkan dalam kitabnya yang sangat bagus ‘al-Fashlu fil Milal wal Ahwa wan Nihal’ (4/10):
Adapun firman Allah : ( وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَن رَّأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ )
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Robbnya.”
Maka tidaklah sebagaimana yang disangka oleh orang yang tidak memperhatikan dengan seksama,bahkan ada orang belakangan yang berkata, ‘Dia (Nabi Yusuf ‘alaihis salam) telah mendudukinya sebagaimana duduknya seorang laki-laki terhadap wanita!!’
Aku berlindung kepada Allah dari persangkaan terjadinya hal semacam ini pada diri seorang laki-laki yang shalih atau terjaga di kalangan kaum muslimin, apalagi pada diri seorang utusan Allah.
Jika ada yang berkata bahwa hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu dari jalan yang bagus sanadnya, maka kita katakan: “benar”, namun perkataan seseorang bukanlah hujjah (dalil) kecuali yang valid berasal dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam saja. Dan ternyata ada keraguan dalam riwayat tersebut pada perawi yang berada di bawah Ibnu Abbas atau karena Ibnu Abbas sendiri tidak memastikan hal tersebut. Karena beliau hanya mengambil (informasi) dari orang yang tidak diketahui siapa dia. Juga tidak diragukan bahwa informasi tersebut adalah sesuatu yang beliau dengar lalu beliau sampaikan, karena beliau tidak menghadiri peristiwa itu. Beliau juga tidak menyebutkannya bahw keterangan tersebut bersumber dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.Adalah tidak mungkin Ibnu Abbas memastikan sesuatu yang tidak beliau miliki ilmunya…
Makna Ayat
Makna ayat ini tidaklah lepas dari dua kemungkinan:
Pertama, bahwa maksud keinginan dalam ayat ini adalah keinginan untuk mencelakai dan memukulnya. Sebagaimana firman Allah,
وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ
“Dan tiap-tiap umat telah menginginkan makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya.” (Ghafir: 5)
Dan sebagaimana perkataan: لقد هممت بك
Sungguh aku telah berkeinginan terhadapmu (mencelakaimu).
Namun beliau ‘alaihis salam tercegah dari keinginannya itu karena tanda yang Allah perlihatkan padanya. Beliau pun tidak jadi memukulnya, dan mengetahui bahwa lari lebih bermanfaat baginya serta lebih menampakkan kesuciannya, sebagaimana yang nampak dari kesimpulan hukum seorang saksi setelah itu dengan (petunjuk) bagian baju yang terkoyak.
Kedua, bahwa kalimat yang Allah sampaikan itu telah lengkap/sempurna pada perkataan-Nya, “Sesungguhnya wanita itu telah berkeinginan terhadap Yusuf.” Kemudian Allah memulai berita yang lain dengan firman-Nya, “Dan Yusuf pun telah berkeinginan terhadap wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Robbnya.” Inilah zhahir (yang langsung terpahami) dari ayat ini tanpa adanya usaha untuk mentakwilkannya. Dan inilah pendapat kami…”
Kemudian Ibn Hazm menyebutkan hadits Anas yang marfu’ (disandarkan kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam) tentang firman Allah,
ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ
“Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.” (Yusuf: 52)
Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam bersabda, tatkala Yusuf ‘alaihis salam mengucapkannya, Jibril berkata kepadanya, wahai Yusuf sebutkan keinginanmu. Lalu Yusuf berkata, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.”
[Tentang hadits Anas ini, al-Albani dalam ‘as-Silsilah adh-Dho’ifah’ (4/455 no. 1991) mengatakan: “Hadits ini munkar”. Sedangkan firman Allah, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),” adalah lanjutan perkataan istri al-Aziz. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan diikuti oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.]
Maka dengan makna apapun, dalam hadits ini tidak ada penegasan keinginan untuk melakukan fahisyah (perbuatan keji, zina). Namun yang ada dalam hadits ini hanyalah keinginan terhadap sesuatu, dan ini benar sebagaimana kami katakan. Maka gugurlah argumen ini dan benarlah kemungkinan yang pertama dan kedua sekaligus…
Namun rasa ingin melakukan perbuatan keji itu tentu sesuatu yang bathil ditinjau segala keadaannya. Olehkarenanya yang benar bahwa keinginan yang dimaksud adalah (keinginan) untuk memukul majikan perempuannya.Perbuatan keji itu adalah khianat kepada tuannya, ketika dia berkeinginan untuk memukul istri tuannya.
Sedangkan tanda dari Robbnya di sini adalah kenabian dan penjagaan Allah ‘azza wa jalla terhadapnya. Seandainya tidak ada tanda ini, niscaya dia akan berkeinginan melakukan perbuatan keji. Ini tidak diragukan lagi.
Barangkali orang yang menisbatkan hal ini kepada seorang Nabi yang disucikan, Yusuf, menyatakan kesucian dirinya yang buruk dari kondisi semacam ini, sehingga dia pun akan binasa. Padahal Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan kebinasaan akan menimpa orang yang menyangka demikian terhadap beliau. Yaitu ketika beliau berkata kepada dua orang Anshor tatkala berjumpa dengannya, “Ini adalah Shofiyah (istri beliau).” [Hadits shahih]
[PENTING]
Abu Muhammad berkata, “Termasuk kebatilan yang jelas tidak mungkin terjadi adalah seseorang menyangka bahwa Yusuf ‘alaihis salam memiliki keinginan berbuat zina, padahal dia mendengar firman Allah ta’ala,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء
“Demikianlah agar Kami palingkan darinya keburukan dan perbuatan keji.”
Maka kami tanyakan kepada orang yang menyelisihi kami, apakah keinginan berbuat zina termasuk keburukan atau bukan? Maka tentu itu adalah keburukan. Jika dia berkata bahwa itu bukan keburukan, berarti dia telah menentang ijma’. Jika jelas hal itu adalah keburukan, padahal keburukan telah dipalingkan darinya, berarti keinginan berbuat zina pun telah dipalingkan dari beliau, dengan yakin.
Disamping itu, wanita itu telah berkata,
قَالَتْ مَا جَزَاء مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوَءاً
“Wanita itu berkata, apa balasan bagi orang yang menghendaki keburukan bagi keluargamu.”
Beliau pun mengingkari hal itu, dan bersaksilah seorang yang jujur lagi dibenarkan.
وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِن الصَّادِقِينَ
“Dan jika pakaiannya terkoyak dari arah belakang, berarti wanita itu yang dusta sedangkan dia (Yusuf) termasuk orang-orang yang jujur.”
Maka jelaslah bahwa wanita itu telah berdusta, menurut nash al-Qur`an. Dan jika wanita itu berdusta berdasarkan nash al-Qur`an, berarti (Yusuf) tidak menginginkan keburukan terhadap wanita itu, dan tidak menginginkan perbuatan zina sama sekali. Jika dia (Yusuf) menghendaki perbuatan zina, berarti wanita itulah yang termasuk orang-orang yang jujur. Ini sangat jelas sekali.
Demikian pula firman Allah ta’ala tentang beliau, bahwa beliau berkata,
وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Dan seandainya Engkau tidak hindarkan dariku tipu daya mereka, niscaya aku cenderung (memenuhi keinginan) mereka dan tentu aku akan termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yusuf: 33)
Maka menjadi benar bahwa beliau sama sekali tidak memiliki kecenderungan kepada wanita itu. Dan taufiq hanyalah dari Allah ta’ala.
Selesai perkataan Ibnu Hazm rohimahulloh.
Dalam perkataan beliau itu terdapat ketetapan yang tegas, tentang pensucian Nabi Allah,Yusuf ‘alaihis salam dari keinginan untuk melakukan perbuatan keji, berbeda dengan banyak ahli tafsir dan ulama selain mereka yang berbicara tentang ayat yang mulia ini…
Berdasarkan penerangan dari perkataan beliau – rohimahullah – akan kami jelaskan beberapa permasalahan…
Bahwa ayat tentang keinginan Nabi Yusuf ‘alaihis salam) ini harus dipahami dari rangkaian kisah dalam al-Qur`an…
Maka barangsiapa berpendapat bahwa beliau berkeinginan terhadap wanita itu, yaitu bermaksud kepada ajakan wanita itu, atau hal itu terbesit di hatinya sesuai dengan fitrah (manusia), dan bahwa keinginan ini tidak akan menjadi sebab beliau disiksa karena beliau tidak meneruskannya, bahkan beliau akan diberi pahala…
Maka ini adalah pendapat yang bagus. Akan tetapi, lebih bagus darinya kita menetapkan terjaganya beliau dari keinginan melakukan perbuatan keji karena agungnya kedudukan sebagai Nabi.
Jumhur salaf telah berpendapat, bahkan hampir-hampir mereka sepakat bahwa tidak ada seorang istri Nabi pun yang berbuat zina. Dan lebih pantas jika hal semacam ini tidak telintas di hati-hati mereka… Maka pendapat ini tentunya lebih tegas dan lebih utama bagi haknya para Nabi.
Dan termasuk perkara yang tidak diragukan, bahwa sikap Yusuf ‘alaihis salam terhadap wanita ini adalah kandungan kisah yang paling terkenal… sekaligus sebagai sumber perselisihan yang panjang dan tersebar di berbagai karya tulis…
Maka jika Allah berkehendak untuk menjadikannya sebagai permisalan yang senantiasa dihikayatkan, senantiasa bernilai ibadah ketika dibaca sepanjang masa, dan pelajarannya dijadikan sebagai panutan, maka tidak ada jalan lain kecuali memilih sesuatu yang paling tinggi kemuliaan, reputasi dan kesuciannya.
Ini bukanlah terkaan atau dugaan terhadap perkara yang ghaib… akan tetapi ini adalah penafsiran firman Allah dengan firman-Nya yang lain.
Jika kita sedikit mengalah dalam perdebatan ini, yaitu dengan meninggalkan semua penafsiran yang telah kita dengar sebelumnya tentang permasalahan ini… maka hendaknya sekarang kita memperhatikan secara inshaf (seimbang)…
Apakah keinginan itu terjadi sebelum perbuatan atau sesudahnya?
Jawaban yang disepakati oleh seluruh orang berakal adalah keinginan terjadi sebelum perbuatan…
Jika demikian, maka (ketahuilah) rangkaian kisah itu telah menyebutkan dengan jelas bahwa perbuatan itu adalah bujuk rayu, dan ini telah berakhir. Telah lengkap segala unsur perbuatan, yaitu adanya ajakan wanita itu kepada Yusuf secara terang-terangan, berupa perbuatan dan ucapan, untuk berbuat keji…
Allah ta’ala berfirman,
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya, menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zhalim tiada akan beruntung.” (Yusuf: 23)
Yakni, wanita itu menggoda Yusuf tatkala Yusuf telah beranjak dewasa… Sedangkan godaan adalah kehendak dan ajakan dengan cara lembut dan halus. Wanita yang Yusuf tinggal dirumahnya, adalah istri al-Aziz. Dia menutup pintu dan mengatakan kemarilah ke sini…
Maka wanita itu menggoda… menutup pintu… dan berkata…
Lalu Allah menyebutkan sikap Yusuf yang menolak perbuatan keji itu seraya berargumen dengan dua perkara:
(Pertama) permohonan perlindungan kepada Allah dari perbuatan buruk terhadap hak tuannya yang telah membesarkan dan memuliakannya.
(Kedua) bahwa ini adalah perbuatan orang zhalim yang bodoh, bukan perbuatan orang yang berakal dan lurus.
Barangsiapa menyatakan makna kata ( رَبّي ) di sini (dalam ayat di atas) adalah tuannya, maka tidak terlarang. Begitu pula yang mengembalikan kata ganti dalam kata ( إِنَّهُ ) kepada lafzhul jalalah (Allah), dia pun tidak salah. Hanya saja kata ( مثوى ) telah diucapkan oleh tuannya sebelum itu, sedangkan lafzhul jalalah telah tegas disebutkan dalam ucapan Yusuf, “Aku berlindung kepada Allah.” Maka jika kata ( ربي ) yang dimaksud adalah tuannya, ini lebih sesuai dengan rangkaian kalimat.
Bagaimanapun juga, ini adalah sikap yang nyata dalam mengajak kepada perbuatan keji dan melaksanakannya serta terus terang dalam hal itu. Begitu pula penolakan Nabi Allah,Yusuf , terhadap wanita itu, nasihat dan peringatannya terhadap akibat perbuatan buruk nan munkar ini…
Tentang makna ‘murawadah’ (godaan atau rayuan), Rasyid Ridha dalam ‘al-Manar’ menyebutkan perkataan al-Ashfahani:
“Murawadah adalah penyelisihanmu terhadap orang lain dalam hal kehendak. Engkau menghendaki sesuatu yang tidak dia kehendaki. Atau menginginkan sesuatu yang tidak dia inginkan. Seakan-akan maknanya adalah, menipu daya terhadap dirinya (orang lain). Yaitu, melakukan sebagaimana yang dilakukan seorang penipu terhadap sesuatu yang tidak ingin dikeluarkan oleh orang lain dari tangannya, dia melakukan tipu daya agar bisa menguasai dan mengambil sesuatu itu darinya. Dan ini adalah ungkapan atas tipu daya yang dilakukan agar dia mau menggaulinya. Selesai perkataan beliau. Dan seandainya wanita itu melihat sedikit kecenderungan Nabi Yusuf kepadanya, sedangkan dia menyendiri bersamanya dalam satu kamar dalam rumahnya, tentunya dia tidak perlu untuk menipudayai Yusuf dengan bujuk rayu”. Selesai (nukilan dari ‘al-Manar’)
Maka siapa saja yang mengatakan setelah itu bahwa keinginan di sini adalah keinginan untuk melakukan perbuatan keji berarti dia telah menyelisihi ketegasan al-Qur`an yang secara tegas telah menyatakan berakhirnya sikap perbuatan tersebut…
Jika demikian, agar kita mengetahui makna keinginan ini, kita harus melihat dan memperhatikan lebih dalam lagi…
Kita lihat semuanya memiliki pikiran yang sama bahwa keinginan ini adalah perkataan jiwa dan apa yang terlintas dalam hati. Dan sepertinya tidak ada makna yang lain…
Ingatlah ayat yang disebutkan oleh Ibnu Hazm, yaitu firman Allah ta’ala,
وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ
“Dan tiap-tiap umat telah menginginkan(hamma) makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya.” (Ghafir: 5)
Apakah ini keinginan hati dan perkataan jiwa, ataukah keinginan perbuatan?
Juga firman Allah ta’ala,
أَلا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras keinginannya (hamma) untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?” (at-Taubah: 13)
Apakah ini keinginan hati dan perkataan jiwa, ataukah keinginan perbuatan?
Dan firman-Nya,
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا
“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan menginginkan(hamma) apa yang mereka tidak dapat mencapainya.” (at-Taubah: 74)
Apakah ini keinginan hati dan perkataan jiwa, ataukah keinginan perbuatan?
Keinginan, sebagaimana dalam bahasa, adalah perkataan jiwa dan hati. Dalam bahasa Arab dikatakan, ‘Hamamtu bi fulan,’ yakni aku bermaksud (menuju) kepadanya.
Sedangkan kebanyakan ahli tafsir, di antaranya Syaikhul Islam, beliau berkata dalam ‘al-Fatawa’ (10/296):
Al-Hamm (keinginan) adalah nama jenis yang mencakup dua macam, sebagaimana perkataan Imam Ahmad, keinginan itu ada dua; (1)keinginan yang terbetik dan (2)keinginan yang terus menerus… Sedangkan Yusuf shollallohu ‘alaihi wa sallam memiliki keinginan yang dia tinggalkan karena Allah. Oleh karenanya, Allah palingkan darinya keburukan dan perbuatan keji karena keikhlasannya. Dan hal itu terjadi ketika ada penyebab perbuatan dosa, yaitu keinginan, dan ditentang dengan keikhlasan yang akan menyebabkan berpalingnya hati dari dosa karena Allah. Maka yang muncul dari Yusuf ‘alaihis salam hanyalah kebaikan yang mendatangkan pahala. Selesai perkataan beliau.
Ini berdasarkan (pendapat) bahwa keinginan di sini adalah keinginan yang berupa lintasan hati… yakni, bahwa Yusuf – ‘alaihis salam – dalam hatinya terlintas untuk menyepakati wanita itu melakukan perbuatan keji.
Maka dikatakan, manakah yang lebih utama, kita menisbatkan kepada Nabi Allah pikiran untuk berbuat zina dan terlintasnya hal itu dalam hati meskipun hanya sebentar, ataukah kita mengambil pendapat Ibnu Hazm bahwa beliau tidak memiliki keinginan untuk berbuat kekejian sama sekali?
Apa yang mendorong kita mengatakan bahwa beliau berkeinginan melakukan perbuatan keji?Bukankah dalam nash yang tegas, Allah telah membersihkan beliau dari keburukan dan kekejian?Apakah di sana ada keburukan yang lebih besar dari keinginan berbuat keji, dan kekejian apakah itu?
Kita perhatikan bahwa dua kata keburukan ( السوء ) dan kekejian ( الفحشاء ) ada ‘alif-lam’ yang bermakna ‘istighraq tamm’ (yakni makna yang mencakup segala jenisnya). Sehingga yang ditiadakan (dari diri Nabi Yusuf – ‘alaihis salam) adalah segala keburukan dan kekejian, meskipun hanya berupa keinginan dalam hati dan jiwa yang tidak sampai pada perbuatan…
Dan ini lebih sempurna dalam permasalahan ‘ishmah’ (keterjagaan, kemakshuman seorang Nabi) sebagaimana hal itu nampak dengan jelas…
Lantas kenapa kita katakan bahwa keinginan dalam ayat ini – paling tidak pada diri Nabi Yusuf – bukan keinginan untuk berbuat kekejian padahal itu termasuk konsekuensi fitrah dan tabiat manusia?Jawabnya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hazm di atas bahwa al-Qur`an telah tegas menyatakan bahwa keinginan Nabiyullah Yusuf bukanlah keinginan untuk berbuat perkara keji… dan jalan untuk mengetahui hal itu adalah dengan pertanyaan sederhana:Apakah keinginan melakukan perbuatan keji adalah suatu keburukan ataukah tidak?
Syariat, akal dan fitrah telah menyatakan bahwa keinginan melakukan perbuatan keji adalah keburukan yang jelas, namun tidak ada hukuman atasnya selama tidak dilaksanakan.
Dan kami, ketika menetapkan hal itu, kami menempatkan firman Allah tabaroka wa ta’ala berada di hadapan kami, agar kami melihat kesucian Nabiyullah Yusuf dari keinginan melakukan perbuatan keji…
Allah ta’ala berfirman,
أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Dia melihat tanda (dari) Robbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 24)
Aku sampaikan ayat ini demikian, agar kita tidak bingung dengan pendapat orang yang mengatakan adanya taqdim dan ta`khir (pemajuan dan pengakhiran) kalimat yang menjadi jawab dari kata ‘law laa’(seandainya tidak)… dan untuk menyelesaikan masalah ini, cukup aku nukilkan perkataan berharga dari Ibnul Qayyim dalam ‘ash-Showa’iqul Mursalah’ (2/716):
“Adapun anggapan adanya taqdim dan ta`khir dalam firman Allah,
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ
“Sesungguhnya wanita itu telah berkeinginan terhadap Yusuf. Dan Yusuf pun berkeinginan terhadap wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Robbnya.” (Yusuf: 24)
bahwa pada perkataan ini, jawab dari kata ‘law laa’ telah mendahuluinya, maka (sebagai bantahan) yang pertama, para ahli nahwu tidaklah membolehkan hal tersebut. Dan tidak ada dalil atas anggapannya itu. Selain itu, perkataan ini tidaklah merusak pemahaman terhadap apa yang dimaksud”. Selesai perkataan Ibn Qoyyim.
Jika demikian, yang telah pasti secara yakin dengan nash al-Qur`an, bahwa Nabiyullah Yusuf melihat tanda dari Robbnya – apapun maksud dari tanda ini, agar kita keluar dari perselisihan – lalu Allah memalingkan darinya keburukan dan perbuatan keji, karena beliau termasuk hamba Allah yang ikhlas dan terpilih.
Kata ( المخلصين ) jika dibaca al-mukhlashin, maknanya adalah orang-orang terpilih, dan jika dibaca al-mukhlishin, maknanya adalah orang-orang yang ikhlas.
Al-Qurthubi berkata, “Ibnu Katsir, Abu ‘Amr dan Abu ‘Amir membacanya ‘al-mukhlishin’ dan maknanya adalah orang-orang yang mengikhlaskan ketaatan kepada Allah. Yang lain membacanya ‘al-mukhlashin’ dan maknanya adalah orang-orang yang Allah pilih untuk (mengemban) risalah-Nya. Dan Nabi Yusuf – shollallohu ‘alaihi wa sallam – memiliki dua sifat ini, karena beliau adalah orang yang ikhlas dalam menaati Allah ta’ala dan terpilih untuk (mengemban) risalah Allah ta’ala.” Selesai perkataan beliau.
Maka penyifatan beliau dengan ikhlas di sini adalah dalil (petunjuk atau bukti) terbesar yang menunjukkan bahwa beliau tidak berkeinginan melakukan perbuatan keji sama sekali.Ikhlas adalah amalan hati yang hanya diketahui oleh Allah. Sedangkan keinginan berbuat keji jelas bertentangan dengan ikhlas.
Sedangkan lintasan-lintasan hati dan keinginan hati (terhadap keburukan) tidak ragu lagi merupakan penyesatan syaithan, Allah ta’ala telah berfirman tentangnya yang telah bersumpah,
لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٣٩) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٤٠)
“Pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (al-Hijr: 39-40)
Dan Allah telah menyifati Yusuf termasuk orang-orang yang mukhlis (ikhlas), maka dengan sedikit pembandingan, akan nampak jelas hasilnya.
Ini saja sudah cukup untuk menjawab dan membantah orang yang berpendapat bahwa beliau berkeinginan melakukan perbuatan keji karena (konsekuensi) tabiat dan fitrah manusia…
Apalagi jika kita tambahkan bahwa keinginan berbuat keji adalah suatu keburukan tersendiri. Padahal Allah telah membebaskan beliau dari keburukan, dengan nash yang tegas dan jelas yang tidak perlu kepada takwil atau takalluf (memberat-beratkan diri).
Tentang kedudukan sebagai nabi dan keagungannya, Imam Ibnul Arabi berkata dalam ‘Ahkamul Qur`an’ (5/39):
Bahwa faidah dari firman Allah,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا
“Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu.” (Yusuf: 22)
Adalah Allah memberikan ilmu dan hikmah di hadapan kuatnya penguasaan syahwat, agar hal itu menjadi sebab penjagaan baginya. Selesai perkataan beliau.
Yakni, beliau diberi ilmu dan hikmah dari sisi Allah sebelum kejadian ini…
Dan kita tidak akan memperdalam pembicaraan tentang kemakshuman (terjaganya) para nabi…
Hanya saja kita mempertanyakan, apakah dibenarkan kita membolehkan bagi beliau untuk memiliki keinginan dalam hatinya untuk berbuat kekejian?
Jika kita katakan hal itu boleh bagi para nabi… maka apakah rangkaian kisah ini bisa membantu kita untuk memahaminya?
Syaikhul Islam berkata dalam ‘Majmu’ al-Fatawa’ (10/296):
“Adapun Yusuf ash-Shiddiq (yang memiliki sifat sangat jujur), Allah tidak menyebutkan satu dosa pun darinya. Oleh karena itulah Allah tidak menyebutkan darinya, sesuatu yang pantas dilakukan karena dosa, yaitu permohonan ampun… Lalu Allah memberitakan bahwa Dia telah memalingkan keburukan dan perbuatan keji darinya. Dan ini menunjukkan bahwa tidak ada satu keburukan atau kekejian pun yang muncul dari beliau.”
Beliau juga berkata dalam ‘Qa’idah fil Mahabbah’ (1/77):
“Maka Allah – subhanah – memberitakan bahwa Dia telah memalingkan keburukan dan perbuatan keji dari beliau. Dan termasuk keburukan adalah kasmaran dan kecintaan terhadapnya, sedangkan termasuk perbuatan keji adalah zina. Terkadang yang berbuat zina dengan kemaluannya bukanlah orang yang kasmaran, dan terkadang ada orang yang kasmaran namun tidak berbuat zina dengan kemaluannya. Dan zina dengan kemaluan lebih berat dari pada mengerjakan dosa kecil seperti melihat atau mencium.” Selesai perkataan beliau.
Ini adalah perkataan yang benar. Akan tetapi seandainya kita ganti perkataan beliau di atas, “dan termasuk keburukan adalah kasmaran dan kecintaan terhadapnya,” dengan perkataan, “dan termasuk keburukan adalah keinginan untuk melakukan perbuatan keji.”
Apakah engkau melihat, apa yang dikatakan orang berakal tentang anggapan ini? Inilah yang dipilih oleh Ibnu Hazm di atas.
Perkara yang lain…
Sesungguhnya istri al-Aziz itu telah berkata di hadapan para wanita,
وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ
“Dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak.” (Yusuf: 32)
Dan dia berkata di hadapan Raja,
أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
“Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf: 51)
Dan Yusuf berkata tentang dirinya, sedangkan beliau adalah orang yang sangat jujur,
قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي
“Yusuf berkata: Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya).” (Yusuf: 26)
Perhatikanlah bagaimana diri itu (diri Nabi Yusuf) disebutkan tiga kali sebagai pembersihan yang sangat tegas…
Seandainya keinginan itu bermakna perkataan jiwa, bagaimana kita mengarahkan tiga ayat ini dalam pembersihan diri beliau?
Ini juga sebagai bantahan bagi orang yang mengatakan bahwa jiwa beliau menginginkan berbuat kekejian.
Untuk mengetahui hakikat keinginan ini, kita tempatkan di hadapan kita bahwa godaan itu terjadi sebelum keinginan… sebagaimana hal itu nampak dari zhahir rangkaian kisah dalam al-Qur`an… sedangkan pada bujuk rayu itu terdapat penegasan adanya perbuatan, baik secara lisan maupun perbuatan anggota badan dari wanita itu, dan telah ada penolakan yang jelas dan tegas dari beliau (Nabi Yusuf) yang menunjukkan bahwa beliau tidak ikut serta bersama wanita itu dalam perkara yang akan dia lakukan…
Maka jika datang keinginan, kita tidak mengatakan, itu adalah keinginan untuk berbuat sebagaimana layaknya manusia, sedangkan keinginan semata bukanlah suatu dosa selama tidak terjadi!!!
Akan tetapi kita katakan, bahwa keinginan yang ada dari kedua belah pihak di sini jelas perkara lain, setelah terjadinya keterusterangan untuk melakukan perbuatan keji dari pihak wanita.
Maka keinginan yang ada pada tahapan akhir ini telah menjadi keinginan untuk saling melawan (dengan mendorong dan menarik) atau memukul. Wanita itu melakukan hal ini terhadap Yusuf karena beliau enggan dan menolak ajakannya untuk berbuat keji. Sedangkan beliau melakukan hal ini kepada wanita itu untuk berusaha lari dan menyelamatkan diri. Kemudian setelah itu keduanya berlomba-lomba menuju pintu.
Kemudian hendaknya kita perhatikan lebih teliti lagi kepada kata ‘al-murawadah’ (godaan, bujuk rayu) yang maknanya adalah keinginan dan permintaan dengan lembut dan halus…
Dan kita perhatikan situasi saling berkejaran menuju pintu itu. Ini adalah gerakan dari dua belah pihak yang menuju satu arah tapi dengan niat yang berbeda….
Menjadi jelaslah bagimu, bahwa keinginan dari keduanya adalah keinginan untuk saling melawan dengan mendorong dan menarik, atau memukul… sesuai dengan tujuan masing-masing.
Dan penafsiran ini dikuatkan oleh runtutan kisah. Karena keinginan jelas terjadi sebelum perbuatan, dan tidak mungkin dikatakan berbuat kemudian baru berkeinginan.
Dan yang paling indah dalam runtutan kisah ini, bahwa ia menetapkan terjaganya Nabi Yusuf, sampai pun pada keinginan untuk melakukan perbuatan keji.
Situasi lari saling mendahului
Berdasarkan keterangan yang telah lalu, maka kita perhatikan dengan seimbang tentang kondisi kejar-kejaran ini…
Allah ta’ala berfirman,
( وَاسُتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاء مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوَءاً إِلاَّ أَن يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ )
“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu. Dan wanita itu menarik baju Nabi Yusuf dari belakang hingga koyak. Dan keduanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata, apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjara atau dihukum dengan hukuman yang pedih?” (Yusuf: 25)
Shidiq Hasan Khan, Raja Bhopal, berkata dalam ‘Husnul Uswah bima Tsabata min Allah wa Rasulihi fin Niswah’ (1/113):
Firman Allah, “Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu,” maksudnya adalah keduanya berusaha saling mendahului… dan alasan keduanya saling berusaha mendahului adalah karena Yusuf ingin lari dan keluar melalui pintu, sedangkan istri al-Aziz itu ingin mendahuluinya menuju pintu untuk menghalanginya membuka dan keluar dari pintu. As-Suyuthi berkta, Yusuf bergegas menuju pintu untuk kabur, sedangkan wanita itu (bergegas) untuk menangkapnya lalu wanita itu memegangi baju Nabi Yusuf… dan wanita itu merobek bajunya, yakni menarik baju Nabi Yusuf dari belakangnya sehingga terbelahlah bajunya sampai ke bagian bawah. Dan keduanya mendapati suami wanita itu di depan pintu, yakni mendapati al-Aziz di sana. Wanita itu berkata,” apa balasan bagi orang yang menginginkan keburukan untuk keluargamu, berupa zina dan semisalnya”. Wanita itu mengucapkan perkataan ini untuk menghindar dan menutupi diri, lalu menyandarkannya kepada Yusuf, apa yang sesungguhnya menjadi keinginannya. Selain dipenjara atau hukuman yang pedih, yakni berupa sabetan cambuk. Dan yang nampak, beliau tidaklah mendapati hukuman pedih berupa cambukan atau yang semisalnya. Tidak disebutkannya hal ini bisa untuk menambah kengerian. Selesai perkataan beliau.
Situasi yang genting ini menggambarkan kepadamu suatu perkara yang sangat jelas…
Yaitu, bahwa Yusuf telah mengetahui dengan tanda yang Allah berikan kepadanya, bahwa tinggalnya beliau di tempat kemaksiatan adalah kehinaan yang terbesar bagi beliau.
Dan terjeratnya beliau bersama wanita itu dalam perlawanan berupa mendorong dan menarik atau memukul itu adalah bukti yang terbesar atas tinggalnya beliau…
Maka pemikiran yang selamat adalah usaha untuk kabur dari dua jenis tipu daya… maka keduanya saling berlomba-lomba menuju pintu…
Beliau berusaha kabur, sebagaimana telah kami jelaskan, sedangkan wanita itu berusaha untuk menahannya karena rasa jengkel akan keengganan Yusuf dan rusaknya kebanggaan dirinya.
Dan bisa dimungkinkan tanda yang dimaksud di sini sebagaimana riwayat yang datang dari perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan selainnya. Bahwa tanda di sini adalah sesuatu yang memberitahu keduanya bahwa tuannya telah masuk ke dalam rumah, seperti suara yang mereka dengar atau bayangan yang mereka lihat.
Dan yang mendukung penafsiran ini, bahwa kata ‘Robbihi’ dalam surat ini bisa memiliki dua makna: Robbnya, yakni Penciptanya, atau Robbnya (tuannya) yang telah memuliakan tempat kedudukannya…
Sedangkan kalimat ‘burhan’ telah datang dalam Kitabullah dengan makna petunjuk yang menjadi hujah. Baik petunjuk yang didapat dengan akal atau petunjuk yang didapat dengan penelitian. Dan ini sesuai dengan kedua pendapat dalam penafsiran kata ‘burhan’ (tanda) sebagaimana telah lalu penjelasannya…
Adapun pendapat-pendapat lainnya, yang berpendapat bahwa Nabi Yusuf melihat gambaran bapaknya, atau melihat ayat al-Qur`an di dinding, dan penafsiran yang semacam itu, maka ini adalah penafsiran yang jauh (dari kebenaran). Karena kita tidak berpendapat bahwa seorang Nabi membutuhkan mukjizat hissiyah (yang bisa ditangkap oleh indera manusia) agar dia tidak melakukan keburukan dan perbuatan keji.
Maka pendapat yang menyatakan bahwa tanda itu adalah petunjuk munculnya tuannya, adalah pendapat yang tidak ditolak oleh kisah ini secara global, tidak pula ditolak oleh rangkaian kisah tersebut.
Dengan ini maka menjadi jelas – jika hal ini benar – bahwa alasan keduanya untuk saling berlomba menuju pintu adalah sangat logis.
Yaitu, untuk keluar dari tempat maksiat, dan agar tidak terjerat bersama wanita itu. Karena dalam dua perkara itu terdapat penghinaan yang nyata.
Sedangkan wanita itu berusaha untuk menahannya di dalam kamarnya, dia menariknya agar terjerat bersamanya. Makan nampaklah bahwa beliau adalah orang yang terzhalimi di dalam kamar wanita itu. Lalu wanita itu menampakkan bahwa dirinyalah yang terzhalimi.
Akan tetapi Allah memberikan ilham kepada beliau agar memalingkan punggungnya kepada wanita itu untuk menolak saling pukul dan saling tarik bersama wanita itu… maka jadilah baju yang terkoyak itu sebagai tanda yang Allah nampakkan untuk menunjukkan secara tegas akan kesucian Yusuf.
Dan dalam ‘Tafsir al-Lubab’ karya Ibnu Adil al-Hanbali (9/243):
Ibnul Khathib berkata:
Para ahli tahqiq dari kalangan ahli tafsir dan ahli kalam telah berkata, bahwa Yusuf – ‘alaihish sholatu was salam – berlepas diri dari perbuatan yang batil, dan keinginan yang haram. Inilah pendapat kami, dan inilah yang kami bela. Dan dalil-dalil yang menunjukkan wajib terjaganya para Nabi – ‘alaihimush sholatu was salam – telah disebutkan dan ditetapkan. Dan di sini kami tambah dengan beberapa sisi:
Pertama: Bahwa zina termasuk dosa besar yang mungkar. Dan khianat di hadapan amanah juga termasuk dosa yang mungkar.
Demikian juga: Jika seorang anak dibesarkan di pangkuan seseorang, lalu dia mendapatkan kecukupan, dan terjaga kehormatannya semenjak kecil hingga dia beranjak dewasa dan menjadi kuat, maka kelakuan anak ini untuk memberikan keburukan yang paling jelek kepada orang yang telah memberi kenikmatan dan keutamaan itu, adalah termasuk perbuatan yang mungkar.
Jika hal ini telah jelas, maka kita katakan, sesungguhnya kemaksiatan ini jika mereka sandarkan kepada Yusuf – ‘alaihish sholatu was salam – maka ini adalah kemaksiatan yang dipenuhi dengan kebodohan. Dan kemaksiatan semacam ini jika disandarkan kepada orang yang paling fasik, dan paling jauh dari segala kebaikan, niscaya dia akan menolak dan mengingkarinya. Lalu bagaimana mungkin dibolehkan hal itu disandarkan kepada seorang Rasul yang dikuatkan dengan mukjizat yang sangat nyata, padahal Allah telah berfirman,
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian.” (Yusuf: 24)
Hal ini juga tidak sesuai dengan hikmah Allah. Dan itu menunjukkan bahwa materi keburukan dan kekejian telah dipalingkan dari beliau. Sedangkan maksiat yang mereka sandarkan kepada beliau adalah jenis keburukan dan kekejian yang paling besar.
Juga tidak sesuai dengan rahmat Allah apabila Dia mengisahkan tentang seseorang yang melakukan maksiat lalu Dia memujinya dengan pujian teragung setelah mengisahkan tentangnya dosa yang besar itu. Perumpamaannya, sebagaimana seorang raja yang menyebutkan dosa terburuk dan amalan terkeji dari sebagian budaknya, kemudian dia menyebutkannya dengan pujian yang agung dan berlebihan setelahnya. Maka semacam ini jelas diingkari, begitu pula di sini. Selesai perkataan beliau.
Adapun persangkaan sebagian orang terhadap perkataan Nabiyullah Yusuf,
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ
“Yusuf berkata: Wahai Robbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yusuf: 33)
lalu dia menjadikan perkataan itu sebagai dalil bahwa tidak mengapa pikiran yang terlintas dalam hati untuk berbuat kekejian, karena ini merupakan tabiat manusia!!
Maka hendaknya dia menyempurnakan firman Allah ta’ala itu,
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Robbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Yusuf: 34)
Pertama, hendaknya dia tahu bahwa ini berkaitan dengan peristiwa bersama para wanita (setelah kejadian kisah di atas), bukan berkenaan dengan kejadian bersama istri al-Aziz. Dan perbedaannya sangatlah jelas.
Yang kedua, Syaikhul Islam berkata dalam ‘Majmu’ al-Fatawa’ (15/130):
Dan dalam perkataan Yusuf, “Yusuf berkata: Wahai Robbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Ada dua pelajaran:
Pertama, lebih memilih penjara dan musibah dari pada dosa dan kemaksiatan.
Kedua, meminta dan berdoa kepada Allah agar Dia meneguhkan hati di atas agama-Nya dan memalingkan hati itu kepada ketaatan kepadanya, karena jika Dia tidak meneguhkan hati itu, niscaya hati itu akan condong kepada orang-orang yang memerintahkan perbuatan dosa, sehingga jadilah termasuk orang-orang yang bodoh.
Maka di sini ada tawakal (penyandaran hati) kepada Allah dan permintaan tolong kepadanya agar Dia meneguhkan hati di atas keimanan dan ketaatan. Dan di sini juga ada kesabaran terhadap ujian, musibah dan gangguan yang terjadi jika dia teguh di atas keimanan dan ketaatan. Selesai perkataan beliau.
Dan yang tidak diragukan lagi, bahwa tidak ada seorang makhluk pun baik dari golongan manusia maupun jin, jika dia tidak dijaga oleh Robbnya, niscaya dia akan menyimpang dan tersesat.
Lalu, bagaimanakah keadaan kita dibandingkan seorang Nabi yang sangat jujur, yang termasuk hamba Allah terpilih dan ikhlas, yang telah Allah nyatakan dengan tegas bahwa beliau,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 22)
Wallahu A’la wa A’lam.
Akhirnya:
Inilah komentar singkat yang bisa aku berikan dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, sesuai dengan keterangan yang telah ditetapkan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya ‘al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal’…
Jika benar, maka hal itu dari Allah, dan jika tidak demikian, maka kami memohon ampunan dan keselamatan kepada Allah, dan agar Dia mengajarkan dan mengilhamkan kepada kami dan kelurusan dan kebenaran.
Sumber : http://www.almenhaj.net/TextSubject.php?linkid=7735
http://www.direktori-islam.com/2009/07/pelurusan-kisah-nabi-yusuf/
Surah 82: Al-Infitaar (Terbelah)
Surah 82: Al-Infitaar (Terbelah)
Celaan Tehadap Manusia Yang Durhaka Kepada Allah SWT.
1. Apabila langit terbelah,
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ
2. dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,
وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ
3. dan apabila lautan menjadikan meluap,
وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ
4. dan apabila kuburan-kuburan dibongkar,
وَإِذَا الْقُبُورُ بُعْثِرَتْ
5. maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.
عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ
6. Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
7. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang,
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
8. dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ
9. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.
كَلَّا بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ
Catatan Dan Balasan Perbuatan Manusia
10. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ
11. yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),
كِرَامًا كَاتِبِينَ
12. mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
13. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni'matan,
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ
14. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
15. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.
يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ
16. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu.
وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ
17. Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ
18. Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ
19. (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.
يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا ۖ وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Celaan Tehadap Manusia Yang Durhaka Kepada Allah SWT.
1. Apabila langit terbelah,
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ
2. dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,
وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ
3. dan apabila lautan menjadikan meluap,
وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ
4. dan apabila kuburan-kuburan dibongkar,
وَإِذَا الْقُبُورُ بُعْثِرَتْ
5. maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.
عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ
6. Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
7. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang,
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
8. dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ
9. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.
كَلَّا بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ
Catatan Dan Balasan Perbuatan Manusia
10. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ
11. yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),
كِرَامًا كَاتِبِينَ
12. mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
13. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni'matan,
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ
14. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.
وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
15. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.
يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ
16. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu.
وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ
17. Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ
18. Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?
ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ
19. (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.
يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا ۖ وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 114: An-Naas ( Manusia )
Surah 114: An-Naas ( Manusia )
ALLAH SWT. PELINDUNG MANUSIA
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
2. Raja manusia.
مَلِكِ النَّاسِ
3. Sembahan manusia.
إِلَٰهِ النَّاسِ
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
6. dari jin dan manusia.
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
ALLAH SWT. PELINDUNG MANUSIA
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
2. Raja manusia.
مَلِكِ النَّاسِ
3. Sembahan manusia.
إِلَٰهِ النَّاسِ
4. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
6. dari jin dan manusia.
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 113: Al-Falaq ( Waktu Subuh )
Surah 113: Al-Falaq ( Waktu Subuh )
ALLAH SWT. PELINDUNG DARI SEGALA KEJAHATAN
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul1610,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 112: Al-Ikhlaash ( Memurnikan Keesaan Allah )
Surah 112: Al-Ikhlaash ( Memurnikan Keesaan Allah )
ARTI KEESAAN ALLAH SWT.
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
اللَّهُ الصَّمَدُ
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
ARTI KEESAAN ALLAH SWT.
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
اللَّهُ الصَّمَدُ
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 111: Al-Lahab ( Gejolak Api )
Surah 111: Al-Lahab ( Gejolak Api )
TUKANG FITNAH PASTI CELAKA
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa1608.
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar1609.
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 110: An-Nashr ( Pertolongan )
Surah 110: An-Nashr ( Pertolongan )
PERTOLONGAN DAN KEMENANGAN DATANGNYA DARI ALLAH SWT.
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
2. dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 109: Al-Kafiruun ( Orang-Orang Yang Kafir )
Surah 109: Al-Kafiruun ( Orang-Orang Yang Kafir )
TIDAK ADA TOLERANSI DALAM HAL KEIMANAN DAN PERIBADAHAN
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 108: Al-Kautsar ( Nikmat Yang Banyak )
Surah 108: Al-Kautsar ( Nikmat Yang Banyak )
SHALAT DAN BERKURBAN SEBAGAI TANDA BERSYUKUR
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni'mat yang banyak.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah1606.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus1607.
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 107: Al-Maa'uun ( Barang-Barang Yang Berguna )
Surah 107: Al-Maa'uun ( Barang-Barang Yang Berguna )
SIFAT MENDUSTAKAN AGAMA
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
6. orang-orang yang berbuat riya1604,
الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna1605.
وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 106: Quraisy ( Suku Quraisy )
Surah 106: Quraisy ( Suku Quraisy )
KEMAKMURAN DAN KETENTRAMAN SEHARUSNYA MENJADIKAN ORANG BERBAKTI KEPADA ALLAH SWT.
1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas1603.
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
KEMAKMURAN DAN KETENTRAMAN SEHARUSNYA MENJADIKAN ORANG BERBAKTI KEPADA ALLAH SWT.
1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas1603.
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 105: Al-Fiil (Gajah)
Surah 105: Al-Fiil (Gajah)
AZAB ALLAH SWT. KEPADA TENTARA BERGAJAH
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah1602?
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?,
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
3. dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
4. yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ
5. lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 104: Al-Humazah (Pengumpat)
Surah 104: Al-Humazah (Pengumpat)
AMAT CELAKALAH PENIMBUN HARTA
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung1601,
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ
3. dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
4. sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
كَلَّا ۖ لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
7. yang (membakar) sampai ke hati.
الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ
9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
AMAT CELAKALAH PENIMBUN HARTA
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung1601,
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ
3. dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
4. sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
كَلَّا ۖ لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ
6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ
7. yang (membakar) sampai ke hati.
الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ
9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 103: Al-'Ashr ( Masa )
Surah 103: Al-'Ashr ( Masa )
MANUSIA YANG MERUGI DENGAN WAKTUNYA
1. Demi masa.
وَالْعَصْرِ
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
MANUSIA YANG MERUGI DENGAN WAKTUNYA
1. Demi masa.
وَالْعَصْرِ
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 102: At-Takaatsur (Bermegah-Megahan)
Surah 102: At-Takaatsur (Bermegah-Megahan)
ANCAMAN ALLAH SWT. TERHADAP ORANG YANG LALAI DAN BERMEGAH-MEGAHAN
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu1599,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
2. sampai kamu masuk ke dalam kubur.
حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
7. dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin1600.
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ
8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 101: Al-Qaariah (Hari Kiamat)
Surah 101: Al-Qaariah (Hari Kiamat)
TIMBANGAN PERBUATAN MANUSIA DI HARI KIAMAT
1. Hari Kiamat,
الْقَارِعَةُ
2. apakah hari Kiamat itu?
مَا الْقَارِعَةُ
3. Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ
4. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,
يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
5. dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ
7. maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
9. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
10. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ
11. (Yaitu) api yang sangat panas.
نَارٌ حَامِيَةٌ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 100: Al-Aadiyat (Kuda Perang Yang Berlari Kencang)
Surah 100: Al-Aadiyat (Kuda Perang Yang Berlari Kencang)
MANUSIA MENJADI KIKIR KARENA TAMAKNYA KEPADA HARTA
1. Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,
وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا
2. dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),
فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا
3. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,
فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا
4. maka ia menerbangkan debu,
فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا
5. dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh,
فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا
6. sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ
7. dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,
وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ
8. dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta1598.
وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
9. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ
10. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ
11. sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.
إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 99: Al-Zalzalah (KEGUNCANGAN)
Surah 99: Al-Zalzalah (KEGUNCANGAN)
DI HARI BERBANGKIT MANUSIA MELIHAT BALASAN PERBUATANNYA
1. Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat),
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
3. dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?",
وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا
4. pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَىٰ لَهَا
6. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka1597,
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 98: Al-Bayyinah (Bukti Yang Nyata)
Surah 98: Al-Bayyinah (Bukti Yang Nyata)
AHLI KITAB BERPECAH BELAH DALAM MENGADAPI NABI MUHAMMADA SAW.
1. Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
2. (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Qur'an),
رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً
3. di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus1595.
فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ
4. Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.
وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ
5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus1596, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
6. Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 97: Al-Qadr (Kemuliaan)
Surah 97: Al-Qadr (Kemuliaan)
KEMULIAAN LAILATULQADAR
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan1594.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 96: Al-'Alaq (Segumpal Darah)
Surah 96: Al-'Alaq (Segumpal Darah)
BACA TULIS ADALAH KUNCI ILMU
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam1590,
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
SEBAB MANUSIA MENJADI JAHAT
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ
7. karena dia melihat dirinya serba cukup.
أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ
8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ
9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ
10. seorang hamba ketika mengerjakan shalat1591,
عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ
11. bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,
أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَىٰ
12. atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَىٰ
13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
14. Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ
15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya1592,
كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
17. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ
18. kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah1593,
سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ
19. sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ ۩
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
BACA TULIS ADALAH KUNCI ILMU
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam1590,
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
SEBAB MANUSIA MENJADI JAHAT
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ
7. karena dia melihat dirinya serba cukup.
أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ
8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ
9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ
10. seorang hamba ketika mengerjakan shalat1591,
عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ
11. bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,
أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَىٰ
12. atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَىٰ
13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
14. Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ
15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya1592,
كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ
16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
17. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ
18. kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah1593,
سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ
19. sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ ۩
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 95: At-Tiin (Buah Tin)
Surah 95: At-Tiin (Buah Tin)
MANUSIA DICIPTAKAN DALAM BENTUK YANG SEBAIK-BAIKNYA
1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun1588,
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
2. dan demi bukit Sinai1589,
وَطُورِ سِينِينَ
3. dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
4. sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
5. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
YANG MENJADI POKOK KEMULIAN MANUSIA IALAH IMAN DAN AMALANNYA
6. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
8. Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 94: Alam Nasyrah (Kelapangan)
Surah 94: Alam Nasyrah (Kelapangan)
NABI MUHAMMAD SAW. DIPERINTAH AGAR BERJUANG DENGAN IKHLAS
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ
3. yang memberatkan punggungmu1585?
الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu1586,
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
6. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain1587,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 93: Ad-Duhaa (Waktu Duhaa)
Surah 93: Ad-Duhaa (Waktu Duhaa)
NIKMAT YANG DIANUGERAHKAN KEPADA NABI MUHAMMAD SAW.
1. Demi waktu matahari sepenggalahan naik,
وَالضُّحَىٰ
2. dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),
وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
3. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu1582.
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
4. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)1583.
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
5. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ?
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung1584, lalu Dia memberikan petunjuk.
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ
9. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
10. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
11. Dan terhadap ni'mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 92: Al-Lail (Malam)
Surah 92: Al-Lail (Malam)
USAHA TERPENTING MANUSIA IALAH MENCARI KERIDAAN ALLAH SWT.
1. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ
2. dan siang apabila terang benderang,
وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ
3. dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَىٰ
4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ
5. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ
6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ
7. maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ
8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup1581,
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ
9. serta mendustakan pahala terbaik,
وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ
10. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ
12. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,
إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ
13. dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.
وَإِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَالْأُولَىٰ
14. Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّىٰ
15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى
16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
الَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
17. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ
19. padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu ni'mat kepadanya yang harus dibalasnya,
وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَىٰ
20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha TInggi.
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ
21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
USAHA TERPENTING MANUSIA IALAH MENCARI KERIDAAN ALLAH SWT.
1. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ
2. dan siang apabila terang benderang,
وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ
3. dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَىٰ
4. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ
5. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ
6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ
7. maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ
8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup1581,
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ
9. serta mendustakan pahala terbaik,
وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ
10. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ
12. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,
إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ
13. dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.
وَإِنَّ لَنَا لَلْآخِرَةَ وَالْأُولَىٰ
14. Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّىٰ
15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى
16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
الَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
17. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ
19. padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu ni'mat kepadanya yang harus dibalasnya,
وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَىٰ
20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha TInggi.
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ
21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 91: Asy-Syams (Matahari)
Surah 91: Asy-Syams (Matahari)
MANUSIA DIILHAMI ALLAH SWT. JALAN YANG BURUK DAN YANG BAIK
1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا
2. dan bulan apabila mengiringinya,
وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا
3. dan siang apabila menampakkannya,
وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا
4. dan malam apabila menutupinya1580,
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا
5. dan langit serta pembinaannya,
وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا
6. dan bumi serta penghamparannya,
وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
11. (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas,
كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا
12. ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا
13. lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: ("Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya".
فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا
14. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah),
فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا
15. dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.
وَلَا يَخَافُ عُقْبَاهَا
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 90: Al-Balad (Negeri)
Surah 90: Al-Balad (Negeri)
HIDUP MANUSIA PENUH DENGAN PERJUANGAN
1. Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah),
لَا أُقْسِمُ بِهَٰذَا الْبَلَدِ
2. dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini,
وَأَنْتَ حِلٌّ بِهَٰذَا الْبَلَدِ
3. dan demi bapak dan anaknya.
وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ
5. Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorangpun yang berkuasa atasnya?
أَيَحْسَبُ أَنْ لَنْ يَقْدِرَ عَلَيْهِ أَحَدٌ
6. Dan mengatakan: "Aku telah menghabiskan harta yang banyak".
يَقُولُ أَهْلَكْتُ مَالًا لُبَدًا
7. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorangpun yang melihatnya?
أَيَحْسَبُ أَنْ لَمْ يَرَهُ أَحَدٌ
8. Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata,
أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ
9. lidah dan dua buah bibir.
وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ
10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan1579,
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
11. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ
12. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ
13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
فَكُّ رَقَبَةٍ
14. atau memberi makan pada hari kelaparan,
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ
16. atau kepada orang miskin yang sangat fakir.
أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
17. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
18. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.
أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ
19. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ
20. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.
عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 89: Al-Fajr (Fajar)
Surah 89: Al-Fajr (Fajar)
MEREKA YANG MENENTANG NABI SAW. PASTI BINASA
1. Demi fajar,
وَالْفَجْرِ
2. dan malam yang sepuluh1573,
وَلَيَالٍ عَشْرٍ
3. dan yang genap dan yang ganjil,
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
4. dan malam bila berlalu.
وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ
5. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.
هَلْ فِي ذَٰلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ
6. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad?
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
7. (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi1574,
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ
8. yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ
9. dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah1575,
وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ
10. dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak),
وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ
11. yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ
12. lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu,
فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ
13. karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab,
فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ
14. sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
KEKAYAAN DAN KEMISKINAN ADALAH UJIAN ALLAH SWT. BAGI HAMBA-HAMBA-NYA
15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
16. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"1576.
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
17. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim1577,
كَلَّا ۖ بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ
18. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,
وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
19. dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil),
وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا
20. dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
PENYESALAN MANUSIA YANG TENGGELAM DALAM KEHIDUPAN DUNIAWI DI HARI KIAMAT
21. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut,
كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا
22. dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
23. Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ
24. Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini".
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
25. Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya1578,
فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ
26. dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya.
وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ
PENGHARGAAN ALLAH SWT. TERHADAP MANUSIA YANG SEMPURNA IMANNYA
27. Hai jiwa yang tenang.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
30. masuklah ke dalam syurga-Ku.
وَادْخُلِي جَنَّتِي
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
MEREKA YANG MENENTANG NABI SAW. PASTI BINASA
1. Demi fajar,
وَالْفَجْرِ
2. dan malam yang sepuluh1573,
وَلَيَالٍ عَشْرٍ
3. dan yang genap dan yang ganjil,
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
4. dan malam bila berlalu.
وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ
5. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.
هَلْ فِي ذَٰلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ
6. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad?
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
7. (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi1574,
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ
8. yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ
9. dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah1575,
وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ
10. dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak),
وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ
11. yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ
12. lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu,
فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ
13. karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab,
فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ
14. sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
KEKAYAAN DAN KEMISKINAN ADALAH UJIAN ALLAH SWT. BAGI HAMBA-HAMBA-NYA
15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
16. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"1576.
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
17. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim1577,
كَلَّا ۖ بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ
18. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,
وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
19. dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil),
وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا
20. dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
PENYESALAN MANUSIA YANG TENGGELAM DALAM KEHIDUPAN DUNIAWI DI HARI KIAMAT
21. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut,
كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا
22. dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
23. Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ
24. Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini".
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
25. Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya1578,
فَيَوْمَئِذٍ لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ
26. dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya.
وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ
PENGHARGAAN ALLAH SWT. TERHADAP MANUSIA YANG SEMPURNA IMANNYA
27. Hai jiwa yang tenang.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
30. masuklah ke dalam syurga-Ku.
وَادْخُلِي جَنَّتِي
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 88: Al-Ghaasiyah (Hari Pembalasan)
Surah 88: Al-Ghaasiyah (Hari Pembalasan)
KEADAAN PENGHUNI NERAKA DAN PENGHUNI SURGA
1. Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
2. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
3. bekerja keras lagi kepayahan,
عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ
4. memasuki api yang sangat panas (neraka),
تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً
5. diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
تُسْقَىٰ مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ
6. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ
7. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِنْ جُوعٍ
8. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاعِمَةٌ
9. merasa senang karena usahanya,
لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ
10. dalam syurga yang tinggi,
فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ
11. tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.
لَا تَسْمَعُ فِيهَا لَاغِيَةً
12. Di dalamnya ada mata air yang mengalir.
فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ
13. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,
فِيهَا سُرُرٌ مَرْفُوعَةٌ
14. dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),
وَأَكْوَابٌ مَوْضُوعَةٌ
15. dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,
وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ
16. dan permadani-permadani yang terhampar.
وَزَرَابِيُّ مَبْثُوثَةٌ
ANJURAN MEMPERHATIKAN ALAM SEMESTA
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
21. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ
22. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,
لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
23. tetapi orang yang berpaling dan kafir,
إِلَّا مَنْ تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ
24. maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.
فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ
25. Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ
26. kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
KEADAAN PENGHUNI NERAKA DAN PENGHUNI SURGA
1. Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
2. Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
3. bekerja keras lagi kepayahan,
عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ
4. memasuki api yang sangat panas (neraka),
تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً
5. diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
تُسْقَىٰ مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ
6. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيعٍ
7. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِنْ جُوعٍ
8. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاعِمَةٌ
9. merasa senang karena usahanya,
لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ
10. dalam syurga yang tinggi,
فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ
11. tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna.
لَا تَسْمَعُ فِيهَا لَاغِيَةً
12. Di dalamnya ada mata air yang mengalir.
فِيهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ
13. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan,
فِيهَا سُرُرٌ مَرْفُوعَةٌ
14. dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya),
وَأَكْوَابٌ مَوْضُوعَةٌ
15. dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,
وَنَمَارِقُ مَصْفُوفَةٌ
16. dan permadani-permadani yang terhampar.
وَزَرَابِيُّ مَبْثُوثَةٌ
ANJURAN MEMPERHATIKAN ALAM SEMESTA
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
21. Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ
22. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,
لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
23. tetapi orang yang berpaling dan kafir,
إِلَّا مَنْ تَوَلَّىٰ وَكَفَرَ
24. maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.
فَيُعَذِّبُهُ اللَّهُ الْعَذَابَ الْأَكْبَرَ
25. Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka,
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ
26. kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 87: Al-A'laa ( Yang Paling Tinggi )
Surah 87: Al-A'laa ( Yang Paling Tinggi )
BERTASBIH DAN MENYUCIKAN DIRI ADALAH PANGKAL KEBERUNTUNGAN
1. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi,
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
2. yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),
الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّىٰ
3. dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ
4. dan yang menumbuhkan rumput-rumputan,
وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَىٰ
5. lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.
فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَىٰ
6. Kami akan membacakan (Al Quraan) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa,
سَنُقْرِئُكَ فَلَا تَنْسَىٰ
7. kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَىٰ
8. dan Kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah1572,
وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَىٰ
9. oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfa'at,
فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَىٰ
10. orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,
سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَىٰ
11. dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya.
وَيَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى
12. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka).
الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَىٰ
13. Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَىٰ
14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ
15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ
16. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
17. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
18. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
إِنَّ هَٰذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَىٰ
19. (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa
صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Surah 86: At-Taariq (Yang Datang Di Malam Hari)
Surah 86: At-Taariq (Yang Datang Di Malam Hari)
SETIAP MANUSIA ADA PENJAGANYA
1. Demi langit dan yang datang pada malam hari,
وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ
2. tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ
3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus,
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
4. tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.
إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ
ALLAH SWT. KUASA MENCIPTAKAN DAN MEMBANGKITKAN MANUSIA
5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ
6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
7. yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
8. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).
إِنَّهُ عَلَىٰ رَجْعِهِ لَقَادِرٌ
9. Pada hari dinampakkan segala rahasia,
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ
10. maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.
فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلَا نَاصِرٍ
11. Demi langit yang mengandung hujan1571,
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ
12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan,
وَالْأَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِ
13. sesungguhnya Al Quraan itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil.
إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ
14. dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.
وَمَا هُوَ بِالْهَزْلِ
15. Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.
إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا
16. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.
وَأَكِيدُ كَيْدًا
17. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.
فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
SETIAP MANUSIA ADA PENJAGANYA
1. Demi langit dan yang datang pada malam hari,
وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ
2. tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ
3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus,
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
4. tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.
إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ
ALLAH SWT. KUASA MENCIPTAKAN DAN MEMBANGKITKAN MANUSIA
5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ
6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
7. yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
8. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).
إِنَّهُ عَلَىٰ رَجْعِهِ لَقَادِرٌ
9. Pada hari dinampakkan segala rahasia,
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ
10. maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.
فَمَا لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلَا نَاصِرٍ
11. Demi langit yang mengandung hujan1571,
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ
12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan,
وَالْأَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِ
13. sesungguhnya Al Quraan itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil.
إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ
14. dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.
وَمَا هُوَ بِالْهَزْلِ
15. Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.
إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا
16. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.
وَأَكِيدُ كَيْدًا
17. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar.
فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
http://syafii.staff.ugm.ac.id/quran/index1.php
Al-Jumanatul ' Ali Al-Qur'an dan Terjemahannya
Subscribe to:
Posts (Atom)