ذَا
السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ (1) وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ (2) وَإِذَا
الْبِحَارُ فُجِّرَتْ (3) وَإِذَا الْقُبُورُ بُعْثِرَتْ (4) عَلِمَتْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ (5)
(1). “apabila langit terbelah, (2). dan
apabila bintang-bintang jatuh berserakan,(3). dan apabila lautan
menjadikan meluap,(4). dan apabila kuburan-kuburan dibongkar,(5). Maka
tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya”,( Qs al-Infithar : 1-5 )
Allah mengingatkan kita melalui ayat-ayat di atas
bahwa kehidupan dunia ini akan berakhir. Dan itu ditandai dengan
pecahnya langit yang berada di atas kita. Langit yang tadinya kuat dan
kokoh tiba-tiba terbelah dan pecah karena mengikuti perintah Allah. Hal
itu juga dikarenakan para malaikat akan turun ke muka bumi, sebagaimana
firman Allah,
وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاءُ بِالْغَمَامِ وَنُزِّلَ الْمَلَائِكَةُ تَنْزِيلًا
“Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang.”(Qs. al-Furqan : 25)
Kemudian akan diikuti dengan meluapnya air laut, artinya sebagaimana yang disebutkan oleh
Hasan al-Bashri ,
bahwa air laut itu akan habis dan menjadi kering, karena pada awalnya
laut-laut akan menyatu dan airnya berlimpah, tetapi jika terjadi ledakan
maka airnya akan menjadi cerai berai sehingga kering.
Setelah itu kuburan-kuburan akan dibongkar dan dikeluarkan apa yang
ada di dalamnya dari mayit-mayit yang menjadi hidup lagi. Dan bumipun
akan dibongkar dan dikeluarkan seluruh isinya. Ini sesuai dengan firman
Allah,
وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
“Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya.” ( Qs. Al-zalzalah : 4 )
Pada saat itulah manusia baru sadar akan amal perbuatannya yang selama ini dikerjakan.
Maa qaddamat wa akhharat ( Teringat apa saja perbuatan baik yang pernah dilakukan dan yang ditinggalkan )
Allah menyebutkan dua hal saja dalam kehidupan manusia ini maju atau
mundur, tidak ada istilah berhenti atau diam, karena berhenti atau diam
berarti kemunduran, bukan kemajuan.
يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
“Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah” ”,( Qs al-Infithar : 6 )
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa dalam ayat ini, Allah
mengingatkan manusia agar tidak terperdaya dengan kemurahan Allah yang
diberikan kepada manusia, sehingga Dia tidak langsung menurunkan
siksa-Nya di dunia ketika manusia berbuat jahat. Seringkali Allah
mengundur siksa kepada manusia, agar manusia intropeksi dan mau
meninggalkan kejahatannya kemudian bertaubat dan kembali kepada Allah.
Jangan sampai hal ini, kemudian membuat manusia terbuai dan
menganggap bahwa perbuatan-perbuatan jahatnya tidak akan dipertanggung
jawabkan di hadapan Allah dan dia akan luput dari sangsi-Nya. Inilah
rahasia kenapa Allah menyebutkan di akhir ayat dengan sebutan
( Tuhan-mu Yang Maha Pemurah )
Adapun
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat
( Tuhan-mu Yang Maha Pemurah ), yaitu sangat baik kepada makhluq-Nya, maka jangan sampai kemurahan dan kebaikan-Nya dibalas dengan perbuatan maksiat.
Al-Karim adalah sifat Allah Yang Maha Pemurah. Kemurahan Allah di dalam ayat ini digandengkan dengan kata
ar-Rabb, yang
berarti Pemelihara, Pengatur dan Pemilik. Hal itu menunjukkan bahwa
kemurahan Allah ini terwujud dalam penciptaan alam semesta dan
penciptaan manusia serta pemeliharan Allah secara terus menerus terhadap
manusia itu sendiri. Ini dijelaskan Allah dengan lebih mendetail pada
ayat selanjutnya, bahwa Dia-lah yang menciptakan manusia dalam keadaan
yang paling sempurna. Itulah salah satu bentuk kemurahan Allah.
Di dalam surat al-‘Alaq yang merupakan ayat pertama yang diturunkan kepada nabiMuhammad disebutkan kata
“ Al-Akram “ , menurut
Sa’id bin Ali al-Qahthani ,
yaitu Allah Yang Paling Pemurah, Yang memiliki sifat puncak kemurahan
yang tiada bandingnya dan tidak ada kekurangan di dalamnya.
Yang menarik lagi bahwa kata
“ al-Karim “ di dalam surat An-Naml, digandeng dengan kata
“ al-Ghani “, yang berarti Maha Kaya. Ini disampaikan untuk menanggapi orang-orang yang kafir kepada-Nya, seperti pada ayat di bawah ini :
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“ Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. ( Qs an-Naml : 40 )
Ini menunjukkan bahwa kemurahan Allah kepada makhluq-Nya tidak hanya
terbatas kepada orang-orang beriman saja, tetapi juga berlaku kepada
orang-orang kafir yang menentang kekuasaan-Nya dan orang-orang musyrik
yang menyekutukan-Nya dengan sesembahan-sesembahan yang lain. Hal ini
dikarenakan Allah Maha Kaya tidak membutuhkan makhluq yang
menyembah-Nya, tetapi justru makhluk- makhluk-Nya lah yang membutuhkan
kemurahan-Nya.
Ini senada dengan sifat
“ar-Rahman“, yaitu
Yang Maha Pengasih kepada seluruh makhluk-Nya tanpa memandang bulu. Dan
itu semua berhubungan dengan kenikmatan materi. Berbeda dengan sifat
“ ar-Rahim“, yaitu
Yang Maha Penyayang yang dikhususkan hanya kepada orang-orang yang
beriman saja, yaitu berupa kenikmatan jiwa yang non materi.
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
“ Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang”,( Qs al-Infithar :7 )
Yakni yang menjadikanmu normal, tegak, mempunyai tubuh yang seimbang, dengan tampilan dan bentuk yang sangat baik.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan paling sempurna dibanding
dengan makhluk-mkahluk lainnya. Ini dikuatkan dengan firman-Nya :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs. at-Tiin : 4 )
“Fa’adalak” (menjadikan susunan tubuhmu
seimbang ), artinya susunan tubuh manusia benar-benar seimbang,
bagaimana Allah menciptakan mata hidung mulut telinga dan rambut pada
posisi yang memang diperlukan oleh manusia. Allah menjadikan mulut satu
dan telinga dua. Tangan yang berjumlah dua, kemudian diujungnya diberi
jari-jari yangberjumlah sepuluh . Kedua kaki yang terletak di bawah .
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ
“ Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” ( Qs al-Infithar : 8 )
Allah-lah yang menciptakan manusia dalam bentuk yang beragam dan
berbeda-beda. Sebagian dari mereka ada yang mempunyai postur yang
tinggi, sebagian lainnya mempunyai postur pendek, ada yang berkulit
putih dan ada yang berkulit hitam, ada yang tampan dan rupawan, ada juga
yang biasa. Ada yang gendut dan ada yang kurus. Semua itu adalah
kehendak Allah Yang Mencipta makhluq-makhluq-Nya dalam bentuk yang
berbeda-beda untuk suatu hikmah dalam kehidupan ini.
كَلَّا بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ
“ Sekali-kali jangan begitu, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.“( Qs al-Infithar : 9 )
Penyebab manusia ingkar kepada Tuhan-Nya, adalah pengingkaran mereka kepada hari akhir. “
Ad-Din” di
sini artinya hari pembalasan. Seseorang kalau sudah tidak percaya
dengan hari pembalasan, maka dia akan berbuat sekehendaknya. Orang
seperti inilah yang membuat kerusakan di muka bumi. Untuk mencegahnya
kita harus menanamkan keimanan kepada hari akhir dan hari pembalasan.
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ(10) كِرَامًا كَاتِبِين (11)يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ(12)
“ Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada
(malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi
Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”( Qs al-Infithar :10-12 )
Dalam diri manusia ada malaikat penjaga yang selalu
mencatat perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk. Tidak ada suatu
ucapan yang diucapkan manusia kecuali akan ditulis oleh malaikat
pencatat amal ( Raqib dan Atid) sebagaimana firman-Nya :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qs. Qaaf : 18 )
“ Kiraman Katibin “, yaitu malaikat –malaikat penjaga manusia tersebut mempunyai sifat
( Kiraman ) yaitu pemurah, dan
( Katibin ) yaitu
yang selalu menulis setiap perbuatan manusia. Maksudnya menurut Ibnu
Utsaimin bahwa malaikat tersebut tidak akan curang dan tidak akan
mencatat sesuatu yang belum dikerjakan manusia. Sebaliknya tidak akan
membiarkan sesuatu yang dikerjakan manusia, kecuali akan dicatat oleh
malaikat tersebut.
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (13) وَإِنَّ
الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ (14) يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ (15) وَمَا
هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ (16) وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ (17)
ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ (18) يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ
لِنَفْسٍ شَيْئًا وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ (19)
“ Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti
benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan,(14). dan
Sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam
neraka.(15). mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.(16). dan
mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu.(17) tahukah kamu
Apakah hari pembalasan itu? (18). sekali lagi, tahukah kamu Apakah hari
pembalasan itu? (19). (yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya
sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusan pada hari itu
dalam kekuasaan Allah.”( Qs. al-Infithar : 13-19 )
“
Al-Abrar” berasal dari kata
barrun yang berarti luas, maka daratan disebut dengan
al- Barru karena tempatnya luas, dan manusia disebut dengan
al Bariyyah , sebagaimana di dalam surat al- Bayinah, karena mereka hidup di atas daratan. Maka kata
al-abrar adalah orang yang luas kebaikannya. Termasuk di dalamnya
“ Birrul Walidain “, yaitu berbuat baik yang sangat banyak kepada kedua orangtua.
“ Mereka berada di dalam kenikmatan “,
Untuk menggambarkan kenikmatan yang luar biasa, Allah menggunakan kata “
dalam kenikmatan “ , bukan dengan kata “ mendapatkan kenikmatan “ hal
ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar berada di dalam kenikmatan
tersebut dan tidak akan keluar darinya.
Kenikmatan tersebut meliputi kenikmatan jiwa dan kenikmatan badan,
mereka dapatkan keduanya di akherat. Adapun di dunia ini, mereka
mendapatkan kenikmatan jiwa.
“ Al-Fujjar “ adalah orang-orang durhaka, lawan dari “
al-Abrar “ . Mereka berada dalam neraka Jahim. Mereka memasuki neraka tersebut pada hari pembalasan.
“Mereka sekali-kali tidak ghoib dari neraka itu.” (Bi-ghoibin), maksudnya mereka tidak pernah ghoib, yaitu selalu berada di dalam neraka tersebut, kekal selama-lamanya.
“ Apakah gerangan hari pembalasan itu “ Yaitu
hari dimana seseorang tidak bisa memberikan manfaat maupun madharat
kepada orang lain sedikitpun. Oleh karena mereka berbondong-bondong
meminta syafaat kepada nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa
‘alaihim as-salam, tetapi mereka tidak bisa memberikan syafaat tersebut. Kemudian mereka mendatangi nabi Muhammad
shallallahu ‘alahi wa sallam dan beliaulah yang mempunyai syafaat besar dan
maqaman mahmuda ( kedudukan yang agung ) pada hari kiamat atas izin Allah sebagaimana yang terdapat dalam doa sehabis adzan.
“ Segala urusan pada hari itu hanya milik Allah saja “ yaitu
tidak ada satupun makhluq Allah yang bisa memberikan manfaat kecuali
hanya Allah. Jika ada yang bertanya, bukankah Allah memiliki segala
urusan bukan hanya di akherat saja, tetapi juga sewaktu manusia berada
di dunia ? jawabannya bahwa sewaktu di dunia banyak orang yang mengaku
dirinya raja, berkuasa, dan berlaku sewenang-wenang, tetapi di akherat
tidak ada satupun yang bisa mengaku hal tersebut. Ini sesuai dengan
firman Allah pada ayat-ayat lain, diantaranya :
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا
“Kerajaan yang haq pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha
Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi
orang-orang kafir.” ( Qs. al-Furqan : 26 )
لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
“(Lalu Allah berfirman): Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” epunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (Qs. al-Mu`min : 16)
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“ Yang menguasai hari pembalasan.” (Qs. al-Fatihah : 4)
Wallahu A’lam,
Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
Disampaikan pada
pengajian Tadabbur al-Qur’an di Majlis Taklim Tazkiyatu al-Auliya,
Cikeas, Bogor, pada tanggal 15 Shofar 1435/18 Desember 2013.
*Penulis adalah Direktur Pesantren Tinggi Al-Islam, Pondok Gede, Bekasi. (
ahmadzain.com)
http://www.alislamu.com/8134/renungan-surat-al-infithar/